CHAPTER 23
Cast :
Bi Dam : Kim Nam Gil
Deokman : Lee Yo Won
Mi Shil : Go Hyun Jung
King Jinji : Kim Im Ho
Se Jong : Go Young Jae
Yong Soo : Kim Jung Chul
Yoo Shin : Uhm Tae Wong
Cheon Myeong : Park Ye Jin
Alcheon : Lee Seung Hyo
Yeom Jong : TETAP
San Tak : TETAP
Ha Jong : Go Jung Hyun
Bo Jong : Go Do Bin
-----------------------------------------------------------
- Kim Nam Gil - 11 April 2011 -
Karena terus diganggu para wartawan itu, Ibu memutuskan untuk mengungsi ke apartemennya selama beberapa waktu. di tempat ini tak ada wartawan yang terus berteriak-teriak memaksa mencari berita.
Tiba-tiba ponselku berbunyi. Setelah ponselku hancur, aku memakai ponsel dan nomor baru pemberian Ibu. Dan yang mengetahui nomor baru ini hanya sedikit orang. Ternyata dari Ayah.
“Halo? Ada apa, Yah?”
“Bisakah kita bertemu sebelum keberangkatanku besok pagi?” tanyanya.
Benar. Besok Ayah akan berangkat ke Amerika dan tinggal bersama kak Jung Chul. Aku merasa kehilangannya. Padahal baru saja kami mulai akrab.
“Tentu saja bisa,” jawabku cepat.
“Baguslah,” komentar Ayah. “Sebenarnya aku sangat berharap kau mau ikut denganku,” lanjut ayah setelah diam beberapa saat. “Aku tahu kau tak ingin pergi dari Korea, tapi bila kau berubah pikiran, masih sempat. Jung Chul bisa segera mengurus segalanya dengan cepat. Dia ahli dalam hal-hal seperti ini.”
Aku merenungkan perkataan Ayah. Bila hubunganku dan Yo Won tak lagi dapat diperbaiki... bila Yo Won dan Tae Wong… sanggupkah aku bertahan di sini dengan melihat semua itu? “Baiklah, akan kupikirkan. Tapi aku tidak berjanji. Sekarang aku akan segera ke rumah Ayah. tunggu saja,” kataku.
“Bukankah itu Yo Won?” gumam Do Bin, saat aku berjalan menuju kamar sementaraku.
Yo Won? Secepat kilat aku kembali ke ruang tengah tadi, dan terbelalak saat melihat Yo Won di TV. tayangan ini sama dengan video yang dikirimkan Yeom Jong, hanya saja lebih dekat dan lebih jelas. Di situ diperlihatkan bagaimana terkejutnya Yo Won saat si pembawa acara memberitahu bahwa dirinya memenangkan hadiah liburan ke Bali dari kuis yang diikutinya. Kuis! Demi Tuhan!
“Tolong beritahu Ibu aku pergi sebentar,” pesanku, lalu berlari ke kamar untuk mengambil kunci motor dan helmku.
Sial! Brengsek! Aku tertipu oleh Yeom Jong. Lagi-lagi aku berhasil diperdaya olehnya. Kenapa Yo Won tidak bercerita bahwa dia memenangkan hadiah dari sebuah kuis? Karena aku tidak memberinya kesempatan untuk membela diri. Aku kecewa karena dia mencurigaiku, padahal aku sendiri pun juga mencurigainya.
Tentang dirinya yang memanfaatkanku… mungkin aku membuat kesalahan lain lagi. mungkin aku salah mengartikan sorot matanya. Pasti ada penjelasan juga untuk itu.
Yeom Jong. Aku harus membuat perhitungan dengannya. Tunggu dulu, sebelumnya aku tidak pernah memikirkannya dengan serius. Bagaimana bisa Yeom Jong tahu mengenai rahasia keluargaku? Sial. Aku terlalu kalut sehingga tidak bisa berpikir dengan jernih.
Dengan cepat aku mengemudi ke sekolah. Ini jam pulang, jangan sampai si brengsek itu keburu pergi.
