Judul : THE THIRD ROOM part 5
Genre : Thriller, Horror, Romance
Rated : General
Cast :
Kang Hea In (author)
Noh Min Woo
Kim Nam Gil
Special appearance : Choi Yeon Rin
Shin Yuri
*************************
Kami, aku dan Nam Gil-shi pergi meninggalkan basement dan menuju ke lantai 6, tempat kami tinggal.
“selamat atas kehamilannya” ucap Nam Gil-shi tiba-tiba saat kami berada di dalam lift.
“terima kasih, ehh…Nam Gil-shi, apa yang sebenarnya terjadi di kamar 603?”
“itulah yang ingin aku dengar darimu, karena aku sangat tidak percaya dengan desas desus di luar”
“desas desus apa?”
“kau belum mendengarnya?” Nam Gil-shi mendelik heran, aku menggelengkan kepala ---jujur.
“menurut yang kudengar…..”
DDDRRRTTT…… Suara ponsel-ku berbunyi…
“Yoboseyo…Minu?”
“Kau sudah pulang?”
“Ne..”
“Ada berita gembira untukmu! Aku mendapatkan kontrak itu, jagiyy. Demoku diterima oleh mereka…Mereka akan merekam ulang dalam format digital dan dipromosikan…nanti aku ceritakan padamu…aku dan teman-teman akan membahas hal ini jadi aku pulang lebih larut. Kau tidak apa-apa bukan?”
“Jinja?? Aku senang mendengarnya! Tapi bisakah kau pulang lebih awal, aku---”
“Akan ku usahakan pulang cepat! Sampai nanti, saranghe”
“Keurom---nado saranghe” balasku pasrah.
Aku menutup ponsel-ku dengan perasaan campur aduk, antara gembira dan kalut, aku hanya terdiam. Tanpa terasa, kami sudah sampai di lantai 6. Saat ini, terutama setelah kejadian tadi, aku benar-benar benci bila harus sendirian.
“Mianhe Nam Gil-shi, pembicaraan kita terpotong, tapi aku sungguh ingin mendengarnya” sesalku, ketika aku hendak memasukkan kunci ke dalam lubang kunci apartemenku.
“Hea In, apakah kau keberatan bila aku mengundangmu ke apartemenku, aku sungguh-sungguh ingin berbicara denganmu. Dan kau tentunya lapar, aku tahu ini berlebihan, tapi kau memerlukan asupan makanan. Kau pasti lemas setelah kejadian di mobil seperti itu” ajak Nam Gil-shi. Aku melirik jam tanganku,
Jam 21.17
Memang sudah malam, aku ragu-ragu akan ajakannya? Apakah wajar bila berkunjung selarut ini? Tapi etika dan logika berbanding terbalik dengan penasaran dan keinginan.
“Baiklah, tapi---” aku mengiyakan ajakannya karena dua alasan utama yang menggelikan, aku takut bila harus sendirian sampai menjelang Min Woo kembali dan juga aku benar-benar lapar, sedangkan saat ini aku sedang tidak mood untuk memasak.
“Jangan khawatir, kupikir tidak akan lama” sergah Nam Gil-shi, seolah menjawab keraguanku.
Dia mempersilahkan aku duduk di kursi makannya, aku memperhatikan sekeliling ruangan. Untuk ukuran pria yang tinggal sendirian, kamar apartemennya cukup rapi dan aku melihat ada beberapa gambar rancangan bangunan serta meja kerja arsitek lengkap dengan alat ukurnya. Dengan melihat benda-benda seperti itu di ruangannya, aku bisa menebak pekerjaannya.
“Apa kau seorang arsitek?” tebakku, dia baru menjawab pertanyaanku ketika semangkuk udon hangat tersaji didepanku. “Makanlah” sarannya. Awalnya aku sungkan, tapi rasa lapar yang melilit perutku tidak mau kompromi dengan rasa sungkanku, akhirnya aku mulai makan.
“Benar, tebakanmu tepat. Aku merancang sekaligus membuat konstruksi bangunan” jawabnya. Sungguh aku tidak menyangka, tadinya kupikir dia hanya seorang tukang reparasi biasa.
