Sabtu, 22 Januari 2011

THE THIRD ROOM part 7

Judul : THE THIRD ROOM part 7



Genre : Thriller, Horror, Romance

Rated :  General

Cast :
Kang Hea In (author)
Noh Min Woo
Kim Nam Gil
Special appearance :    Choi Yeon Rin
                                      Shin Yuri

****************

“Jagiyy..!! ada apa??” suara Min Woo menyadarkan aku, aku tersentak sebentar seolah sekantung kompres es dingin diangkat dari ubun-ubunku, dan aku mulai merasakan aliran darahku mengalir, dan hangatnya udara menyentuh kulitku. Namun aku kembali tersentak melihat sesuatu yang tertulis di cermin dengan warna merah---Dan aku melihat pantulan ekspresi Min Woo yang berubah terkejut setelah membaca yang tertulis di cermin….

---GA DA--- (pergi)

Tulisannya besar dan bila kulihat lebih teliti ternyata tulisan warna merah bukan berasal dari darah tapi seperti lipstick merah…

Kurasakan tanganku mengenggam sesuatu dan secara refleks aku mengacungkan tanganku ke depan---aku mengenggam lipstick di tanganku!! Batang lipstick itu patah tidak beraturan karena ditekan paksa---Apakah aku yang menulisnya? Tidak mungkin, aku melihat sosok hantulah yang menulis kata ‘pergi’ itu di cermin---lalu mengapa lipstick itu berada di tanganku.

“Kau yang menulisnya?” tanya Min Woo pelan dengan tatapan menuduh. Aku melemparkan lipstick itu ke depan dengan gugup. Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat. Bukan aku---bukan aku!

“Tidak---aku tidak menulisnya. Bukan aku!” jawabku jujur, karena bukan aku pelakunya. Tapi tatapan Min Woo mengatakan seolah-olah aku berbohong.

“Hantu itu---yang menulisnya, Minu. Bukan aku, percayalah padaku!” bantahku tercekat.

“Tapi bagaimana bisa?” keluh Min Woo, aku tahu ia mencoba mempercayaiku tapi bukti lipstick di tanganku begitu kuat mematahkan kepercayaannya. Aku bagaikan seorang pencuri yang sedang tertangkap basah. Aku pun lunglai, badanku merosot ke bawah, terduduk di lantai. Min Woo ikut berlutut di sampingku…


“aku percaya---aku sudah berjanji padamu untuk mempercayaimu” gumamnya. Dia merangkulku, menyenderkan kepalaku di dadanya.

Terima kasih Tuhan, Min Woo percaya padaku, aku sangat nyaman berada di pelukannya, hingga aku berani mengungkapkan keinginanku..“Aku...ingin pergi! Aku ingin pindah dari sini..” tuntutku, salah satu jalan keluar dari teror yang menghantuiku adalah pindah dari apartemen terkutuk ini.

“Kita akan pindah---tenanglah..” hiburnya.

Aku sedikit meringgis kala kurasakan pedih di leherku, aku melepaskan pelukan Min Woo dan berdiri bercermin, kuperhatikan leherku ternyata luka sepanjang 5 cm mengores leher kananku cukup dalam tepat di bawah telingaku. Mengapa bisa ada luka seperti ini? Apakah ini karena goresan pisau di mimpiku? Walau rasanya sangat aneh, tapi luka ini nyata dan ini adalah luka baru karena merahnya darah yang mengumpal masih terlihat jelas di sepanjang goresan.

“Kau terluka? Kenapa?” tanya Min Woo berdiri disampingku memperhatikan dan memeriksa lukaku, dia segera membawakan kapas, alcohol dan plester dan mengobati lukaku, dia hanya diam dan tanpa banyak bicara. Aku bertanya-tanya apa yang sedang Min Woo pikirkan? Apakah dia benar-benar percaya padaku? Bagaimana bila dia meragukanku lagi? Tapi pikiran seperti itu segera aku tepis, bukankah kami baru saja berbaikan dan Min Woo sudah berjanji untuk percaya padaku.

**********

Kamis….Jam 12.32

“Hey…eonnie!” panggil Yuri yang tiba-tiba muncul di depanku ketika aku sedang serius membaca sebuah laporan yang akan kuserahkan pada bossku. Aku menengadahkan kepalaku “apa..?”

“Tuh…Min Woo oppa sudah menjemputmu..” sahut Yuri menunjuk ke arah Min Woo yang sudah menunggu di ruang tamu, dari balik kaca dinding kantorku aku melihat Min Woo melambaikan tangannya. Kami akan makan siang bersama siang ini, setelah membereskan mejaku dan merapikan berkas seadanya, aku keluar menyongsong Min Woo. Min Woo sedang berbincang dengan bossku---Mr. Goh, entah apa yang dia bicarakan, sementara Mr. Goh mengangguk-angguk.

