Jumat, 11 Februari 2011

THE THIRD ROOM part 12 --ending--

Judul : THE THIRD ROOM part 12 (ending)


Genre : Thriller, Horror, Romance

Rated :  General
Cast :
Kang Hea In (author)
Noh Min Woo
Kim Nam Gil
Special appearance :    Choi Yeon Rin

****************

“Hea In…lihatlah dibelakangmu?” sarannya, akupun segera menoleh ke dinding di belakangku….

Dan kembali aku terpaku diam, tersentak dan membelalakan mata….apa lagi yang akan kuhadapi sekarang pikirku, menambah rasa frustasi dalam benakku.

Yang kulihat hanya sebuah dinding yang berwarna putih kusam keabuan dan tampak kotor dengan retakan tembok yang membentuk pola seperti halilintar, juga beberapa bagian tembok yang terkelupas memperlihatkan susunan batu bata didalamnya.

“Inilah yang akan membantumu, Hea In…” ucap Mi Young tenang dan tersenyum. Kemudian dia mendekati dinding dan menyentuhkan telapak tangannya pada dinding tersebut. Secara ajaib, sinar kebiruan yang memancar di seluruh tubuh Mi Young, menyebar ke seluruh dinding, sehingga cahaya itu mampu menerangi ruangan yang temaram.

Aku hanya memandangnya gusar, apa yang akan dilakukan Mi Young? Otakku tidak mampu berpikir, aku hanya berusaha memusatkan pikiranku agar mampu bertahan dari serangan Yeon Rin. Yeon Rin kembali akan menyerangku, tapi aku dengan gesit berkelit, menghindari dari jamahan Yeon Rin, dengan mengitari ruangan semampu aku bisa. Bila dia terus mencelakakanku lagi, aku ragu tubuhku bisa bertahan menghadapi serangannya, terutama bayi dalam kandunganku.

“Mi Young! Katakan apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mungkin menghindar seperti ini sepanjang malam!” seruku.


Mi Young tidak menjawabku, kemudian cahaya yang berpendar memenuhi dinding mulai meredup, dindingnya berubah menjadi elastis? Seperti karet!! Di dinding tersebut muncul sebuah bentuk bola yang menyembul, menimbulkan efek relief, awalnya aku benar-benar tidak paham dengan apa yang terjadi sesungguhnya. Namun secara perlahan bola itu bergerak lambat dan membentuk---WAJAH MANUSIA.

Bisa kulihat secara jelas bentuk dari dahi, mata, hidung, mulut yang mengangga lebar, lalu disusul dengan timbulnya telapak tangan. Dia seperti berusaha keluar dari dinding elastis tersebut, namun tidak bisa karena selaput putih menyerupai karet lebar menghalanginya. Pemandangan relief hidup yang mengerikan! Namun bentuk manusia berselaput itu tidak hanya satu melainkan banyak!! Muncul secara bertahap sehingga seperti sekelompok orang yang mengeliat-geliat berusaha melepaskan diri. Saling timbul tengelam di seluruh permukaan dinding dan mengeluarkan suara-suara rintihan yang menegakkan bulu roma.

“Hea In, kau harus membebaskan mereka! Mereka adalah para arwah yang terperangkap di antara dua dunia. Karena ulah Yeon Rin-lah mereka tidak bisa tenang. Selama mereka terperangkap disini, Yeon Rin akan selalu mengulangi perbuatannya, dan menjadi bertambah kuat” ujar Mi Young.

“Apa...!! Apa yang harus aku lakukan?” sergahku terengah-engah, karena aku aku harus berkelit dan berlari menghindari sentuhan tangan Yeon Rin.

“Berkonsentrasilah….kau hanya perlu mengfokuskan pikiranmu untuk membukanya dan membayangkannya”

Setelah penjelasan Mi Young tadi, baru aku tahu bahwa dinding itu adalah semacam gerbang yang membatasi dua dunia, mereka terpaksa menemui kematian yang belum seharusnya terjadi karena kecelakaan aneh yang ditimbulkan Yeon Rin. Arwah mereka terperangkap, tidak bisa pergi ke tempat yang seharusnya.

Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk melakukan apa yang diperintahkan Mi Young, karena bersamaan dengan itu aku harus menghindari serangan Yeon Rin. Tapi mengetahui aku tidak punya banyak waktu untuk menyelesaikan hal ini segera, mengingat Min Woo masih terluka dan aku takut dia semakin parah karena kehilangan banyak darah, juga nasib Nam Gil Oppa yang tidak kuketahui lagi, apakah selamat atau tidak.

Membayangkan semua hal itu, semakin membulatkan tekadku. Meskipun aku tidak mengetahui bagaimana prosesnya nanti, yang aku bisa lakukan adalah menuruti kata-kata Mi Young. Langkah pertama yang harus aku lakukan adalah memperlambat gerakan Yeon Rin.
Aku mengedarkan pandanganku mengitari seluruh isi ruangan ini, mencoba mencari suatu benda yang bisa aku gunakan untuk melukainya. Dan mataku menangkap seutas tali di lantai juga sebuah kapak besar.

Dengan gerakan cepat aku mengambil seutas tali tersebut, dan membentangkannya, aku berputar ke belakang, membelakangi Yeon Rin dan segera aku kalungkan tali ke leher Yeon Rin dan menariknya kuat-kuat. Tapi tenagaku memang kalah kuat dengan Yeon Rin, dia mampu melepaskan tali dengan mudah dan menarik lenganku dan tanpa aku sadari lagi, tubuhku telah terhempas ke lantai.

Kemudian dengan kesadaran penuh, secara refleks aku berguling ketika Yeon Rin setengah berjongkok ingin mencekikku dengan tangannya, dia begitu marah melihat mangsanya terlepas dan menyeringai menyeramkan seolah mengatakan ‘bahwa kau tidak akan terlepas dariku lagi kali ini’.

Aku segera bangkit berdiri ke sudut ruangan dan mengambil kapak besar yang tersimpan disana, lalu dengan sekuat tenaga aku mengalirkan energiku melalui tangan ini, mengayunkannya kuat ke arah dada Yeon Rin dan “JLEB” kapakpun bersarang disana, menancap didadanya. Yeon Rin sedikit terhuyung dan terjatuh karena ayunan kapakku begitu kuat, aku menyaksikannya dengan pandangan tidak percaya, apakah benar aku telah mengalahkannya?

Melihat Yeon Rin sedikit terhambat, tanpa membuang waktu, aku bergegas menghadap dinding elastis itu dan memejamkan mata. Seperti ada yang menuntunku, aku mulai berkonsentrasi dengan mengosongkan pikiranku. Melupakan Yeon Rin yang secara diam-diam telah bangkit kembali dari jatuhnya, berusaha tidak mendengarkan lengkingan-lengkingan merintih yang berasal dari suara arwah yang berada dari dalam dinding, dan juga berusaha menghilangkan kepanikanku karena memikirkan nasib Min Woo dan Nam Gil. Aku hanya harus membayangkan dinding ini terbuka laksana portal yang menguak lepas.

“Bukalah….aku mohon membukalah!!” jeritku dalam hati berulang-ulang. Kemudian secara perlahan aku merasakan udara hangat menerpa kulitku dan terang yang menyusupi kelopak mataku. Aku bisa merasakannya meskipun mataku terpejam. Tapi konsentrasiku pun buyar ketika ketika kurasakan tangan dingin Yeon Rin telah merapat di leherku menbentuk lingkaran yang mencekik kuat sehingga aku sulit bernafas.

Aku membuka mataku…namun dinding itu hanya membuka sedikit, seukuran bola tennis.

“Hea In, bertahanlah tinggal sedikit lagi…” Mi Young mengingatkan aku, aku sedikit kesal dengan Mi Young, karena dia tidak merasakannya, betapa sulit melakukan semua itu dalam kondisi carut marut seperti ini.

“Kau tidak bisa membunuhku Yeon Rin, kau memerlukan aku! Aku yang akan mengandung jiwamu kelak! Jika aku mati maka kesempatanmu untuk hidup di dunia, tidak bisa kau dapatkan!!” gertakku tegas, entah apa yang merasuki pikiranku sehingga aku mengancamnya demikian. Aku berharap dia bisa dan mau mendengarkan aku, ternyata ancamanku berhasil, Yeon Rin melonggarkan dan melepaskan tanggannya dari leherku. Dia membalikkan badanku dengan kasar agar berhadapannya dengannya.

Lalu disertai dengan seringaian setan, dia mundur perlahan. Dan berdiri kaku, lalu perlahan dia---BERUBAH….menjadi sekepulan asap hitam yang diawali dari kaki lalu naik ke badan dan kepalanya. Dia serupa dengan Mi Young, melayang… hanya saja arwahnya berwarna gelap hitam pekat yang menyebarkan aura jahat didalamnya.

“Hea In….dia sudah berubah! Dia akan memasuki rahimmu, dan menyimpan ruh jahatnya disana!” seru Mi Young tercenggang. Otakku kembali beku, tidak mampu memerintahkan seluruh anggota tubuhku untuk melakukan sesuatu yang dapat menghentikannya…

Tiba-tiba Mi Young berdiri di depanku membentuk sebuah perisai yang menghalangi roh jahat Yeon Rin masuk ke dalam tubuhku…”Hea In, cepat! Konsentrasilah…kau harus mampu membuka gerbang itu, aku tidak sanggup bila harus menahannya lebih lama lagi”

Segera aku memejamkan mata, dan mulai memusatkan pikiranku, tapi baru beberapa detik aku memejamkan mata, secara tidak diduga ruangan ini telah terkepung api, membawa hawa panas yang menerpa tubuhku. Entah darimana asal munculnya api itu, tapi aku tetap pada tekadku untuk membuka gerbang itu sesegera mungkin.

“Hea In….aku tidak mampu bertahan!” ujar Mi Young, si perisai pelindungku sekarang tidak bersinar lagi, cahaya kebiruan yang indah yang menyelubungi tubuhnya kini memudar…hanya sekepulan asap putih yang tak jelas, mulai menyamarkan bentuk Mi Young.

Si asap hitam Yeon Rin makin menguatkan eksistensinya, dia dengan ganas melayang kesana kemari mencoba menembus Mi Young yang menutupi seluruh tubuhku, dan secara sifat api yang menjalar liar memenuhi ruangan menjadi merah menyala, akhirnya mencapai dan membakar dinding dibelakangku sehingga secara magis terbakar dan membentuk sebuah lubang yang lebih besar di tempat lubang seukuran bola tenis yang telah aku buka tadi.

Bagaikan pintu air yang terbuka lebar, mengeluarkan isinya… berupa arwah-arwah para korban Yeon Rin yang mati tidak wajar dan tidak tenang karena terperangkap oleh perangkap iblis yang tidak memungkinkan mereka untuk pergi ke tempat yang sudah semestinya.

Mi Young pun semakin melemah…dan akhirnya dia menyerah, lalu dengan suatu manuver cepat dari Yeon Rin, dia melayang menuju perutku, mencoba masuk ke dalam rahimku. Akupun pasrah…”Tuhan tolong aku!! Jangan biarkan dia!!” jeritku dalam hati.

Tinggal beberapa senti lagi, Yeon Rin memasuki perutku. Tiba-tiba arwah-arwah yang melayang berkeliaran membentuk sebuah perisai didepanku, peisai yang sangat kokoh melindungiku. Hingga roh Yeon Rin terpental, lalu ditarik paksa oleh arwah yang lainnya---diseret masuk ke dalam lubang di dinding tempat keluarnya para arwah penasaran tadi.

Aku menyaksikannya dengan penuh keterkejutan dan terpana, setelah Yeon Rin berhasil dijerumuskan masuk, lalu secara magis pula lidah api yang menjilati dinding, turut masuk dan membakar arwah Yeon Rin dengan buas. Sehingga tidak ada celah baginya untuk melepaskan diri. Kemudian setelah terbakar habis, lubang di dindingpun menutup dengan sendirinya.

“Hea In…kini semua telah aman, sebaiknya kau kembali. Kau telah membebaskan mereka…mereka semua berterima kasih padamu” ujar Mi Young. Aku melihat beberapa arwah pria melemparkan senyum penuh terima kasih padaku. Aku bagaikan berada di negeri dongeng yang dipenuhi dengan rangkaian cahaya putih kebiruan.

“Hea In…kembalilah sebelum ruangan ini terbakar semuanya. Pejamkanlah matamu aku akan membimbingmu” aku segera menuruti perintah Mi Young dengan memejamkan mataku. Panasnya api mulai menyentuh kulitku….dan membuatku terbatuk-batuk karena asap tebal yang kuhirup dan juga membuat mataku pedih.

<<<AUTHOR POV>>>

Tangan kekar dan kuat serta berlumuran darah, menggapai keatas, mencoba mencari sesuatu untuk dijadikan tumpuan, agar bisa menarik tubuhnya bangkit. Untung saja terjatuh menimpa kanopi yang berada tepat di bawah balkon lantai 6. Kanopi plastik tersebut sengaja dipasang untuk melindungi hujan di beberapa bagian gedung yang sudah rusak, agar air hujan tidak merembes ke dinding dan membuat tembok menjadi lebih rapuh.

Tangan Nam Gil, mampu meraih sebuah teralis besi yang dijadikan tiang penyangga kanopi. Dia berpegangan erat pada tiang tersebut dan menarik dirinya agar lebih bertahan dan tidak terjatuh ke bawah, karena sepertinya kanopi tersebut sudah tidak mampu menahan bobot tubuhnya. Terdengar suara derak yang menandakan kanopi sebentar lagi akan runtuh.

Dan benar saja, kanopi pun meluncur mulus ke bawah, memaksa Nam Gil untuk lompat segera, meraih terali besi balkon dan menghindari dirinya untuk ikut terjatuh. Walau wajahnya terlihat kesakitan dan sebagian tubuhnya terluka karena pecahan kaca, tapi rasa sakit itu ditahannya. Dia segera menaiki tangga besi yang sempit dan sedikit rapuh, tangga itu biasanya digunakan untuk tangga darurat yang diletakkan di luar gedung.

Akhirnya dengan bersusah payah, Nam Gil berhasil naik sampai lantai 6 dan kembali memasuki ruangan appartemen 603 tersebut. Sakit dan pedih yang dialami bagian tubuhnya seolah tidak dirasakannya, hanya satu tujuannya menolong Min Woo dan Hea In.

Nam Gil segera berjongkok mendekati Min Woo. “Min Woo, ayo kita keluar dari sini, bertahanlah!” ujar Nam Gil. Lalu dia dengan susah payah memapah Min Woo yang kelihatan betul sudah sangat lemas, darah begitu penuh memenuhi pakaiannya. Nam Gil membaringkan Min Woo di lorong lantai 6 perlahan…dan kemudian segera bergegas menuju ke dalam lagi.

“Nam Gil-shi….” Panggil Min Woo lemah. Nam Gil menoleh, “apapun yang terjadi, selamatkan Hea In…” pinta Min Woo menahan sakit. Nam Gil hanya menggangguk mantap. Lalu kembali masuk ke dalam.

Nam Gil segera mendapati sosok tubuh Hea In yang bergelung di lantai di pojok ruangan. Tubuh Hea In sangat dingin dan matanya terpejam erat, hanya kelopak matanya yang sedang tertutup, sedikit bergerak-gerak karena bola mata di dalamnya, bergerak liar. Hea In seperti sedang mengalami mimpi.

Nam Gil segera membopong Hea In dalam gendongannya, lalu diletakkan kembali di lorong bersebelahan dengan Min Woo. Kemudian dia membawa tas ranselnya dan mengeluarkan beberapa barang, berupa botol kecil berisi bensin dan setoples penuh garam, dan kapur. Lalu mengambil kapur itu dan melukis anagram besar di lantai, menaburkan garam disepanjang garis anagram.

Setelah itu dia menuliskan sesuatu di kertas kuning yang telah tertera beberapa jampi-jampi di bagian atasnya. Nam Gil menuliskan bukan dengan alat tulis melainkan dengan darahnya sendiri.

Tulisannya berupa nama Choi Yeon Rin, tanggal kematian : 06 Maret 1963.

Lalu kertas itu diletakkannya di tengah-tengah anagram. Kemudian dia menyebarkan bensin di sepanjang lantai yang terdapat anagram dan menyulutkan api dari lighternya.

Nam Gil memperhatikan kobaran api yang membakar lantai tersebut, “semoga ini bisa menolongmu dari pertempuran melawan Yeon Rin di alam sana, Hea In” gumamnya dengan wajah cemas.

Setelah itu Nam Gil, keluar dari kamar tersebut dan mendekati dua manusia yang sedang terbaring lemah, mata keduannya terpejam rapat, sepertinya Min Woo sedang mengalami pingsan, karena Nam Gil mencoba mengecek denyut nadinya juga detakan jantungnya, lalu tergambar wajah lega setelah melakukan semua itu. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi sebuah nomor…

“Hallo, segera kirim ambulan kemari, ke Hwangjeong distrik 16. Ada pasien gawat yang membutuhkan perawatan segera…”

“uhuk…uhuk….” Suara batuk yang keluar dari mulut Hea In. Nam Gil segera menyambutnya dengan ekspresi khawatir. Hea In tampak kesulitan bernafas, terlihat dari mulutnya yang termangap-mangap, mencoba mengatur nafasnya agar normal kembali, seperti asap api memenuhi rongga paru-parunya.

“Hea In…Hea In-ah…” panggil Nam Gil, menguncang-guncang pelan bahu Hea In. Hea In membukakan matanya perlahan, mengerjap-ngerjapkan matanya menyesuaikan diri dengan penerangan di sekitarnya.

“Oppa…”gumam Hea In pelan.

“Kau berhasil mengalahkannya?” tanya Nam Gil, Hea In hanya mengangguk lemah, Nam Gil tersenyum sedikit lega, namun gurat cemas masih terlihat jelas.

“Oppa…Min Woo!” seru Hea In teringat akan nasib suaminya, dia menoleh ke sampingnya lalu melihat Min Woo yang terbujur berbaring disampingnya.

“Minu…Minu….aku berhasil jagiy, kau harus bertahan….” Isak Hea In sambil memegang tangan Min Woo erat dan menepuk pipinya pelan. Namun seolah tidak menyadari kecemasan luar biasa Hea In, Min Woo hanya diam kaku, tidak bergerak.

“Hea In-ah, kuharap kau bersabar….” Sergah Nam Gil menenangkan.

“aniya…andwaee…Minu!!” jerit pilu Hea In yang sekarang meneteskan air matanya lebih deras.

<<<END AUTHOR POV>>>

****

<<< KANG HEA IN POV >>>

2 TAHUN KEMUDIAN

“aappp…paa” celoteh khas anak kecil berumur 2 tahun, terbata-bata.
“yup….sini nak!” sambut seorang pria tersenyum lembut, dan tangan kekarnya mengangkat anak tersebut lalu mengacungkannya di udara. Anak laki-laki kecil itu tertawa-tawa dengan riang.

“kau senang….yaa” tanya si pria sambil mengendongnya.

“aap…paa” panggilnya.

“mwo? Kau bilang appa…Ya!! Hea In!!” seru Nam Gil Oppa padaku, aku sedang duduk di bangku taman sambil memperhatikan mereka. Aku menghampiri mereka.

“Dia memanggilku appa” kata Nam Gil Oppa senang.

“Benarkah? Anak omma pintar yaa? Sini gendong sama omma” sambil mengambil Min Jae dari tangan Nam Gil Oppa. “kau masih letih Oppa, sebaiknya istirahat dulu..” saranku. Dia menuruti saranku dan duduk di bangku taman.

Aku menyerahkan Min Jae ke tangan baby sitternya Nona Gong. Dia segera membawa Min Jae untuk bermain perosotan. Aku kembali duduk disamping Nam Gil Oppa, yang masih antusias memandang Min Jae.

“Min Jae….anak yang manis” gumamnya.

“Ya…dia satu-satunya milikku yang paling berharga” jawabku.

 Lalu dia memandang ke arahku “Bagaimana kabarmu?” tanyanya.

“Baik. Kami baik-baik saja. Oppa, bagaimana pekerjaanmu di Inggris?”

“Tidak ada yang istimewa….aku hanya menjalankan tugasku seperti biasa” jawabnya datar, lalu kami terdiam beberapa saat. Canggung.

<< FLASHBACK ON>>

7 Maret 2011 jam 00.06

“Apakah anda keluarga pasien?” tanya seorang dokter seraya membuka maskernya.

“Ya…saya adalah istrinya! Bagaimana keadaannya dokter?” tanyaku cemas dan khawatir. Berharap dokter memberikan kabar yang baik.

“Maaf, kami telah berusaha---tapi pasien mengalami banyak pendarahan, bukan hanya pendarahan luar tapi juga pendarahan di dalam tubuhnya. Sehingga ada beberapa pembuluh darahnya pecah. Rupanya pasien mengalami benturan yang sangat keras” jelas si dokter, seketika itu lututku sangat lemas, aku berharap bisa melakukan apa saja---apa saja, agar suamiku Noh Min Woo dapat selamat dari kejadian malam ini.

“Anda boleh melihatnya…maafkan kami” ucap dokter dengan sedih.

Aku dengan terisak dan menguatkan diri, memasuki ruangan itu, Unit Gawat Darurat, tempat Min Woo dirawat. Sekali lagi aku harus dihadapkan suatu kenyataan yang pedih, melihat tubuh Min Woo terbaring disana.

“Minu…” panggilku pelan, apakah dia masih bisa mendengar suaraku? Tapi kemudian dia menoleh padaku dan tersenyum lembut. Akupun duduk di sisi ranjang dan mengenggam tangannya erat, kutempelkan tangan yang mulai dingin itu ke pipiku.

“Hea In…jagiyya…” balasnya lirih. “Maafkan aku, selama ini aku tidak mempercayaimu. Aku pria yang bodoh tidak mampu melindungi istri dan  anakku”

“Aniya...aku baik-baik saja, kau juga. Minu…bertahanlah untukku” selaku mengeleng-gelengkan kepala, isak tangisku makin tak tertahankan, tapi aku berusaha tegar didepannya. Aku melihat dia tersenyum lembut, senyum yang paling indah yang pernah kulihat selama bersamanya.

Min Woo melepaskan genggaman tangganku dan mengarahkan tangannya ke perutku, lalu mengusapnya pelan.

“Noh Min Jae---aku menyukai nama itu. Hea In, aku ingin melihatnya lahir dan tumbuh besar, bersamamu….”

“Kita akan melakukannya, Minu….kau dan aku…pasti…” ucapku penuh keyakinan. Tapi Min Woo malah menggelengkan kepala dan mendesah kecil. Hati kecilku tidak bisa dibohongi, Min Woo akan meninggalkan aku, tapi pikiranku, harapanku dan doaku terus berkata bahwa dia akan hidup, menjalani waktu bersama, hidup bahagia seperti dulu.

“Mianhata…Hea In! Nan….saranghamnida” ucap Min Woo terbata-bata, menahan nafasnya. Min Woo mengenggam tanganku erat, secara terpaku aku hanya memperhatikan tangan Min Woo perlahan melonggar, dan kulihat Min Woo kembali tersenyum tipis seolah menahan sesuatu---kemudian diapun menutup matanya perlahan.

Dunia di sekelilingku pun berderak berputar, seolah-olah runtuh menimpaku. Ini bohong bukan? Min Woo hanya tertidur dan sebentar lagi dia akan bangun sambil tersenyum menyapaku. Hatiku dicengkram kuat tangan besi, seperti ribuan pedang menghujam jantungku. Tidak mungkin Min Woo meninggalkan aku. Sakit dan perih melanda dadaku, haruskah hal ini kualami lagi? Setelah kedua orang tuaku lalu suamiku….semua orang yang kucintai? Aku merasa Tuhan sangat membenciku!

Entah berapa ribu kali, aku memanggil namanya….”Minu….Minwoo…!!” tapi dia tidak bergeming, sampai akupun lunglai dan penglihatanku mengabur---gelap.

Di sepanjang pemakaman aku hanya terdiam menangis, tidak menghiraukan siapapun. Termasuk keluarga Min Woo, yang secara jelas menunjukkan rasa tidak sukanya kepadaku, terutama ibu mertuaku. Hanya Chae Young eonnie yang berusaha menghiburku, dan mengatakan bahwa peninggalan dari Min Woo yang benar-benar harus dijaga adalah bayi dalam kandunganku. Dia benar! Aku harus kuat…demi anak ini, anak kita…Min Woo.

<<<FLASHBACK OFF>>>

Semenjak kematian Min Woo, Nam Gil Oppa-lah yang selalu ada disampingku, menghiburku, dan menyemangatiku. Dia memahami betul kesedihan dan rasa kehilangan yang amat mendalam melanda diriku, karena dia pernah mengalami hal yang sama. Tapi hati ini sulit menerima kehadirannya, sebagai pedampingku. Terkadang aku memang membutuhkan sosok seorang pria disisiku, tapi aku merasa telah mengkhianati Min Woo bila aku memutuskan untuk menjalin hubungan.

Akhirnya setelah kelahiran Min Jae dan 6 bulan setelah itu. Nam Gil memutuskan mengambil pekerjaan di Inggris, karena sampai dengan saat kepergiannya, tidak ada kejelasan tentang hubungan kami. Selama ini aku hanya menganggapnya sebagai Kakak dan sahabat semata, perasaan suka dan cinta, saling membutuhkan telah kutepis jauh-jauh. Pada saat itu, aku tidak berniat untuk membina hubungan lebih jauh dengannya, karena aku masih merasa Min Woo ada disampingku bila melihat Min Jae.

Kini setelah setahun lebih berlalu, Nam Gil kembali ke Korea. Dan dia masih seperti dulu, dengan perhatiannya dan senyum kharismanya. Dia tampak langsung akrab dengan Min Jae, jagoan kecilku.

Sampai detik ini, semenjak kehadiran Min Jae dalam hidupku, aku tidak pernah dilanda kesepian. Karena seluruh waktuku, dan hidupku hanya kucurahkan untuk Min Jae dan pekerjaanku, beruntung akhirnya aku mendapat posisi di kejaksaan sebagai jaksa muda. Pekerjaan dan Min Jae sangat banyak menyita kehidupan keseharianku sehingga dengan mudahnya aku mengabaikan perasaan hampa karena sepi, tanpa belaian kasih sayang dan cinta dari pria lain.

“Setahun sudah Hea In, aku masih menunggu jawabanmu? Apakah masih sama?” tanya Nam Gil memecahkan kebekuan di antara kami, dia menatapku penuh tanda tanya.

Sebelum memutuskan mengambil pekerjaan di Inggris, Nam Gil memintaku agar aku bersedia menjalin hubungan dengannya sebagai pria dan wanita. Tapi dengan berat hati aku tolak, rasanya terlalu cepat bagiku untuk menerima kehadiran pria lain dalam hatiku. “Aku akan kembali dan meminta jawaban darimu nanti” janjinya ketika akan berangkat.

Kini dia sudah kembali, dan memenuhi janjinya untuk meminta jawaban dariku. Aku hanya tersenyum menanggapinya….

“harusnya aku tahu, sudah kuduga kau masih belum bisa membuka hatimu…” keluhnya mendesah pelan.

“Oppa, mianhe! Aku---“

“Hea In, sulitkah bagimu untuk berpaling padaku. Memberiku tempat dihatimu walau hanya sedikit? Kupikir sampai kapanpun Min Woo memang selalu ada dihatimu, aku tahu itu. Aku hanya ingin kau berbagi sedikit kebahagian bersamaku….berikan aku waktu dan kesempatan untuk membuatmu mencintaiku? Bisakah kau melakukannya?”

“Oppa….” Aku mengambil tangan Nam Gil dan mengenggamnya erat, dia tampak tercenggang dengan reaksiku.

“Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, aku telah menguburkan hatiku dalam-dalam, bersabarlah terhadapku. Aku mohon…” pintaku dengan sungguh-sungguh.

*****

Aku segera terbangun dan duduk ketika ku mendengar Min Jae, menangis dengan keras di kamarnya. Kulirik jam meja di nakas…

Jam 02.03

Segera aku bangkit dan bergegas ke kamar Min Jae yang terletak di seberang kamarku. Aku memang tinggal di appartement baru yang cukup nyaman di tengah kota Seoul, appartemen ini aku beli dari uang hasil royalty album Min Woo yang sukses di pasaran. Hanya sayang sang penyanyi---suamiku, tidak bisa menikmati hasil kerja kerasnya. Mengingat hal ini kembali, membuat dadaku terasa sakit lagi.

“Min Jae, sayang…omma dat----“ sapaanku pada Min Jae terpotong ketika ku melihat di kamar Min Jae, ada seseorang yang berdiri membelakangiku, sepertinya dia sedang mengendong Min Jae. Siapa dia? Kemudian suhu kamar Min Jae yang asalnya hangat berubah menjadi dingin perlahan, seketika itu juga hatiku mencelos, dan terpaku. Aku sangat hafal situasi seperti ini…. Ini berarti tanda-tanda awal kedatangan sesosok hantu…..

Dan benar saja, bila melihat penampakan dari belakang saja sudah menyiratkan kesan seram, dengan pakaian serba hitam dan rambut kusut masai berwarna kelabu. Kemudian diapun secara perlahan membalikkan badannya…..aku bisa melihat wajahnya dan AAAHHHHH…..jeritku tertahan…..wajahnya itu lebih mengerikan dari Yeon Rin. Dengan rambutnya yang kelabu panjang kontras dengan wajah yang rusak penuh darah, sehingga aku bisa melihat sedikit warna putih tulang pipinya, yang tersibak dari lubang yang mengangga di seluruh pipi kirinya.

Dia berupa sosok hantu perempuan setengah baya yang memiliki wajah yang rusak!! Lalu dengan seringaian yang aneh dan menyeramkan dia berkata “anakmu akan menjadi milikku” lalu dia tertawa lepas---bukan tawa yang biasa, tapi seperti tawa ringkih yang melolong mengerikan membahana ke seluruh ruangan, bercampur dengan suara tangis keras Min Jae….

“TIIIIIDAAAAAKKKKK…….” Jeritku.

Aku bangun dengan terengah-engah, dadaku masih menahan pacu jantungku yang berdetak lebih kencang. Aku memegangi dadaku, untuk sedikit menenangkannya. Syukurlah hanya mimpi! “hanya mimpi” gumamku menarik nafas lega.

Namun kudengar suara Min Jae menangis keras, dan secara otomatis aku melirik jam di nakas.

Jam 02.03

Perasaanku mulai tidak enak, tapi dengan segera aku bergegas ke kamar Min Jae. Baru saja aku melangkah masuk ke kamarnya, tiba-tiba hawa dingin menerpaku. Membuat aku terkesiap, ini masih mimpi atau bukan?

Dan benar saja, sosok itu ada disana sedang mengendong Min Jae……

“tiiiiiiidddaaaaakkkkk……!!!” jeritku panjang.

~~~ THE END ~~~

By Author Mila

Akhirnya setelah tayang 12 episode plus epilog…..
Saya *ehem…ehem…dengan bangga belagu* berhasil menamatkan FF  THE THIRD ROOM… hikss….hiksss….sediii deee!!

Gimana-gimana,,,ma endingnya……??  Silakan komen yaa??



Tidak ada komentar:

Posting Komentar