Jumat, 21 Januari 2011

THE THIRD ROOM, Part 2

Judul : THE THIRD ROOM part 2



Genre : Thriller, Horror, Romance

Rated : PG 17+
(perhatiin rated nya yaa)

Cast :
Kang Hea In (author)
Noh Min Woo
Kim Nam Gil
Special appearance : Choi Yeon Rin

**********************
“aaawww….!!” Jeritku

Min Woo berlari menuju kamar, segera setelah mendengar aku menjerit…
“ada apa??” tanya Min Woo terkejut.

“itu..” jawabku gemetar sambil menunjuk pada laba-laba sebesar kepalan tangan anak 10 tahun yang sedang merayap di dinding. Jujur aku sangat takut pada laba-laba karena aku mengidap arachnophobia.


Min Woo tanpa pikir panjang, segera mengambil majalah diatas meja dan mengulungnya alih-alih pemukul lalu dengan satu hentakan keras dipukulnya laba-laba itu dan langsung binatang menjijikan itu mati seketika jatuh kebawah.

Aku mengernyitkan wajahku melihatnya, sementara Min Woo hanya tersenyum lebar ketika melihatku yang gemetar ketakutan.

“kukira ada apa jagiy” katanya santai.

“kau kan tahu aku takut laba-laba!” jawabku ketus.

“iya, aku tahu, jangan sewot seperti itu” balas Min Woo, berjongkok, membawa beberapa lembar tissue yang berada di atas nakas, lalu mengambil mayat laba-laba itu. Aku memperhatikan perbuatan Min Woo, tapi ada sesuatu benda yang aneh terletak disebelah laba-laba itu,,, segelundung gulungan rambut seperti gulungan rambut yang rontok. Aku mengambil gulungan itu dan memperhatikan dengan jelas.

“ini rambut siapa minu?” tanyaku heran, rontokan rambut dengan helai yang panjang, berwarna hitam dan bertekstur kasar dan tebal. Min Woo memandang gulungan itu dengan raut muka binggung.

“yang jelas ini bukan rontokan rambutku juga rambutmu” jelasku. Tentu saja bukan milikku, aku mempunyai rambut lurus dengan potongan pendek setengah leher dan dicat warna mahogany. Min Woo jelas berambut pendek dan berwarna dark brown.

“mungkin milik bekas penghuni kamar ini?” jawab Min Woo cuek, sambil berjalan keluar kamar.

“jagiya..kau jadi pergi tidak?” tanya Min Woo lagi, karena aku masih melamun sambil memegang gulungan rambut itu. Terus terang aku langsung mengkaitkan benda ini dengan mimpiku tadi malam, walau rasanya aneh dan tidak masuk akal.

“ne..jagiy.. sebentar!” aku langsung menuju kamar mandi, membuang gulungan itu dan mencuci tanganku. Lalu menyambar tas dan kunci mobilku, bersiap untuk pergi.

“Ayo aku antar ke bawah, sekalian aku membuang sampah” ujar Min Woo sambil membawa kantong sampah yang sudah penuh. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

Kami pun menuju lift, kami memang tinggal di lantai 6 kamar 604 dari seluruh gedung yang hanya berlantai 12. Pintu lift pun hendak menutup, tapi tangan seseorang menahannya dan Min Woo secara refleks memijit tombol open. Pria itu pun masuk bersama kami, tingginya hampir sama dengan Min Woo, mungkin sekitar 180 cm atau lebih, mengangguk sopan kepada kami dan Min Woo membalasnya. Sedangkan aku, aku masih terdiam, seluruh otakku berpusat pada gulungan rambut itu dan mimpi burukku. Min Woo menyadari kekalutanku dan mengenggam tanganku erat.

“Kau masih takut?” tanya Min Woo menatapku.

“heh” jawabku.

“laba-laba itu, kau masih takut?” Min Woo memberi penjelasan.

“maaf, lantai berapa?” tanya pria itu dengan suara beratnya. Aku langsung menyadari bahwa selama kami pindah, aku belum pernah bertemu dengan para penghuni lainnya yang tinggal di gedung ini, mungkin karena kesibukan mereka, pikirku. Baru pria ini yang pertama kutemui disini.

“Basement, gomawo ajusshi” jawab Min Woo, pria yang berdiri di depan kami langsung memijit tombol B.

“jagiy..?” tanya Min Woo lagi, yang telah kembali menatapku, meminta jawaban atas pertanyaannya tadi, tampak jelas wajahnya yang khawatir karena sejak tadi aku terus melamun.

“aniyo, gwenchana” jawabku pendek. Kami pun sampai di basement, dan Min Woo mengantarku sampai ke mobil. Akupun menyetir mobilku setelah Min Woo mencium keningku.
Aku berusaha melupakan kejadian tadi pagi, dan memusatkan pikiran bahwa gulungan rambut itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan mimpiku.