Aku hanya mendengar Min Woo mengatakan “Terima kasih banyak, Direktur Goh” hormat Min Woo membungkuk, Mr.Goh membalas dengan menganggukkan kepalanya lalu keluar dari kantor.

“Ada apa sih?” tanyaku penasaran.

“Aniyo..kajja…” ajak Min Woo.

Kami makan siang bersama di kafe dekat kantor, setelah itu Min Woo mengajakku ke suatu tempat.

“Kita mau kemana?” tanyaku penasaran “aku kan harus kembali ke kantor, Minu” sergahku.

“Kau tidak perlu kembali ke kantor, aku telah meminta izin pada Mr. Goh agar setelah makan siang  kau boleh pulang” jawab Minu. “Sudahlah ikut saja, aku akan membantumu” lanjutnya lagi.

Membantuku? Apa maksudnya? Aku hanya diam memikirkan perkataan Min Woo tadi, aku melirik Min Woo yang menunjukkan raut wajahnya tenang dan berkonsentrasi dengan kemudinya. Aku baru memahami maksud perkataan Min Woo bahwa ia akan membantuku ketika mobil Min Woo memasuki area parkir Daejin Medical Center. Inikan rumah sakit tempat aku dirawat dahulu---2 tahun yang lalu saat aku mengalami depresi berat. Apa-apaan ini?

“Ayo turun..” perintah Min Woo.

“Kau membawaku kesini? Untuk apa?”

“Jagiyya…aku telah membuat janji pertemuan dengan dr. Jung, aku pikir kau sebaiknya berkonsultasi dengan dr. Jung, aku yakin dia akan memberikan solusi terbaik. Karena dia yang mengetahui riwayatmu dulu”

Aku mendengus pelan dan melirik tajam pada Min Woo. Dia membawaku menemui mantan psikiaterku dulu, dia memang sudah menganggapku gila dan memerlukan bantuan seorang ahli kejiwaan.

“Kau membuat perjanjian dengan dr. Jung tanpa memberitahuku?” tanyaku kesal.

“Sudahlah…ayo turun…aku melakukan ini karena aku menyayangimu” Min Woo keluar dan berjalan mengitari mobil dan membuka pintu mobilku. Dengan sangat terpaksa dan enggan, aku menyambut uluran tangannya. Baiklah jika ini yang kau pikir adalah bentuk pertolongan yang terbaik untukku, akan aku buktikan bahwa aku waras, otakku sehat, dan jiwaku normal.

Setelah dr. Jung memeriksaku dan mengadakan test kejiwaan serta wawancara ringan. Aku sama sekali tidak menyinggung masalah kejadian yang kualami, kedatangan hantu itu. Andai sedikit saja aku menceritakannya, dia akan langsung mengvonisku ‘gila’ dan memerlukan perawatan lebih lanjut. Dr. Jung hanya mengatakan bahwa aku mengalami tekanan karena stress berlebihan akibat pekerjaan dan rutinitas juga factor kehamilan yang menganggu stabilitas hormon. Dia hanya memberiku resep obat penenang ringan dan menyuruhku kembali minggu depan. Aku tersenyum penuh kemenangan pada Min Woo sedangkan Min Woo hanya terdiam mendengar penjelasan dr. Jung.

Jam 14.52

“Aku tidak menyangka kau setega itu padaku, Minu…kau bilang kau percaya padaku dan akan membantuku” tanyaku tajam dengan nada geram. Ketika kami masuk ke dalam mobil, dan aku mencegah Min Woo untuk menghidupkan mesin mobil.

“Aku melakukan ini karena aku mencintaimu, jagiyy” balas Min Woo.

“Mencintaiku---dengan menjebloskan aku ke sanatorium!” kataku dengan nada mencemooh.

“Hea In, kau terlalu berlebihan---aku hanya ingin kau tidak menyakiti diri sendiri”

“Apa maksudmu..?”

“Tulisan itu---dan lipstick di tanganmu. Serta aku melihat pisau cukurku terbuka lipatannya di atas meja wastafel ketika lehermu terluka, aku---tidak ingin kau melakukannya lebih jauh lagi. Melihatmu akhir-akhir ini, aku yakin ada sesuatu yang salah denganmu. Mungkin dr. Jung benar, ini dikarenakan pregnancy syndrome, aku ingin kau bisa menjaga dirimu baik-baik juga bayi kita” paparnya dengan sorot mata prihatin.