“Kau bilang kau akan menceritakan apa yang terjadi di kamar 603?” pintaku.
“Hmm…sebenarnya, aku hanya mendengar desas desus. Aku diberi pekerjaan untuk memugar tempat ini dan merubahnya jadi apartemen mewah, tapi setelah beberapa lama tinggal disini dan mengadakan survey, hanya kamar 603 saja yang akhirnya tidak akan pernah disewakan lagi. Dan rumor tentang kamar 603 berhantu menjadikan apartemen ini tidak diminati oleh sebagian penghuni baru”
Penjelasan Nam Gil-shi menyadarkan aku, mengapa appartemen ini disewakan dengan harga murah, tadinya kupikir karena tempatnya jauh di pusat kota dan juga gedungnya kurang terawat, ternyata ada hal lain yang membuat gedung ini jadi tidak berdaya jual. Aku menyesali, mengapa hal ini tidak kutanyakan sebelumnya, tapi si pengelola mana mungkin mau menceritakannya, yang penting bagi mereka ada penghuni baru yang bersedia menyewa kamarnya.
“Desas desus apa?” desakku.
“Ada yang bilang bahwa seorang gadis meninggal karena bunuh diri di kamar itu, lalu sebagian lagi percaya seorang wanita pernah dibunuh di kamar itu. Dan tentu saja semuanya itu salah karena aku telah menyelidikinya di bagian criminal dan berita itu sama sekali tidak ada”
“Lalu darimana pengelola tahu bahwa kamar itu berhantu, apa sebelumnya ada yang pernah mengisi kamar itu lalu dihantui dan pindah?”
“Sebelumnya ada, tapi dia pindah seminggu kemudian dengan alasan yang tidak masuk akal, katanya dia terganggu oleh suara-suara bising musik tempo dulu yang tidak jelas asal-usulnya. Tapi dia tidak melihat satu kejadian aneh apapun, dan itu pula yang terjadi pada penyewa berikutnya. Karena itu akhirnya si pengelola menutup kamar 603 dan tidak disewakan, tapi yah---gosip cepat beredar dan selanjutnya mempengaruhi keseluruhan pemasaran gedung” paparnya.
Mendengar penjelasan Nam Gil-shi, tentang musik tempo dulu yang sering terdengar dari kamar itu membuat aku membenarkan penjelasannya tadi, “Aku juga pernah mendengar suara musik dari kamar itu. Itulah sebabnya mengapa aku pingsan sesaat setelah masuk kesana” gumamku pelan dan ragu-ragu.
Nam Gil-shi menegakkan badannya, tampaknya dia tertarik dengan ceritaku, hal itu tergambar jelas dari raut wajahnya yang berubah serius. “Aku ingin mendengar ceritamu”
Aku menyipitkan mataku, hal yang aneh dan tidak biasa karena di zaman modern ini, masihkah ada orang yang percaya tahayul dan cerita hantu seperti itu?. “Kau tidak perlu ragu dan merasa aneh bila menceritakannya padaku, percayalah aku berusaha membantumu” tekannya seolah dapat membaca keragu-raguanku.
“Apakah kau akrab dengan hal-hal seperti ini?” tanyaku. Nam Gil-shi hanya mengangguk tidak sabar, tapi aku tahu dia bohong, dia mengangguk hanya untuk mencegahku tutup mulut.
Aku menghela nafas dan akhirnya aku mulai bercerita…. Semua kejadian yang kualami, yang kumimpikan dan yang kurasakan. Setiap detail tanpa ada yang terlewati, dia mendengarkan aku dengan antusias, tanpa menyela, tanpa meragukan aku. Dia percaya padaku!
Saat aku bercerita pada kng, ada menyisip rasa pedih di hatiku, mengapa Min Woo tidak seperti itu, mengapa Min Woo tidak mau mempercayaiku, padahal dia adalah suamiku.
************
Rabu… Jam 06.45
Aku terbangun kala silaunya sinar matahari menyoroti mataku yang terpejam, dan bau daging panggang yang digoreng yang mengelitik hidungku, juga karena aku merasakan kecupan lembut yang mendarat di pipiku.