Jam 13.00

Siangpun berlalu dengan cepat, aku sudah melupakan kejadian tadi pagi karena banyak hal lain yang harus kupikirkan dan dikerjakan di kantorku. Menangani dokumen klien, membuat laporan sidang di pengadilan, dan lain-lain. Akhirnya akupun selesai dengan pekerjaanku dan pulang.

Jam 14.21

Akupun tiba di rumah, dan langsung menganti pakaianku dengan pakaian yang casual untuk di rumah. Min Woo sebelumnya telah meneleponku, menyarankan agar aku segera mencari tukang reparasi pipa di sekitar lingkungan kami untuk membetulkan wastafel kami yang mampet. Aku segera mengumpulkan semua pakaian kotor milikku dan Min Woo, memasukkannya ke dalam keranjang dan membawanya ke luar kamar dan menuju basement.

Gedung ini memang menyediakan fasilitas mesin cuci untuk para penghuninya dengan system koin. Aku menuju ruang laundry, ini kali kedua aku berada di tempat ini. Aku memilih salah satu mesin cuci dan memasukkan semua pakaian kesana. Ah.. sial.. aku lupa membawa deterjen. Rasanya malas sekali bila harus kembali ke kamar.

Aku melihat sekeliling, ternyata selain aku ada seorang lagi yang sedang mencuci bajunya, seorang pria, yang sedang membaca buku Dan Brown : Angel & Demon. Dan kulihat di atas mesin cucinya yang sedang beroperasi ada sekotak deterjen.

“annyeong ajusshi..” sapaku setelah mendekatinya. Aku tidak pernah merasa semalu ini karena hal sepele, seperti meminta deterjen pada orang yang tidak kukenal. Tapi tidak ada salahnya kan mencoba, lagipula aku hanya berusaha menyapa salah satu dari penghuni gedung ini.

Dia mengangkat kepalanya sedikit, menoleh ke arahku, yang sedari tadi tertutup topi baseball berwarna biru gelap. Ternyata aku mengenali wajah itu, wajah yang kulihat  sekilas di lift tadi pagi, pria yang masuk di lift bersama Min Woo dan aku.

“eh..ajusshi,,aku mau meminta sedikit deterjen, apa boleh? Mianhe, saya lupa membawanya” pintaku dengan lancar.

Tanpa melihatku, pria itu menyimpan bukunya di bangku tunggu dan berjalan malas ke arah mesin cuci, lalu mengambil kotak deterjen dan menyerahkannya padaku. Aku menerimanya dengan ekspresi lega.

“Sebaiknya kau gunakan mesin disebelah sini, yang kau pakai itu rusak!” kata pria itu tiba-tiba sambil menunjuk mesin cuci yang terletak di sebelah mesin cuci yang sedang digunakannya. Lalu dia kembali duduk di bangku dan tenggelam dalam buku yang dibacanya.
Aku menuruti saran pria itu dan memindahkan semua cucian ke mesin cuci yang ditunjukkan pria tadi, menyalakan mesinnya lalu duduk disamping pria itu.

“Gamsahapnida ajusshi” ucapan terima kasihku pada pria itu dan ia hanya mengangguk tanpa menoleh.

“Ajusshi, apa anda tinggal di gedung ini juga? Sudah berapa lama? Kami baru pindah sebulan yang lalu” kataku ramah mencoba untuk berbasa-basi. Si pria menoleh dan melihatku, ‘baguslah’ pikirku karena aku berhasil mencuri perhatiannya.

“berisik sekali” katanya

“mwo..?”

“itu.. HP-mu”

Aku baru menyadari, HP-ku berbunyi, aku langsung mengangkatnya… dari Min Woo! Intinya mengingatkan aku agar bersiap jam 7 malam nanti karena dia akan menjemputku pergi ke club. Setelah selesai menelepon, aku melihat pria itu sedang membereskan cuciannya, tampaknya sudah selesai.

"aku tinggal di lantai yang sama dengan kalian, lantai 6 bukan?” katanya tiba-tiba sambil tersenyum ramah, berbeda sekali dengan sikapnya yang tadi.

“Namaku Kim Nam Gil” lanjutnya lagi berdiri di hadapanku.

“Naneun Kang Hea-In imnida, bangapseupnida” balasku secara formal, wajarkan karena ia orang asing bagiku. Dia hanya mengangguk sedikit dan tersenyum kecil, lalu bersiap pergi meninggalkan ruang laundry dengan membawa sekeranjang pakaian bersihnya.

“Senang berjumpa denganmu Hea In agashi” balasnya.