“Aku tidak---“ aku menghentikan kalimatku, percuma---ribuan kali aku menyangkal, dia pasti akan membantahnya. Ingin aku menjerit dan menanamkan kalimat dalam benaknya‘bukan aku pelakunya—aku tidak melakukannya’. Pregnancy syndrome?? Bagaimana bisa dokter itu menyimpulkan sesuatu segampang itu, mana mungkin aku menyakiti diri sendiri dan membahayakan bayiku---memangnya aku tidak waras!
Karena Min Woo yakin ada kelainan di kondisi kejiwaanku, sepertinya masalah ini harus aku selesaikan sendiri sebelum kesalahpahaman ini, pertengkaran ini akan menghancurkan pernikahan kami. Karena terus beradu argumentasi antara aku dan Min Woo.

“Sebaiknya kita pulang” saranku lemah. Min Woo tersenyum lembut padaku, aku tahu niat dan tujuan Min Woo baik, dia melakukan hal yang benar untuk menolongku dari pandangannya, dilihat dari kacamata ilmiah. Tapi kejadian yang kualami di luar nalar dan akal sehatku, otakku langsung memutar keras---berpikir---kepada siapa aku harus meminta bantuan. Ya..benar---Nam Gil-shi---hanya dia yang percaya padaku dan bukankah dia pernah mengatakan bahwa dia akrab dengan dunia supranatural.

Secara perlahan—tanpa diketahui Min Woo, aku mengeluarkan ponselku dan mengetik 2 patah kata lalu---SEND. Tidak berapa lama kemudian ponselku berdering dan aku mengangkatnya.

“Yuri…ada apa?” jawabku

“ada apa eonnie” suara Yuri diseberang sana.

“Mr. Jang membutuhkan dokumen itu sekarang!?” balasku dengan nada terkejut.

“..mwo..” (Yuri binggung)

“jam berapa pertemuannya?” (kataku serius)

“eonnie ada apa sih?” (Yuri masih binggung)

“aku menyimpannya di file kasus Miraelink” (balasku tenang)

“Ya..eonnie...kau sangat aneh” (Yuri mulai gelisah)

“Kau tidak bisa menemukannya? Astaga…kalau begitu aku akan kembali ke kantor sekarang juga!” (balasku dengan nada tegas)

“Eonnie…kau sudah gi---“ (klik--tutup)

Aku mengakhiri obrolan pura-puraku dengan Yuri, dan memasang wajah serius dan cemas. “Aku harus kembali ke kantor, Minu” kataku cepat-cepat. “Aku harus menyiapkan dokumen negosiasi kasus Miraelink yang kutangani, karena Mr. Jang akan menemui pengacara lawan” aku mencari-cari alasan.

“Tapi Mr. Goh bilang kau boleh langsung pulang”

“Mr. Goh kan tidak tahu apa-apa mengenai kegiatan Mr. Jang, aku harus kembali ke kantor” desakku. Min Woo akhirnya membawaku kembali ke kantor.

“Baiklah, jam berapa kau pulang? nanti aku akan menjemputmu”

“Nanti aku akan menghubungimu, ada kemungkinan Mr. Jang akan membawaku ke kantor pengadilan, karena hanya aku yang tahu seluk beluk negosiasi itu” jawabku cepat-cepat seolah-olah aku diburu waktu. Min Woo mengangguk dan aku masuk ke gedung kantor setelah mobil Min Woo menghilang di tikungan.

Di lobby, aku menghubungi Nam Gil-shi “Nam Gil-shi, biasakah kita bertemu? Aku akan membicarakan sesuatu denganmu”

********

Mobil taksi yang kutumpangi berhenti tepat di depan sebuah rumah yang besar, tidak terlalu mewah tapi lumayan berkelas dan mempunyai desain yang unik. Wajar saja, Nam Gil-shi bilang dia seorang arsitek dan aku berani taruhan bahwa rumah yang aku datangi ini adalah rancangannya.

TING TONG

Aku memencet bel dan tidak lama kemudian seorang pelayan wanita setengah baya membuka pintu.

“Annyeong, apakah ini rumah Kim Nam Gil-shi, naneun Kang Hea In---“ si ahjumma tampak terkejut melihatku, seperti melihat hantu saja ekspresinya pikirku. Namun tak berapa lama dia terdiam, kemudian dia mempersilahkan aku masuk, dengan gugup dan terbata-bata mengatakan bahwa Nam Gil-shi telah menungguku di ruang kerja. Aku diantarnya kesana, dan Nam Gil-shi telah menungguku disana, menyadari kedatanganku dia segera menghentikan kegiatannya menempatkan miniature dummy ke dalam maket berupa kompleks appartemen mewah.