“Bangun pemalas” bisik Min Woo bercanda di telingaku. Aku membuka mataku, melihat Min Woo tersenyum cerah di pagi hari dan ada nampan sarapan yang tersimpan di samping nakas.
“Pagi sekali bangunnya, tidak biasanya---” sindirku, karena biasanya aku yang bangun lebih dahulu menyiapkan sarapan untukku dan Min Woo.
“Karena aku ingin merayakan keberhasilan kita mendapatkan kontrak rekaman sebelum kau pergi kerja” sahutnya riang. Aku tersenyum senang, kerja keras Min Woo selama ini membuahkan hasil. Bagi seorang musisi, mendapatkan kontrak rekaman adalah awal pengakuan atas bakat dan hasil karyanya.
Aku mencuci muka dan mengosok gigi sebelum memulai sarapan istimewa pagi ini. Kami duduk di atas ranjang, memakan sarapan sambil mengobrol ringan, nampan sarapan berada di tengah-tengah kami. Karena suasana hati ku sedang bagus dan kupikir juga Min Woo merasakan hal yang sama, apa sebaiknya aku mengatakan kabar tentang kehamilanku sekarang.
“Minu, aku---“
“sebentar…ini---tarraaa!” minu mengambil sesuatu dari saku celana pendeknya dan memberikan aku gelang platina model rantai jam tangan tipis. “ini adalah hadiah awal, aku sudah lama tidak memberikanmu hadiah. Kelak kita akan kembali pindah di tengah kota Seoul, membeli apartemen yang nyaman” ujarnya. Dia benar-benar sudah merancang kehidupan masa depannya sendiri dan entah apa lagi yang akan dia rencanakan.
“tapi ini terlalu dini, Minu. Seharusnya kau jangan memboroskan uangmu” sergahku menutupi perasaan bahagia karena hadiahnya, juga perasaan terharu karena impiannya.
“Ani…ini karena aku ingin membahagiakanmu” balas Min Woo, dia mencondongkan tubuhnya hendak menciumku, beberapa saat kami terlena dengan ciuman itu dan baru berhenti ketika susu coklat yang ada di nampan tumpah karena senggolan siku Min Woo.
“Kau memberikan aku pekerjaan tambahan” gerutuku, melihat seprai kami basah berwarna coklat.
“Hehe...mian, ayo kita mandi, aku akan mengantarmu ke kantor hari ini” candanya terkekeh kecil dengan menyunggingkan senyum tanpa dosanya, lalu mengulurkan tangannya, mengajak aku untuk mandi bersama.
**********
“Aku tidak menyukai dia…” ucap Min Woo tiba-tiba, aku tidak mengerti ucapannya karena aku sibuk memasang seat belt.
“Kenapa…siapa?” tanyaku, Min Woo mengerdikkan kepalanya ke kiri, dan aku menoleh ke arah kiri, Nam Gil-shi berada di dalam mobilnya bersebelahan dan sejajar dengan mobil kami saat berada di setopan, menunggu lampu hijau menyala. Dia melirikku tapi sejurus kemudian dia melengos seolah-olah tidak melihatku.
Kemarin malam, setelah aku menceritakan semua tentang yang kualami, Nam Gil-shi tampaknya ingin sekali membahas tentang soal ini tapi aku memotong pembicaraan seru kami, karena waktu telah menunjukkan jam 22.36, sudah terlalu larut. Dan aku takut Min Woo sudah pulang dan tidak menemukan aku berada di rumah, tentu dia akan sangat curiga.
Sepanjang perjalanan ke kantor, aku hanya terdiam, berpikir untuk memberitahukan Min Woo bahwa aku hamil. Tapi niat itu kembali diurungkan ketika Min Woo menerima telepon dari temannya dan membahas tentang rencana rekamannya, lalu sesudah itu Min Woo memintaku untuk mempelajari draft kontrak karena aku orang yang mengerti masalah hukum, legalitas atau hal-hal lain yang tercantum di kontrak. Akhirnya kami pun tiba di kantor, dan Min Woo akan menjemputku sore nanti.
*******
“Yuri, bisakah kau menolongku?” pintaku pada Yuri yang sedang asyik mengetik.