“Tunggu, ajusshi” cegatku.

“Ya, ada apa?”

“Maaf  Nam Gil-shi, apa anda tahu seseorang yang bisa memperbaiki saluran air di sekitar sini? Saluran air di tempatku mampet”

Tanpa banyak bicara, ia mengeluarkan secarik kertas dari bukunya, menyobeknya sedikit lalu menuliskan sesuatu.

“hubungi orang ini” katanya sambil menyerahkan secarik kertas itu yang isinya nomor telepon seseorang lalu pergi.

****************************************
Jam 19.32

Kami pun pergi ke club setelah Min Woo pulang hanya untuk mandi dan berganti pakaian. Sebelum pergi ke club kami makan malam di sebuah restoran dan belanja beberapa barang untuk keperluan di rumah.

Jam 22.00

Min Woo bersiap untuk tampil, di sebuah klub malam yang lumayan ramai pengunjungnya, aku pun larut dalam suasana disana sambil sedikit minum minuman beralkohol. Karena memang aku tidak terlalu suka meminumnya. Setelah beberapa lagu dilantunkan Min Woo dan bandnya, aku pergi ke toilet untuk buang air kecil dan merapikan sedikit riasanku. Suara musik begitu memekakkan telinga sehingga terdengar sampai di toilet wanita.

2 orang wanita keluar dari dalam toilet setelah aku masuk, tampaknya hanya aku sendiri disini, karena bar ini hanya menyediakan 4 bilik toilet dan semua pintunya terbuka, aku memasuki salah satu bilik untuk melaksanakan hajatku, tepat saat aku menutup dan mengunci pintu bilik, aku mendengar pintu bilik di sebelahku pun menutup dan ‘klik’ suara pintu bilik terkunci. Walaupun sedikit aneh, karena bila ada orang lain masuk tentu aku bisa melihatnya, karena perbedaan jarak waktu yang sangat singkat, tapi ini hanya sepersekian menit. Mungkin orang itu masuk dengan terburu-buru dan aku tidak mendengar suara kakinya maupun suara pintu luar toilet yang membuka, karena suara musik yang hingar bingar.

10 menit kemudian, aku pun keluar dari bilik toilet dan menuju wastafel yang bersebrangan tepat di depan bilik - bilik tadi. Aku menghidupkan keran, mulai mencuci tanganku. Aku mendengar suara flush air di bilik sebelahku yang masih menutup pintunya. Aku pun mengambil compact powder dan lipstick dari dalam tasku, untuk merapikan sedikit riasanku. Baru setengah menit aku menunduk, tiba tiba bilik yang tadinya tertutup sekarang -- TERBUKA --. Dan aku melihat dari pantulan kaca cermin yang memenuhi dinding toilet, pintunya memang terbuka….

Tapi aku..aku.. tidak melihat ada seorangpun disini, aku membalikkan badanku, membelakangi cermin dan mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan toilet yang berukuran 7 x 6 meter ini, untuk memastikan kalau saja aku salah lihat. Tapi memang tidak ada satu orang disini. Dan perasaanku mulai tidak enak, jantungku berdebar lebih kencang. Tapi aku  harus berpikir rasional bahwa hal itu tidak mungkin, tidak mungkin terjadi sesuatu disini… come on.. itu hanya perasaanmu saja, kataku dalam hati.

Akupun kembali membalikkan badanku untuk bercermin… dan… kulihat sekilas tapi jelas… sosok wanita yang mengerikan itu terpantul di kaca cermin sedang berdiri di belakangku… rambutnya yang panjang hitam kusut menutupi seluruh bagian wajahnya setengah menunduk,,, memakai baju putih kumal dan seolah berjalan melayang pelan mendekatiku. Rasanya jantungku berhenti berdetak dan perutku membalik, merasakan rasa --TAKUT--

Secara refleks, aku langsung mengambil langkah 1000 meninggalkan toilet itu, tergesa-gesa… nafasku masih terengah-engah, dan berjalan tergesa, menyenggol beberapa orang, untuk menuju mejaku. Dan alangkah leganya ketika kulihat Min Woo ada disana duduk bersama teman-temannya. Rupanya Min Woo sedang istirahat untuk ‘jam session’ berikutnya.

Aku langsung duduk disamping Min Woo, tanpa bicara sepatah katapun aku langsung meraih botol soju, entah milik siapa, dan meminumnya sampai habis tuntas. Min Woo memperhatikan perbuatanku dengan heran, lalu aku meraih satu lagi botol dan meminumnya, tapi kali ini Min Woo mencegahku…

“Ya.. jagiy,, kenapa kau ini??” tanyanya bingung dengan kelakuanku, menghabiskan soju seperti minum air mineral. Aku hanya menatap Min Woo dengan pandangan kosong, memang aku masih terlalu takut, tubuhku masih bergetar dan kedua tanganku dingin. Teman-teman Min Woo juga ikut memandangku penasaran. Tapi aku hanya focus memandang Min Woo..