“Kau sudah datang” sapanya tersenyum lebar, “ayo duduklah” dia mempersilahkan aku duduk di sofa penerima tamu.

“Apakah itu maket untuk appartemen di Hwangjeong?” tanyaku berbasa-basi. Dia mengangguk dengan semangat.

“Apa hubungan kalian baik-baik saja semalam? Mianhe, aku mendengar kalian bertengkar kemarin di lorong”

“Ya…baik, kami segera menyelesaikan kesalahpahaman itu”

“Oh…tentu saja, baguslah kalau begitu. Sekarang apa ada yang bisa kubantu?” tanyanya. Aku segera mengeluarkan flash disk-ku.

“Aku sudah mendapatkan data criminal dan kematian di Hwangjeong sekitar tahun 1963 dan seterusnya. Sebenarnya aku belum melihatnya, tapi siapa tahu data ini bisa memberikan aku petunjuk tentang mengapa aku dihantui” paparku menyodorkan flash disk-ku.

“Sebentar..” Nam Gil-shi berdiri dan berjalan ke mejanya, membawa netbook, duduk disampingku dan kemudian dia membaca data yang ada dalam fileku.

“Ada beberapa data disini tentang kematian, cukup banyak, kita harus menyortirnya”

“Tunggu…carilah nama yang belakangnya Yeon Rin” sergahku, aku mengingat nama gadis dalam mimpiku itu. Sambil mencari data aku menceritakan kepada Nam Gil-shi tentang penglihatan dalam kilasanku, serta kejadian lipstick dan leherku yang terluka. Nam Gil-shi mendengarkan aku dengan seksama dan mengerucutkan mulutnya, seolah memahami dan mengerti keadaanku. Lalu segera kami temukan data mengenai Yeon Rin.

Nama : Choi Yeon Rin
Umur : 18 tahun
Alamat : Distrik 16 No. 63 Hwangjeong
Tanggal lahir : 18 Oktober 1945
Nama Ayah : Choi Bin Seok
Nama Ibu : Song Da Jung
Tanggal kematian : 6 Maret 1963
Keterangan : Bunuh Diri
Data Spesifik : Ditemukan tewas gantung diri setelah diduga membunuh ayahnya sendiri di rumahnya sendiri akibat rasa bersalah dan penyesalan berlebihan.
Status kasus : Selesai

Selanjutnya kami membaca file tentang kematian ayahnya Choi Yeon Rin, keterangan didapat dia tewas setelah dihantam benda tumpul yang keras di kepalanya yang menyebabkan tulang tengkoraknya pecah dan tusukan pisau yang sebanyak 33 tusukan di sekitar dada dan perutnya.

Aku menutup mulutku menyembunyikan keterkejutan dan kengerian yang tergambar pada keterangan di atas. Jadi benar Choi Yeon Rin-lah nama si gadis itu, dialah nama si hantu---sosok yang selalu mengangguku. Tapi apa maksudnya? Seketika aku merasa mual dan kepalaku pusing…

“Hea In, kau tidak apa-apa?” tanya Nam Gil-shi cemas, memegang bahuku ketika aku menyenderkan punggungku di sofa dan memijat ringan keningku, menahan sakitnya kepalaku yang menyerang tiba-tiba. “Tunggu sebentar…” katanya, dia segera keluar ruangan.

Sepeninggal Nam Gil-shi, aku menahan mual dan aku membutuhkan air untuk minum, aku melihat di meja kerja Nam Gil-shi ada gelas kosong dan air putih yang disimpan dalam jar kristal. Aku cukup kuat untuk berjalan dan mengambil air minum itu segera. Dengan tangan gemetar aku menuangkan air ke dalam gelas dan jar kusimpan kembali ke atas meja, tapi tanpa sengaja aku menyenggol sesuatu yang berupa sebuah pigura foto.

Aku meneguk habis air minum sampai gelasnya kosong, kala akan kuletakkan kembali gelas di atas meja, aku sempat melirik foto di dalam pigura itu---dan gambar dalam foto itu cukup membuat aku terhenyak dan menjatuhkan gelas ke lantai….

PRAANNGG----

Nam Gil-shi muncul disertai ahjumma pelayan yang membawa nampan berisi teh panas dan makanan kecil, melihat diriku yang berdiri sekaku patung dan memegang pigura di tanganku serta gelas yang pecah berserakan di lantai. Nam Gil-shi mengambil alih nampan dan menyuruh ahjumma pergi, diletakkan nampan itu diatas meja tamu sebelum dia berdiri mendekatiku….