“Ya..tentu saja, apa?”
“Aku ingin kau carikan data criminal dan kematian yang terjadi di sekitar daerah Hwangjeong tahun 1963”
“Bukankah itu tempat eonni tinggal? Memang kenapa?”
“Tidak apa-apa, ada sesuatu yang harus aku ketahui, aku sudah mencarinya di internet tapi tidak ada data apapun. Kupikir aku bisa mencari informasinya di database kepolisian” Yuri menatapku penuh rasa ingin tahu.
“Kita bisa mengaksesnya dari computer Mr. Jang bukan? dia kan seorang jaksa, kita bisa menggunakan passwordnya, ayolah Yuri aku mohon kepadamu.”
“Kita…?” tanya Yuri lagi.
“Saat makan siang, kau akan masuk ke ruangan Mr. Jang dan mengakses komputernya, lalu aku akan berjaga diluar ruangan kalau-kalau ada orang yang curiga, kau kan yang paling mahir menggunakan computer” kataku cepat-cepat menguraikan strategiku, aku menatapnya dengan pandangan sangat memohon dan senyuman rayuanku, awalnya dia sempat mengerutkan keningnya tapi kemudian Yuri mengangguk-angguk setuju.
“Hanya data saja kan? tapi eonnie janji akan menceritakannya padaku, untuk apa ini sebenarnya” rajuknya, aku hanya mengganguk mengiyakan agar Yuri tidak berubah pikiran, dan menyerahkan flash disk-ku pada Yuri. Pencurian data akan dilaksanakan siang ini.
********
Jam 17.15
Min Woo sudah menjemputku dan kami berbelanja bahan makanan lalu langsung pulang. Sejam kemudian kamipun tiba di rumah. Siang tadi aku dan Yuri berhasil mengcopy data criminal dan kematian selama tahun 1963 di Hwangjeong, dan tersimpan aman di dalam flash disk-ku. Aku akan melihatnya nanti setelah makan malam.
Saat memasuki kamar, bau khas susu coklat yang mulai basi yang tertumpah di sepraiku membuatku mual. Rupanya kehamilanku ini membuat aku membenci segala sesuatu yang mengandung susu termasuk baunya. Aku langsung melepaskan sepraiku dan memasukkan ke dalam keranjang pakaian kotor yang sudah mulai menggunung. Apa sebaiknya aku mencucinya sekarang juga? Karena bila menunggu hari jumat nanti sebagai laundry day, aku tidak bisa melakukannya, karena Min Woo mengajakku melihat proses rekamannya.
“Kau lupa membeli bir untukku ya?” tanya Min Woo ketika aku melewati dapur untuk menaruh seprai yang kotor dalam keranjang.
“Ah…ya..mian, aku lupa” sahutku tanpa dosa.
“Aigoo, ya sudah… aku beli lagi saja di mini market depan” keluhnya, lalu pergi ke luar.
Mencuci hanya membutuhkan waktu ½ jam, sesudahnya aku akan mempersiapkan makan malam, itu rencanaku. Akupun turun ke bawah, ke ruang laundry. Suasana disini sangat sepi, seperti biasanya. Aku memasukkan seprai dan pakaian kotor ke dua mesin yang terpisah, agar lebih cepat selesai. Kemudian aku duduk sambil memainkan ponsel-ku, mengecek dan menghapus beberapa sms yang tidak penting yang memenuhi inbox-ku.
Aku begitu serius, memperhatikan ponsel-ku hingga tidak terasa udara di sekitarku lebih dingin, tanpa mempunyai pikiran macam-macam aku lebih merapatkan cardiganku agar sebisa mungkin menutupi seluruh tubuhku. Lalu samar-samar aku mendengar suara musik, mungkin suara itu keluar dari tape mobil yang diparkir di basement pikirku. Tapi lambat laun, suara musik itu bertambah jelas dan aku mengingat suara ini, suara yang sering kudengar berisik dari kamar sebelah---kamar 603, dan musik ini musik tahun 60-an….
Perasaanku mulai tidak enak, beberapa kali mengalami kejadian aneh, aku jadi hafal semua awal-awal tanda kedatangannya. Aku memang merasakan sangat takut, tapi kali ini aku menguatkan diriku, akan aku lawan rasa takut ini. Jantungku berdebar sangat keras…
BRAGG….!!!
Aku terlonjak kaget !! Aku mendengar suara keras dari balik tembok mesin cuci, aku tidak tahu apakah ada ruangan lain di belakang tembok itu karena aku tidak pernah memperhatikannya. Walau dengan perasaan takut yang luar biasa serta udara disekitarku berubah jadi dingin, sangat dingin---sehingga bila aku bernafas, aku bisa melihat gumpalan udara seperti asap yang berhembus keluar dari mulut dan hidungku. ‘Hah..hah..hah..’ suara nafasku berpacu dengan detakan jantungku.
Dddrrttt…. Suara ponsel-ku berbunyi…
Suara bunyi ponsel-ku cukup membuat aku tersentak sedikit, tapi dengan gemetar aku menekan tombol ok…
“Yob..yoboseyo…”
“Jagiyy…kau dimana?” suara Min Woo terdengar dari ponsel-ku.
AAAWWWW…. Aku menjerit panjang…. Dan ponsel-ku terjatuh ke lantai!!
Dia--sosok itu…muncul tiba-tiba dihadapanku dan seolah terkesiap, aku berdiri mematung ketika dia mencoba mengulurkan tangannya dan tiba mendekatiku begitu cepat, otakku bagai tersiram air es yang sangat dingin ketika ia menerobos ke dalam tubuhku….
“JANGAAANN…TOLONG!!...” aku mendengar suara jeritan, sesaat aku terpaku dan segera menyadari bahwa aku berada di rumah ini lagi, rumah si gadis itu. Masih dengan warna hitam, putih, abu---tapi kali berbeda aku bisa mendengar suara, suara rumah ini, suara musik nyanyian tahun 60-an yang mengalun dari piringan hitam yang diputar oleh gramophone tua yang entah bertahan berapa lama lagi, gramophone itu sanggup memutar piringan hitamnya. Aku langsung mendatangi ke arah suara jeritan tadi…
Oh Tuhan---si gadis itu beringsut terpojok di sudut kamar yang sempit, wajahnya sangat ketakutan dan memelas berusaha menghindari sosok tinggi besar yang mendekatinya dengan gaya bak seorang algojo yang akan mengeksekusi tawanannya. Aku mendekati si gadis dan melihat sosok pria itu---ayah si gadis---menatap putrinya dengan tatapan lapar seperti singa yang akan memakan mangsanya. Matanya merah karena mabuk dan berjalan sempoyongan tapi mantap menarik lengan putrinya kasar dan menghempaskannya...selanjutnya aku tidak sanggup menyaksikan kebejatan, kejahatan, perbuatan nista yang dilakukan seorang ayah terhadap putrinya.
******
Saat aku kembali ke masa kini, aku hanya berdiri mematung dan meneteskan air mata. Tubuhku gemetar hebat, aku masih merasakan dingin menembus tulangku, dan secara tiba-tiba dekapan hangat merengkuh tubuhku…
“aku melihatnya…sungguh aku melihatnya…sstt…tenanglah” suara berat yang lembut menenangkanku, tapi ini bukan suara Min Woo melainkan suara Nam Gil-shi, aku mengenalnya. Aku tidak perduli siapa yang ada didepanku, tapi aku membutuhkan tempat untuk bersandar, tempat untuk menghentikan gemetarnya tubuhku karena takut dan shock atas apa yang kulihat. Dia merangkulku erat dan mengusap kepalaku, aku menangis---saat ini aku nyaman berada dalam pelukannya.
"Sedang apa kalian disini?" tanya Min Woo sambil memandang curiga ke arah kami, menurut pandangannya posisi kami memang tidak lazim, kami tengah berpelukan, aku membenamkan kepalaku didada Nam Gil-shi setelah dia berusaha menenangkanku dari penglihatan itu. Spontan aku melepaskan pelukanku mendengar Min Woo bertanya dengan nada penuh curiga.
~~T B C~~
By Author Mila
Tidak ada komentar:
Posting Komentar