“aku..aku..” pikiran normalku melarang melanjutkan perkataanku tentang apa yang kulihat tadi di toilet, mereka pasti mentertawakan aku, mungkin aku akan dianggap mengada-ada.

“aku hanya merasa kedinginan” ujarku, sambil mengenggam tangan Min Woo, memang kedua tanganku sedingin es. Merasakan tanganku yang dingin, Min Woo balas mempererat tanganku seolah ingin berbagi kehangatan yang menjalar dari genggaman tangannya.

“mungkin kau sedang tidak enak badan” ucap Min Woo.

“sebentar lagi kita pulang ya jagiy, aku harus melanjutkan session kedua.. sabar ya” lanjut Min Woo menenangkanku.

2 jam berlalu cepat, aku mulai merasakan pengaruh alcohol dalam tubuhku, membuatku sedikit lebih tenang dan dapat menguasai diriku, terutama membantuku melupakan kejadian tadi.

Jam 12.14

Kami pun sampai di rumah, tepatnya sudah berada di atas ranjang, pakaianku dan pakaian Min Woo sudah terletak entah dimana, kami berdua telanjang bulat. Min Woo menciumiku tanpa henti, lidah kami menari, saling berbagi saliva dan menjilat-jilat liar ke daerah sensitif kami masing-masing, tentu saja aku sangat menikmatinya, alcohol membuat kami berada dalam puncak gairah dan nafsu. Tepat sebelum kami akan memulai permainan yang sebenarnya, ada sesuatu yang kuingat…

“Tunggu,, jagiya.. ahh.. aku lupa” kataku menahan tubuh Min Woo agar menghentikan aksinya.

“mwo,,” tanyanya dengan mata sayu.

“aku lupa belum meminum pil-ku” jawabku, selama ini aku menjaga dan mencegah diriku untuk hamil dulu, karena kami belum mapan dan belum siap mempunyai anak, dan kami berdua sepakat akan hal ini. Karena itu aku memutuskan untuk menggunakan pil KB.

Akupun bangkit meraih kimono pendek untuk menutupi tubuhku, dan keluar kamar menuju dapur. Aku selalu menyimpan pil-ku di dalam kulkas dengan tujuan untuk mengingatkanku agar aku tidak lupa meminumnya secara rutin. Setelah selesai meminum pil itu, menutup kulkas, dan hendak kembali ke kamar, aku membalikkan badanku…..

Dan sosok wanita itu kembali datang dihadapanku… dengan jarak yang sangat dekat.. hanya ½ meter… kini bisa kulihat jelas penampakannya… dibalik kusut masai rambutnya aku dapat melihat kulit putih pucat sepucat kertas yang tersibak sedikit diantara rambutnya, tangannya mengantung dan memperlihatkan jari-jari yang panjang kurus serta berwarna putih keabuan. Sungguh menakutkan!!! -- aku menjerit tertahan, rasanya aku ingin mengeluarkan seluruh suaraku, tapi tidak bisa, lidahku kelu...

Diantara kesadaranku akhirnya aku memejamkan mataku kuat-kuat, belum habis keterkejutanku dan ketakutanku. Tiba-tiba aku merasakan ada yang menepuk pundakku... membuatku terlonjak dan memaksaku membuka mata, sekilas aku menatap ke depan dan sosok itu menghilang... Lantas siapa yang menepuk pundakku!!

"Jagiya.. kenapa kau lama sekali" tangan Min Woo memegang pundakku, dan menariknya agar aku berhadapan dengannya.... Oh, syukurlah,, aku lega.. melihat Min Woo didepanku. Aku langsung memeluknya erat dan menangis.. rasa takut masih menguasai diriku.

"Ya..ada apa? mengapa kau menangis" tapi aku malah mempererat pelukanku, berusaha menghindari pertanyaan Min Woo karena jawaban yang kuberikan pasti tidak masuk akal.

***************************

Aku sudah berada di atas ranjangku, duduk menelungkupkan kakiku dan memeluknya erat dengan kedua tanganku. Tubuhku masih sedikit bergetar, dan tangisku sudah reda sekarang, hanya tinggal cegukan kecil.

"ini minumlah.." saran Min Woo, menyerahkan segelas air putih agar aku lebih tenang. Aku menuruti sarannya dan memegang gelas dalam gengamanku. Lalu menatap Min Woo..

"Minu.. apa kau percaya padaku?" tanyaku penuh harap.


To Be Continued

By Author Mila

Tidak ada komentar:

Posting Komentar