Ketika sampai di sekolah, dari beberapa anak, aku mengetahui bahwa Yeom Jong sedang berkumpul dengan teman-temannya di dekat gudang peralatan olahraga. Si brengsek itu terperanjat saat melihatku. Dia buru-buru berlari, tapi dengan mudah aku mengejar dan menangkapnya, lalu menyudutkannya di dinding.
“Wah, aku tak menyangka akan melihatmu secepat ini,” katanya berpura-pura ceria.
“Dari mana kau mengetahui tentang rahasia keluargaku?” geramku di depan wajahnya. Sebuah kecurigaan lain merasuk di benakku. “Apakah kau yang menyebarkan berita itu ke media?”
Yeom Jong tertawa. “Bukan aku. aku tidak punya koneksi ataupun kemampuan sebesar itu untuk mencari tahu tentang skandal keluargamu. Pamanku yang melakukannya. Dia telah menyelidiki kehidupanmu semenjak tertarik untuk merekrutmu. Tapi baru-baru saja, setelah kau dan Do Yi Sung membuatnya marahlah, Pamanku terpikir untuk menyebarkan semua informasi tentangmu yang didapatnya,” katanya. “Dia tahu reputasi sangat penting untuk ibu dan ayah tirimu. Kau salah memilih musuh, Nam Gil.”
Aku meninju perutnya dengan keras. “Brengsek!” makiku.
Yeom Jong meringis sakit sambil tertawa. “Kau yang brengsek. Selama ini aku telah bersikap baik padamu, tapi kau tak mau menolongku untuk mempertahankan kekuasaanku di sekolah ini,” geramnya. “Jadi kau pun harus merasakan hal yang sama. kau harus merasakan bagaimana kehilangan sesuatu yang kau sayang dan banggakan. Tidak seperti Pamanku yang tak mengenalmu dengan baik, aku tahu kau tak akan terlalu perduli dengan reputasimu. Lee Yo Won lah terpenting bagimu di dunia ini.
“Awalnya aku hanya ingin membuat kau cemburu padanya, tapi lalu anak buahku tanpa sengaja merekam gadis itu saat diwawancarai. Kupikir waktunya pas sekali dengan Pamanku yang menyebarkan berita tentangmu ke media, maka kubuat kau berpikir bahwa gadis itu yang melakukannya. Pasti menyakitkan berpikir orang yang begitu dipercaya ternyata mengkhianati kita. Seperti yang kurasakan. Kau mengkhianatiku.”
“Kau bajingan! Brengsek!” makiku sambil memukul dan menendanginya.
Yeom Jong berkelit dari tendangan terakhirku, lalu mengambil gagang sapu dan balik menyerangku dengan benda itu.
“Kau pantas mendapatkannya!” bentak Yeom Jong sambil melayangkan pukulan ke kaki dan perutku. “Bahkan para Dewa pun nampaknya terus berpihak padaku. Pagi itu kau memberiku ide lain lagi saat melihatmu bicara dengan Tae Wong di halaman belakang.”
Aku menggeram marah dan merebut gagang sapu yang dipegangnya. “Jadi kau pelakunya! Kau yang memukuli Tae Wong!”
Yeom Jong melangkah mundur menjauhiku sambil tertawa. “Aku dan anak-anak buahku. Agar Lee Yo Won berpikiran buruk tentangmu. Aku bahkan sengaja menjatuhkan gantungan ponselmu di tempat itu agar kau semakin dicurigai,” katanya puas. “Sepertinya berhasil, hmm?”
Brengsek! Aku teringat saat San Tak mengembalikan ponselku yang terjatuh setelah menghajar Yeom Jong. Mungkin di saat itulah Yeom Jong mengambil gantunganku. Sialan! Aku memukulkan gagang sapu itu ke punggungnya, dan menendangnya hingga tersungkur di tanah. Kenapa si brengsek ini selalu mengganggu kehidupanku!?