“Kau melihatnya?” ucap Nam Gil-shi dengan nada sedih  

“Ini siapa?” tanyaku penasaran, aku mengacungkan pigura yang berisi foto seorang wanita yang sangat mirip denganku, sampai-sampai aku berpikir apakah itu---aku? Aku tidak pernah berfoto seperti ini.

“Kau sangat mirip dengannya, begitu mirip….dia kekasihku, mendiang kekasihku” gumam Nam Gil-shi tercekat.

“mwo..?” Apa benar di dunia ini ada orang yang bener-benar mirip padahal kami tidak saling kenal kecuali bila orang itu kembaran.

“kau mampu melihat hal supranatural seperti yang bisa dilihat Mi Young, kau seperti dia---pada awalnya aku sangat terkejut ketika pertama kali melihatmu, saat kau pindah ke apartemen itu. Namun kusadari kau bukanlah Mi Young-ku karena kau memiliki kehidupan sendiri. Tapi saat kau pingsan di kamar 603 yang seharusnya terkunci, aku tahu kau sama dengannya, kau memiliki indra ke enam”

“Tidak…kau salah! Baru kali ini aku melihat sosok dunia lain, sebelumnya aku tidak pernah mengalami hal seperti itu…” elakku, karena hal itu benar, baru kali ini aku melihat hal yang aneh.

“Sudah ku duga, kembar selalu mempunyai ikatan batin---“

“Kembar???”

“Maafkan aku Hea In, tapi aku harus menjelaskan sesuatu padamu, mungkin ini hal yang akan sangat mengejutkanmu---” lanjut Nam Gil-shi menatap mataku “Kau dan Mi Young adalah saudara kembar” katanya mantap.

“…mwo? Aku punya saudara kembar? Bagaimana mungkin, ayah ibuku menyembunyikan saudara kembarku”

“Aku baru mengetahui Mi Young sebenarnya diadopsi tepat seminggu sebelum kami akan melangsungkan pernikahan. Di hari kematiannya, dia sedang menuju perjalan ke panti asuhan dimana kalian diadopsi, tapi suatu kecelakaan lalu lintas yang tragis merenggut nyawanya, 2 tahun yang lalu” jelasnya dengan nada sedih, ia meraih pigura itu dari tanganku dan memandangnya lekat.

“Adopsi? Andai benar kami adalah kembar berarti aku juga diadopsi? Begitukah?” aku menarik kesimpulan. Tidak! Tidak mungkin! Ayah ibuku tidak pernah mengatakan hal ini, tapi aku tidak mungkin lagi mengkonfirmasi hal ini kepada orang tuaku, mereka telah pergi dan damai di surga.

“Tidak mungkin!!” bantahku. Aku sangat shock menerima berita ini, aku tidak siap. Tubuhku gemetar karena menahan keterkejutan yang sangat dalam.

“Hea-In, maafkan aku. Mungkin aku menyampaikannya pada waktu yang salah, tapi aku telah menyelidikinya dan ternyata informasi itu benar, kau dan Mi Young adalah kembar dan diadopsi oleh keluarga yang terpisah” ucapnya pelan, ia mengenggam tanganku erat yang basah karena keringat dingin. Aku hanya diam termenung, “tidak bisa kupercaya---aku tidak percaya---tidak mungkin” gumamku berulang-ulang meracau dan air mataku deras mengalir tak terbendung. Nam Gil-shi memelukku erat dalam dekapannya.

*****

Aku merasa tubuhku tidak berpijak ke bumi, badanku melayang. Dan ketika kusadari dimana aku berada, dunia di dekatku bagaikan berputar mengitariku, menyedot semua perhatian dan pikiranku, otakku kosong tak berisi dan jiwaku hampa tak berasa. Dimana aku??

Suara riuh orang-orang yang berlarian ke sebuah ruangan seraya mendorong sebuah ranjang beroda berjumlah empat buah, mereka berjalan cepat dengan wajah-wajah panik menuju sebuah ruangan berpintu lebar dan berwarna putih. Orang-orang yang menghalangi jalan mereka bergeser ke pinggir menghindari ranjang beroda yang melaju. Secara bertahap semua ranjang dengan segera menghilang dari pandanganku.

Tiba-tiba kurasakan tanganku digenggam lembut dengan sebuah tangan yang berkulit halus, saat aku menoleh ke arah si empunya tangan. Aku terkesiap dan secara refleks aku membelalakkan mataku, seolah mencari kesalahan dalam penglihatanku.

“Kau---“ ucapku terkejut.


~~T B C~~

By Author Mila

Tidak ada komentar:

Posting Komentar