Jumat, 21 Januari 2011

THE THIRD ROOM part 6

Judul : THE THIRD ROOM part 6



Genre : Thriller, Horror, Romance

Rated :  17+ (tolong perhatikan ratenya ya!)

Cast :
Kang Hea In (author)
Noh Min Woo
Kim Nam Gil
Special appearance :    Choi Yeon Rin

****************

"Sedang apa kalian disini?" tanya Min Woo sambil memandang curiga ke arah kami, menurut pandangannya posisi kami memang tidak lazim, kami tengah berpelukan, aku membenamkan kepalaku didada Nam Gil-shi setelah dia berusaha menenangkanku dari penglihatan itu. Spontan aku melepaskan pelukanku mendengar Min Woo bertanya dengan nada penuh curiga.

Min Woo langsung menarik lenganku sedikit kasar, berusaha menjauhkan aku dari Nam Gil-shi. “Aku mencarimu di apartemen, aku mendengarmu berteriak di ponsel dan langsung menuju ke ruang laundry" tanya Min Woo cepat-cepat sambil menatapku tajam,, Oh Tuhan.. jangan karena hal ini Min Woo jadi salah paham.

"Kukira aku sudah tidak diperlukan lagi, aku pergi" ujar Nam Gil-shi, sambil melangkah pergi.

"Tunggu.., sebenarnya siapa kau??" tanya Min Woo, membalikkan badannya mencegah Nam Gil-shi pergi.

"Tanya saja pada istrimu itu.." jawab Nam Gil-shi pendek, tanpa menoleh pada Min Woo yang bertanya penasaran dan melangkah pergi dengan dinginnya.


Min Woo langsung menatapku tajam, menuntut penjelasan, sudah kali ketiga dia menemukanku berdua bersama Nam Gil-shi, hanya berdua, hal itu tentu saja membuat dia curiga. Tapi aku tidak mampu menjelaskannya semua yang terjadi di luar nalarku, di luar rasionalku, dia selalu mengatakan aku hanya berhalusinasi, tapi itu tidak demikian. Nam Gil-shi juga merasakannya, dia bisa melihatnya. Oh Tuhan.. aku berada dalam keadaan yang sulit.

Min Woo mendengus kuat “Aku sungguh tidak memahamimu, kau bertingkah aneh sekali akhir-akhir ini, itu karena dia kan? Ada hubungan apa kau dengannya? Dan mengapa kau menangis?” Min Woo menginterogasiku dengan nada menyelidik, aku sungguh tersinggung dengan nada bicaranya. Aku berjalan cepat meninggalkan Min Woo, tapi Min Woo tiba-tiba menarik lenganku dan kami menuju lift tergesa. Dia hanya menatapku tajam diam di dalam lift dan kami pun masuk ke kamar apartemen kami.

“Sekarang jelaskan padaku...apa yang sebenarnya terjadi?”

“Dia hanya menolongku---tidak lebih---aku sudah mengatakan beberapa kali padamu, Minu! Bahwa ada sesuatu yang aneh di appartement ini, tepatnya di kamar sebelah kita, kamar 603. aku dihantui dan aku bisa melihat sosok hantu itu! Aku selalu mendapatkan kilasan asal usul si hantu---”

“Demi Tuhan, Hea In! Itu alasan terbodoh yang pernah aku dengar..!!”

“Apa?? Jadi kau menganggap aku mengada-ada! Jadi kau benar-benar tidak percaya padaku…” aku mulai menangis. Min Woo kumohon jangan mempersulit keadaanku, aku juga tidak mengerti mengapa semua ini terjadi padaku...batinku menjerit.

“Hea In…aku tahu kau pernah sangat terluka dan menderita, tapi apa yang kau katakan memang tidak masuk akal. Lama aku mengenalmu tapi baru sekarang ini kau mengatakan bahwa kau bisa melihat alam lain!”

“Cukup!! Sampai kapanpun kau akan selalu beranggapan aku gila, pembual, pemimpi dan menderita penyakit kejiwaan…kau suamiku Min Woo! Aku cukup punya logika dan akal yang sehat untuk membedakan mana yang khayalan dan mana yang nyata. Aku membutuhkan pertolongan dan itu hanya bisa aku dapatkan bila kau percaya padaku”

“Lantas…karena aku tidak percaya padamu lalu kau berpaling ke pria lain yang kau anggap bisa menolongmu dan percaya padamu! Aku tidak menyangka bahwa kau melakukannya---begitu mudahnya kau berpaling ke pelukan pria lain”

Oh Tuhan…rasanya aku ingin menampar Min Woo saat ini, perkataannya sangat keterlaluan…aku mengeraskan rahangku menahan geram tapi yang bisa aku lakukan hanya menangis dan menatap Min Woo dengan hati tercabik-cabik. Aku perih dan sakit hati….

“Tega-teganya kau…kau sungguh keterlaluan!!” jeritku putus asa. “Kau boleh menganggapku tidak waras, tapi apa yang kualami sekarang adalah nyata…aku lelah menjelaskannya padamu! Sekarang terserah kau…” isakku, aku merasa hancur!

Aku meraih tasku dan berlari menuju pintu…aku membutuhkan ruangan yang lebih luas, dadaku terasa sesak dan kamar ini terlalu sempit bagiku, aku memutuskan untuk pergi meninggalkan Min Woo. Pergi kemana saja asal mampu menghilangkan pikiranku yang kalut…

 “Yaa!! Hea In-ah, tunggu…!!” cegah Min Woo, tapi aku terlanjur marah dan kesal bercampur sedih dengan tuduhannya dan juga ketidakpercayaannya. Aku sangat membutuhkan dia ada disampingku, mendukungku dan mempercayaiku tapi Min Woo tidak bisa memberikan apa yang aku inginkan. Aku membanting pintu dan berlari menuju lift---sialnya lift tidak langsung membuka, aku terpaksa menunggu sesaat. Dan Min Woo menyusulku…

Aku berusaha menghindar dengan membuka pintu yang menuju tangga darurat untuk turun, tapi terlambat…, Min Woo dapat menyusulku dan memelukku dari belakang. Aku berusaha melepaskan diri tapi Min Woo malah mempererat pelukannya, dagunya menempel erat di pundakku.

“Jangan pergi... kau boleh marah padaku, menamparku, memukulku, terserah apa yang ingin kau lakukan. Aku memang salah..dan perkataanku memang keterlaluan! Mianhe…jeongmal mianhe…Hea In-ah, tapi mengertilah alasan aku mengatakan itu semua padamu”

“Jadi kau perlu pembenaran…itu sama saja dengan kau menuduhku melakukan semua itu” ucapku geram. “Aku hanya ingin sedikit kepercayaan darimu, apa itu sulit bagimu walau hanya mendengarkan…lepaskan aku!!” pintaku berusaha melepaskan tangan Min Woo dari pinggangku.

“Itu tidak benar---hanya saja yang kau alami sulit untuk aku percaya” jawaban Min Woo semakin membuat aku marah, dia memang sudah menganggapku gila.

“Hanya karena aku pernah mengalami depresi berat di masa lalu…lalu kau dengan mudah menganggapku gila, begitu bukan?. Tahukah kau alasan aku dapat bertahan dari semua ini karena kau....! Karena kau---aku ingin hidup, karena aku yakin kau mencintaiku dan menyayangiku setelah semua yang aku miliki lenyap. Karena hanya kau yang aku miliki di dunia ini, Minu..” sergahku lirih.

Aku kehabisan tenaga untuk melawannya, aku hanya ingin menangis dan tidak mau lagi melihat wajahnya. Aku membencinya saat ini karena mengetahui kelemahanku dan ketidak berdayaanku tanpa Min Woo disisiku. Oh Tuhan aku membencinya tapi juga sangat mencintainya…namun tuduhannya terlalu menyakitkan bagiku.

“Hea In...” Min Woo melonggarkan pelukannya dan menarik pelan bahuku agar aku menghadapnya.

“Beri aku waktu untuk memahamimu...” ucapnya pelan

“Aku sudah memberikan banyak waktu…aku sudah tidak tahan lagi” aku langsung terisak menatap matanya, lebih tepatnya aku memandang Min Woo dengan pandangan memohon agar dia dapat mempercayaiku.

“Maafkan aku…aku berjanji untuk selalu ada disampingmu dan mendukungmu, apapun yang tengah kau hadapi sekarang, kita akan menghadapinya bersama-sama seperti waktu dulu. Aku akan ada untukmu, aku janji. Sekarang apakah kau percaya padaku” aku mengangguk pelan. Min Woo menangkupkan telapak tangannya di pipiku dan mencium bibirku lembut. Asinnya air mataku masuk ke dalam mulutku melalui sentuhan bibirnya.

“Aku mencintaimu, jagiyy” ucapnya lembut, aku meleleh dengan ucapannya terutama dengan sorot matanya yang lembut, lalu aku menganggukan kepala tanda bahwa juga mencintainya. Segala marahku, semua kekecewaanku, hilang begitu saja saat Min Woo mulai mencium bibirku lagi, hanya ini sedikit berbeda dengan yang tadi, ciuman ini terasa seperti ciuman rasa puas karena kami telah berbaikan kembali setelah pertengkaran tadi.

Min Woo menyapukan lidahnya ke bibir bawahku dan beberapa saat kemudian kami berciuman dengan penuh gairah dan baru terlepas saat kami menyadari bahwa kami masih berada di lorong. Min Woo tersenyum lembut dan menarikku masuk ke dalam kamar appartemen, untuk meneruskan apa yang telah kami mulai barusan.

<<Author POV>>

Pintu kamar 609, terbuka sedikit---tanpa disadari oleh pasangan Min Woo dan Hea In, sorot sepasang mata memandang tajam setiap perbuatan dan mendengarkan semua perkataan mereka. Termasuk memperhatikan seksama ketika mereka berciuman di lorong, dan pintu kamar 609 baru tertutup kala mereka masuk ke dalam kamar 604 dan menutup pintunya.

Nam Gil-shi membalikkan tubuhnya dan bersandar ke pintu, kepalanya menengadah dan dengan raut muka sedih, dia bergumam “kau sangat mirip dengannya, Hea In” lalu pandangannya tertuju tepat di sebuah frame foto yang berisikan dirinya—Nam Gil-shi sedang tersenyum bahagia memeluk seorang wanita yang wajahnya mirip dengan Hea In, hanya saja wanita ini berambut panjang.

<<end author POV>>

Min Woo mengecup punggungku lembut sebagai tanda bahwa dia sangat puas, lalu dia berbaring disampingku, kelelahan. Aku mendekatkan wajahku mencium lembut bibirnya yang terbuka sebagai tanda penutupan percintaan kami. Dan aku menyandarkan kepalaku di dadanya yang bidang, dia menyambut kepalaku dan mengusap lembut rambutku.

Kukira inilah saat yang tepat aku mengatakan padanya, bahwa aku hamil. Aku mengusap dadanya pelan.

“Minu, ada yang ingin kusampaikan padamu…” kataku pelan, menengadahkan wajahku agar aku dapat menatap matanya.

“hmm…apa?” dia menatapku sambil tersenyum

“Aku hamil…aku sudah hamil 3 bulan” ucapku cepat, Min Woo menghela nafas, aku menunggu reaksinya dengan nafas tertahan. Min Woo mengecup keningku dan kembali mengusap rambut pendekku.

“Kukira sekarang saatnya kita membentuk suatu keluarga yang utuh” jawabnya, apa maksudnya ini? aku tidak tahu apakah dia bahagia, kecewa atau pasrah terhadap kehamilanku, jawabannya membuat aku mengeryitkan kening. Min Woo tertawa pelan melihat reaksiku, dan dia menopangkan sikunya menghadapku sehingga terpaksa aku memindahkan kepalaku dari lengannya dan berbaring menghadapnya.

Min Woo mengelus pelan perutku, “aku sudah mempersiapkan diri menghadapinya, jadi kau jangan khawatir, tentu saja aku senang mendengar kau hamil, Hea In, na jagiyya…” kata-katanya membuatku lega.

Kamis… Jam 01.30

Aku terbangun dari tidurku karena aku perlu ke kamar mandi untuk buang air kecil. Min Woo masih terlelap dan memelukku erat. Aku memindahkan lengannya yang melingkari dadaku perlahan, dia sama sekali tidak terusik hingga aku turun dari ranjangku. Aku mencuci tanganku dan membasuh wajahku, setelah selesai buang air kecil. Aku tidak berhenti tersenyum bahagia mengingat kejadian tadi, setelah pertengkaran dengan Min Woo lalu kami berbaikan kembali, dan merasa lega karena Min Woo percaya padaku dan selalu berada disampingku mengatasi semua masalah bersama, juga karena aku dan Min Woo akan memiliki anak dari buah cinta kami, apapun kondisinya kami berjanji akan selalu saling mendukung.

KLIK…

Lampu kamar mandi mati---GELAP---aku tidak mampu melihat apapun, dan hawa itu…hawa dingin itu mulai aku rasakan lagi….sosok itu kembali mendatangiku!!! Walau tidak bisa aku lihat tapi aku bisa merasakan keadaanya.

NYALA---dan itu dia….terpantul di cermin! Berdiri dibelakangku---belum sempat aku menjerit, dia sudah mendekatiku dan seketika tubuhku kaku ketika ia menerobos tubuhku…

“Pergilah….” Gumam gadis itu pelan, tapi aku masih bisa mendengar suaranya. Kini aku kembali ke kilasan masa lalu si gadis itu, berada di kamarnya. Dia duduk di atas matras tidurnya, menekuk kakinya dan menunduk sedih. Rasa iba dan simpati yang mendalam terhadap semua yang dialami si gadis ini membuat aku meneteskan air mata. Aku turut duduk disampingnya, apakah sekarang aku bisa berbicara dengannya? Apakah sekarang aku bisa menyentuhnya? Aku ingin sekali menyampaikan rasa sedihku atas penderitaan yang dia alami.

“Ibu…” gumamnya lagi, Ibu? Pada siapa dia bicara? Padaku? Karena dia terus menundukkan kepalanya. Aku mencoba menyentuh bahunya, memberinya sentuhan lembut. Tapi tanganku bagai meraih udara kosong saat aku menempelkan tanganku di bahunya. Dia tidak nyata---dia bukan berbentuk benda padat yang bisa disentuh, melainkan sebuah bayangan dari dalam mimpiku.

“Aku membencimu ibu….kau meninggalkan aku dengan ayah yang kejam, dia berubah menjadi iblis yang bengis, setan yang keji. Dia terus memaksaku melayani pria–pria kotor itu bila ia kalah berjudi dan menjadikan aku sebagai taruhannya. Dan bila sedang mabuk berat dia terus menyiksaku, menyakitiku, dan memaksaku untuk melayaninya” paparnya dengan nada lirih. Kemudian aku tersentak, karena dia menengadahkan kepalanya dan berteriak “Aku muak---aku muak—aku benci kalian semua!!!”

Dia berdiri dan mengacak-acak lemarinya dan ditemukannya sebuah pisau besar. Dia mengenggam pisau itu dengan kuat, matanya berkilat penuh kemarahan. Oh Tuhan—apa yang akan dia lakukan? Apakah dia berniat untuk bunuh diri? Tapi kemudian dia berdiri dan berlari keluar kamarnya, baru saja aku hendak menyusulnya keluar… tiba-tiba dia mundur dan tangan rapuh gadis itu yang memegang pisau itu, dicengkram kuat oleh tangan yang besar ayahnya.
“Apa kau ingin membunuhku, Yeon Rin? Dasar kau anak perempuan begundal!” bentak si ayah, merampas paksa pisau itu dan mengacungkannya, seolah dia akan membunuh anaknya…                                         
“JANGANNN…!!” cegahku, mendekati mereka berusaha menahan pisau itu menyentuh Yeon Rin tapi ternyata ayahnya hanya mengoreskan pisaunya cepat ke tangan Yeon Rin dan sabetan pisau itu tanpa sengaja menyentuh leherku. Tentu saja teriakanku dan gerakan mencegahku tidak ada gunanya karena yang kuhadapi sekarang adalah kilasan, alam bawah sadarku.

Tiba-tiba aku sudah kembali berdiri mematung di depan kaca, aku melihat sosok itu berdiri di depanku, membelakangiku, tapi pantulan kaca cermin memperlihatkan wajahnya yang mengerikan pucat dan bola mata yang putih yang tertanam di dalam kelopak mata hitam yang cekung, dia menuliskan sesuatu dengan warna merah di cermin.

“Jagiyy..!! ada apa??” suara Min Woo menyadarkan aku, aku tersentak sebentar seolah sekantung kompres es dingin diangkat dari ubun-ubunku, dan aku mulai merasakan aliran darahku mengalir, dan hangatnya udara menyentuh kulitku. Namun aku kembali tersentak melihat sesuatu yang tertulis di cermin dengan warna merah…. Dan aku melihat pantulan ekspresi Min Woo yang berubah terkejut setelah membaca yang tertulis di cermin….


~~T B C~~

By Author Mila

Tidak ada komentar:

Posting Komentar