Tapi sebelum aku sempat menghajarnya lagi, Yeom Jong buru-buru bangkit dan berlari. Aku mengejarnya, tapi dia sudah lebih dulu sampai di tempat parkir dan kabur dengan motornya. Segera aku naik ke motorku sendiri dan mengejarnya. Si brengsek itu tak akan bisa lari dariku semudah ini! dia telah membuatku dan Yo Won terlibat kesalah pahaman lagi. tidak akan kubiarkan!
Di jalan raya yang padat, apalagi di saat jam pulang seperti ini, sangat sulit untuk melaju. Sial. Karena terhalang sebuah mobil sedan, aku terlambat mengejar Yeom Jong yang berbelok ke kiri. Ketika akhirnya berhasil melewati mobil itu dan berbelok ke kiri, aku langsung menambah kecepatan motorku dan hampir berhasil menyusulnya, kalau saja tidak ada dua bocah kecil yang tiba-tiba menyeberang. Menghindari agar tidak mencelakakan mereka, aku mengerem kuat-kuat dan membelokkan motorku. Ketika motorku bergerak menuju pohon pinggir jalan tanpa bisa dihentikan, aku segera meloncat dari motor.
Orang-orang langsung mengerubungiku yang meringis kesakitan. motorku tergeletak di jalan setelah menabrak pohon. Brengsek. Yeom Jong yang sudah sampai di persimpangan jalan menoleh ke belakang, dan tertawa saat dilihatnya aku terjatuh.
“Awas!” tanpa sadar aku berteriak ketika melihat dari arah kanan sebuah mobil melaju kencang, sedangkan perhatian Yeom Jong masih tertuju padaku.
Terlambat menyadari dan bereaksi, mobil itu berhasil menabrak Yeom Jong hingga terpental cukup jauh dan pada saat bersamaan dari arah kiri sebuah truk tiba-tiba muncul dengan kecepatan mengerikan, dan tanpa sengaja melindas tubuh Yeom Jong yang tergeletak setelah tertabrak mobil tadi.
Rasa mual memenuhi perutku. Aku memalingkan muka dan mendengar teriakan orang-orang yang juga menyaksikan kejadian itu. aku memang membenci dan pernah membunuhnya di kehidupan lalu, tapi aku tak pernah memikirkan akhir seperti ini untuknya.
Sekarang Yeom Jong telah berada di ruang mayat. Setelah diobati oleh perawat, aku mencari tahu tentangnya dan memberikan informasi mengenai Pamannya untuk dihubungi pihak Rumah Sakit.
Ketika berjalan ke ruang tunggu, barulah aku teringat Tae Wong sedang dirawat di tempat ini. apakah dia masih di sini atau sudah keluar? Setelah bertanya pada seorang perawat, aku segera mencari kamarnya. Pintu kamarnya tidak tertutup rapat, sehingga aku dapat menjulurkan kepala untuk melihat ke dalam. Aku terkejut saat melihat Yo Won sedang duduk di sisi tempat tidur Tae Wong yang masih tak sadarkan diri. Yang membuatnya menjadi menyakitkan adalah karena aku melihat Yo Won menangis. Menangisi Tae Wong. Tubuhnya yang membelakangiku nampak terguncang-guncang penuh emosi. Ye Jin yang duduk di sebelahnya mencoba menenangkannya, tapi Yo Won terus saja menangis.
Perlahan, aku menjauh dari kamar itu. hatiku serasa seperti diiris-iris melihat tangis Yo Won. Mungkin Yeom Jong mengadu domba dan menimbulkan kesalah pahaman diantara aku dan Yo Won, tapi… perasaan Yo Won pada Tae Wong bukanlah rekayasa Yeom Jong. Yo Won mencintai Tae Wong. Deokman mencintai Yoo Shin. Bukan aku.
Bahkan Ye Jin yang selama ini kupikir tertarik pada Tae Wong pun tidak menangis seperti Yo Won menangisi keadaan Tae Wong. Ini menandakan cinta yang dirasakan Yo Won pada Tae Wong benar-benar dalam. Jadi… ternyata aku tidak salah saat melihat sorot penyesalan dan rasa bersalah dari mata Yo Won hari itu. dia memang hanya memanfaatkanku. Mungkin dia memang tidak jadi membeberkan berita itu karena rasa kasihan, tapi tetap saja…
Aku menguatkan diri untuk kembali meihat ke dalam sekali lagi. melihatnya sekali lagi walaupun hanya dari belakang. Ternyata memang berakhir. Mungkin aku memang tak pantas untuknya. Yoo Shin… Tae Wong jauh lebih baik dariku. Jauh lebih baik bagi Yo Won. Aku tidak mungkin bahagia melihat Yo Won bersama pria lain, tapi aku bahagia bila melihatnya bahagia. Dan mungkin Tae Wonglah orang yang tepat untuk membuatnya bahagia.
Saat sosok Yo Won terlihat kabur di mataku, dan merasakan basah di wajahku, barulah aku sadar bahwa aku telah menangis. Mungkin kami ditakdirkan untuk bertemu. Tapi kami tidak ditakdirkan untuk bersama.
Aku mencintainya. Mungkin tak akan pernah berhenti mencintainya. Tapi hubungan yang dilandasi oleh kebohongan seperti ini memang harus diakhiri. Kuharap setulus hatiku Yo Won dapat menemukan bahagianya bersama Tae Wong yang benar-benar dicintainya.
Aku mengeluarkan ponselku sambil berjalan menjauh dari kamar itu. “Halo, kak Jung Chul? Bisakah kau mengurus keberangkatanku bersama kalian?”
Setelah mengakhiri pembicaraan, aku menoleh untuk menatap pintu kamar itu sekali lagi. dalam hati setengah berharap akan melihat Yo Won keluar dari sana, tapi tak terjadi apa-apa. Pintu itu tetap dalam keadaan seperti sebelumnya. Deokman… Yo Won… selamat tinggal.
- Lee Yo Won - 12 April 2011 -
Hari ini aku bangun kesiangan karena semalam susah tidur memikirkan Nam Gil yang tak ada kabarnya. Aku segera bersiap-siap pergi dengan kak Ye Jin dan kak Seung Hyo untuk menjenguk kak Tae Wong yang kemarin malam akhirnya sadar.
Aku teringat ketika kemarin tiba-tiba saja aku menangis. Entah kenapa kilasan kematian Bi Dam melintas di benakku. Rasa sedih, kehilangan, dan sepi setelah melihat kilasan itu tak kunjung hilang bahkan hingga kak Ye Jin datang dan menenangkanku, tangisku justru semakin menjadi. Firasat buruk itu terus menghantuiku. Seakan sedang menunggu sesuatu yang buruk akan terjadi.
“Kau bangun siang sekali,” komentar Ayah ketika aku turun dari kamarku. “Ayo makan dulu.”
Tanpa kata aku menurut saat Ayah menarikku ke meja makan. Baru satu gigitan roti, ponselku bergetar. Dengan penuh harap aku meraih ke saku jaketku. Semoga Nam Gil. tapi ternyata bukan. Kak Ye Jin.
“Halo?”
“Yo Won, apa kau sudah mendengar berita dari Nam Gil?” tanyanya cepat.
“Tidak,” jawabku. “Ada apa?”
“Baru saja kak Seung Hyo bercerita bahwa kemarin Nam Gil sempat datang ke sekolah dan berkelahi dengan Yeom Jong, lalu tak lama setelah keduanya pergi dari sekolah, Yeom Jong mengalami kecelakaan. Dia meninggal.”
Aku tersentak kaget. Yeom Jong meninggal? “Lalu apa hubungannya dengan Nam Gil? apakah dia juga mengalami kecelakaan?” tanyaku panik.
“Tidak, tapi dari seorang murid yang melihat kejadian itu, katanya beberapa saat sebelum terjadi kecelakaan itu, Yeom Jong dan Nam Gil sedang terlibat kejar-kejaran motor di jalan raya,” jawab kak Ye Jin. “Aku hanya berpikir siapa tahu saja Nam Gil menghubungimu untuk menceritakan hal itu.”
Tidak. Dia tidak menghubungiku. Tidak sama sekali. “Yo Won?” panggil kak Ye Jin saat didengarnya aku diam saja. “Sekarang aku dan kak Seung Hyo sudah dalam perjalanan menuju rumahmu. Apa kau sudah siap?”
Aku berdeham untuk menetralkan suaraku. “Ya, aku sudah siap. Aku—“
“Yo Won,” gumam Ayah dengan pandangan lurus ke TV.
Aku ikut menatap layar TV dan melihat siaran infotaiment mengenai keluarga Go lagi. dalam tayangan itu terlihat Bibi Hyun Jung, Jung Hyun, Do Bin, dan Nam Gil sedang berada di bandara. Jantungku langsung berpacu dengan cepat. Ya Tuhan… apakah…
“Tak lama setelah kematian Go Young Jae, pagi ini Nyonya Go rupanya memutuskan untuk pergi ke luar negeri bersama anak-anaknya. Tapi yang menghebohkan, kepergiannya kali ini bersamaan dengan perginya Kim Im Ho, pengusaha yang digosipkan pernah menjalin hubungan dengan Nyonya Go belasan tahun lalu,” kata si pembawa acara. “Mungkinkah kepergian bersama mereka ini adalah untuk merajut kembali asmara yang dulu sempat terjalin? Apalagi Negara tujuan mereka pun diketahui sama. Akankah Amerika akan menjadi tempat yang paling tepat untuk mereka memulai segalanya dari awal lagi?”
Ponsel itu telah terlepas dari tanganku yang lemas, dan jatuh ke lantai. Aku tidak percaya ini… Nam Gil… Nam Gil pergi. tanpa bicara padaku, tanpa mengubungiku, tanpa mengucapkan selamat tinggal, dia pergi begitu saja. meninggalkanku sendiri lagi. seperti dulu.
“Nam Gil…” Kenapa dia pergi? Apakah dia benar-benar berpikir aku tidak mencintainya? Kenapa dia masih juga meragukan cintaku?
“Yo Won,” panggil Ayah, menyadarkanku.
Aku meraih dua lembar kertas berwarna cokelat bertuliskan Bali yang kudapat beberapa hari lalu itu dari saku jaketku. benda ini terus kubawa karena setiap harinya aku berharap akan dapat bertemu Nam Gil, sehingga setelah menyelesaikan kesalah pahaman kami, aku dapat menunjukkan kejutan ini. tapi sekarang tak berguna lagi. Nam Gil pergi dalam keadaan marah dan membenciku. Dia berpikir aku mengkhianatinya. Dia berpikir aku memanfaatkannya. Dia bahkan tidak cukup perduli untuk mengucapkan selamat tinggal padaku. Apakah cinta kami tidak berarti baginya?
Hatiku benar-benar hancur. Apakah akan selalu begini? Apakah kami tak akan pernah bisa bersatu? Aku meremas kedua lembar kertas itu dengan kuat. Firasatku benar. Aku merasa akan terjadi sesuatu yang buruk, dan ternyata benar terjadi.
Tanpa bisa dicegah, aku terus menyakiti hatinya. Mungkin memang lebih baik seperti ini. Air mata mengalir dan membasahi pipiku. Tapi aku tidak bisa hidup tanpanya. Kenapa takdir begitu kejam pada kami? Kenapa takdir mempertemukan kami hanya untuk memisahkan kami lagi?
Ayah bergerak mendekat untuk memelukku. “Tenanglah, siapa tahu mereka hanya berlibur?” bujuknya.
Berlibur? Aku pun berharap sama, tapi… hatiku mengatakan kepergian Nam Gil ini bukan untuk sementara. “Aku mencintainya,” bisikku pedih dalam pelukan Ayah.
“Aku tahu.”
Ayah tahu itu, tapi kenapa Nam Gil tidak menyadarinya!?
To Be Continued...
by Destira ~ Admin Park ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar