Sabtu, 05 Februari 2011

The New Year’s Night Mystery - Chap 1- (By Yosin Arek Narzis)

Chapter 1: The Party  (FF Lomba elfanfic)



-Kim Nam Gil, 30 Desember 2010, jam 13.49-


Tumben sekali Dong Hae mengajakku ke apartemennya untuk merayakan pesta tahun baru bersama. Biasanya ia pergi ke Pulau Jeju saat liburan, entah mengapa kali ini ia tidak bepergian.

“Mau ikut tidak?” tanya Dong Hae.

Aku menaikkan sebelah alisku. “Mana mungkin aku menolak? Sudah lama sekali kita tidak berpesta bersama. Ya ‘kan Min Woo?” jawabku sambil menyenggol lengan Min Woo.

“Ah, terserah kau saja,” Min Woo terkejut. Sepertinya ia tadi sedang melamun. Kira-kira apa yang dilamunkannya ya?

“Omong-omong, apakah kamu akan masak sendiri nanti malam? Jika ya, jangan lupa untuk memasak ayam bakar,” candaku kepada Dong Hae. Aku sangat menyukai ayam, mulai dari ayam rebus, ayam goreng, ayam bakar, semuanya aku suka.

“Baiklah,” jawab Dong Hae sambil tersenyum. “Pestanya akan dimulai jam 8 malam besok, jangan terlambat ya!”
Min Woo mendengus. “kalau Nam Gil tidak terlambat sampai ke rumahku, aku juga tidak akan terlambat,” sindirnya.

“Apa boleh buat, motorku ‘kan sedang diservis,” elakku. Aku terpaksa menumpang di mobil Min Woo karena motorku sedang diperbaiki di bengkel, ada kerusakan di bagian mesinnya. Mungkin karena aku terlalu sering memakainya, tapi jarang kubersihkan. Sampai kemarin, tiba-tiba mesinnya mogok. Motor ini kubeli bulan September lalu, jadi aku belum terlalu menguasainya. Apa boleh buat, terpaksa kubawa ke bengkel. Untung saja Min Woo berbaik hati mau meminjamkan mobilnya padaku selama motorku diperbaiki.

Kami bertiga –aku, Min Woo, dan Dong Hae- sudah bersahabat sejak SMA. Diantara kami bertiga, Dong Hae-lah yang paling mandiri sebab ia tinggal sendirian di apartemennya, sementara Min Woo dan aku tinggal di rumah kami masing-masing bersama keluarga kami. Rumah Dong Hae jauh dari universitas kami jadi ia tinggal di apartemen, dan besok malam ia mengundang kami ke apartemennya untuk merayakan pergantian tahun. Semoga saja besok acaranya meriah.


- 31 Desember 2010, jam 20.17-


Untung saja rumah Min Woo tidak terlalu jauh dari rumahku, jadi aku bisa berjalan kaki ke rumahnya. Setelah selesai bersiap-siap, kami berangkat bersama. Tidak lama kemudian, kami tiba di apartemen Dong Hae, dan kami takjub melihat begitu banyak motor dan mobil yang ada di parkiran sampai-sampai kami hampir tidak bisa memarkir mobil.

“Ramai sekali malam ini. Memangnya siapa saja sih yang diajaknya kemari,” keluh Min Woo. Ia kurang menyukai keramaian, terutama di apartemen sesempit ini yang dipenuhi orang-orang sebanyak ini.

“Sabar sajalah. Dong Hae ‘kan punya teman banyak, kasihan yang lain kalau tidak diundang. Masuk yuk,” ajakku sambil menutup pintu mobil.

Kami berjalan memasuki lobby. Di dekat kami, segerombolan orang-orang muda—kira-kira 6-7 orang—berkumpul di dekat jalan masuk. Kelihatannya mereka teman-teman Dong Hae yang juga diajaknya karena tampaknya mereka seumuran dengan kami. Kami berjalan melewati mereka dan naik ke kamar Dong Hae menggunakan lift. Sesuai dugaan kami, kamar yang sempit itu sudah penuh sesak dengan orang. Min Woo hanya bisa geleng-geleng melihatnya.

Bisa dibilang, Dong Hae memang hebat. Tidak akan ada yang mengira kalau ini sebenarnya apartemen sempit yang sedikit berantakan seperti apartemen-apartemen pada umumnya. Di sini ada minuman, lampu warna-warni dan semuanya, seperti di club-club malam. Entah darimana Dong Hae mendapatkan semua ini, jangan-jangan ia berencana ingin mengubah apartemen ini menjadi club? Apa kata orangtuanya nanti.

Sesuai janjinya, Dong Hae memasak sendiri makanannya, dan aku menemukan sepotong besar ayam yang terletak di meja makan. Karena tinggal sepotong, aku langsung melahapnya sampai habis. “Ayam ini lezat sekali”, pikirku. “Dong Hae bisa masak juga rupanya.” Setelah selesai makan, aku berjalan mendekati Min Woo yang sedang memilih minuman bersama Dong Hae. Aku hendak memuji masakannya ketika aku mendengar ada suara perkelahian dari arah dapur.

“Sepertinya di sebelah sana ada keributan,” Min Woo menunjuk kearah dapur. Dong Hae melihat ke arah jari Min Woo dan mendatangi letak keributan itu. Aku yang penasaran menarik tangan Min Woo mengikuti Dong Hae. Min Woo pun dengan cepat melepaskan tangannya dariku.

“Nam Gil, sebaiknya kita jangan ikut-ikut urusan mereka,” sergahnya.

“Ah, ya, kalau begitu kita melihatnya saja, tidak akan terjadi apa-apa kan?”

“Kalau ada apa-apa aku tidak ikut-ikut ya!”

Merepotkan sekali, pasti itu ulah para pemabuk, sedikit-sedikit pasti sudah jadi keributan. Untung saja aku tidak menyukai alkohol, jadi aku tidak pernah mabuk lalu jadi sumber keributan…meskipun kadangkala juga aku menjadi sumber keributan juga karena ikut campur urusan orang. Yah, aku memang tidak bisa diam kalau melihat sesuatu yang tidak beres, dan tanpa sadar aku akan membuat keributan baru. Untung saja Min Woo mengingatkanku tadi.

Kami pun tiba di dapur. Astaga, berantakan sekali. Meksipun hanya dua orang, tetapi dapur kelihatan seperti sedang direnovasi. Memangnya mereka sudah berkelahi sejak kapan sih? Pasti Dong Hae akan kerepotan untuk membersihkan ini semua.

 “Sudah-sudah, jangan bertengkar di sini, memangnya kenapa?” Tanya Dong Hae sambil mencoba melerai kedua orang tadi. Sepertinya mereka orang yang kulihat di lobby.

 “Moon Seong mencuri-curi kesempatan dengan pacarku!,” teriak yang berbadan gendut.

“Sialan kau Ji Yong, siapa yang kau bilang pacarmu, hah?! Bukankah kau menginjak kakiku duluan!?” geram orang yang tadi dipanggil Moon Seong itu.

“Dasar, kalian selalu bertengkar saja! Mengapa kalian selalu mempeributkan aku?” seru perempuan di sebelahku, sepertinya ia pacar si Gendut. Tidak terlalu jelek, untuk ukuran seseorang seperti si Gendut itu…. Aku berpikir, “bagaimana bisa seorang perempuan cantik seperti dia menyukai berandalan seperti si Gendut.”

Seperti biasa, pasti keributan terjadi karena hal-hal yang remeh. Hanya karena terinjak, lalu menjatuhi seseorang, sudah jadi keributan hebat seperti terjadi gempa bumi. Yang benar saja.

“Tenanglah, jangan membuat keributan di sini. Yang lain jadi terganggu,” kataku pada kedua orang itu.

“Eh, Nam Gil…” bisik Dong Hae khawatir. “Kelihatannya orang itu tidak bersahabat.”

“Kau berani memerintahku, hah?!” si Gendut menoleh ke arahku sambil berteriak. Gawat. Lagi-lagi tanpa sadar aku mulai ikut campur dalam pertengkaran mereka. Orang itu mengarahkan tinjunya padaku. Aku cepat-cepat menghindar dan memukulnya dari bawah. Orang itu semakin mengamuk saja, ia menunduk dan memukul punggungku, kemudian berbalik dan meninju rahangku. Kurang ajar sekali dia. Aku langsung bangun dan tanpa berkedip sedikit pun aku langsung melayangkan tendanganku tepat di perutnya. Si Gendut langsung roboh ke lantai.

“Sudah cukup, jangan buat keributan lagi,” teriakku kepada orang itu. Ah, kuat juga orang itu. Rahangku dipukulnya sekuat ini, untung saja aku tidak luka, yah, mungkin besok hanya lebam sedikit.

“Kau tidak apa-apa Nam Gil?” Dong Hae mendekatiku sambil memegang rahangku yang tadi dipukul oleh si Gendut itu, siapa tadi namanya…ah iya, kalau tidak salah namanya Ji Yong.

“Sudah kubilang untuk tidak ikut campur urusan orang, untung saja kau tidak luka parah, kalau tidak, terpaksa acara kita jadi berantakan karena harus memanggil ambulans,” gerutu Min Woo. Hari ini moodnya kurang baik rupanya.

“Aku tidak apa-apa, kau urus saja si gendut itu,” sahutku. “Lho, perempuan yang tadi disini kemana?”

“Mungkin ia pergi mengambil minuman, Moon Seong juga tidak kelihatan. Oh iya, kau hebat sekali. Perkenalkan, namaku Jung Soo,” kata seorang dari gerombolan tadi yang sedang mengurus si gendut itu. “Baguslah, sepertinya kurang baik kalau perempuan itu ada di dekat Ji Yong sekarang, pasti akan menimbulkan pertengkaran, lalu mereka putus deh,” pikirku. Aku berdiri dan berjalan kearah kamar mandi untuk mencuci muka. Ketika keluar dari kamar mandi, aku menyenggol lengan Moon Seong.

“Hei,” Moon Seong menatapku tajam. Akupun membalas tatapannya dengan senyum sinis.

“Ada apa?” tantangku. Kalau ia bermaksud menghajarku di sini, kelihatannya aku memang harus memanggil ambulans, karena aku masih belum pulih total.

“Gara-gara kamu, Hwang Rin jadi kabur! Ayo tanggung jawab!”

Hwang Rin? Jadi perempuan tadi namanya Hwang Rin? Perempuan sombong yang mengira kedua laki-laki itu memperebutkannya, atau memang keduanya memperebutkannya?

“Jangan diam saja, ayo jawab!” Moon Seong mencoba menggertakku.

“Tenang saja, akan kucari dia,” jawabku santai. Aku melangkah keluar dan berjalan melewatinya. Ia tidak bermaksud menghajarku rupanya, ia sepertinya sedikit lebih baik dari Ji Yong. Moon Seong masih menatapku tajam.

Sesuai perkiraanku, Hwang Rin tidak mungkin pergi terlalu jauh. Ia berada di ruang tamu, menangis. Aku duduk di sampingnya dan mengajaknya bicara, tiba-tiba ia menamparku.

“Beraninya kau memukuli pacarku! Apa kau tidak kasihan padanya hah, dasar barbar!”

“Tolong tenang dulu nona. Bukankah ia yang memukulku duluan? Sepertinya kau sangat mencintainya yah? Kalau aku tahu akan seperti ini, aku seharusnya tidak mendekatinya.”

“Ji Yong…dulu ia teman SMP-ku. Kami berteman baik sekali, sampai suatu ketika Moon Seong datang dalam kehidupanku. Ia lebih baik dari Ji Yong yang mudah panas, dan kemudian aku berpacaran dengannya. Ji Yong tidak suka kepada Moon Seong karena ia menganggap Moon Seong sebagai hambatan dalam kehidupan percintaannya denganku, meskipun aku sebenarnya tidak pernah menyukai Moon Seong. Kami berpacaran karena aku dipaksa oleh orangtuaku yang tertarik dengan harta keluarga Moon Seong…dan Ji Yong yang menaruh dendam dengan Moon Seong selalu saja bertengkar dengannya, bahkan hal-hal kecil saja menjadi bahan keributan, seperti tadi ketika kau datang dan memukuli Ji Yong. Kau ini!…” ia berdiri dan mencoba memukulku kembali dengan tasnya. Aku mengelak dan menangkis tasnya, dan mendudukkannya kembali.

“Aku minta maaf,” kataku tulus. “Aku benar-benar tidak tahu tentang itu, aku hanya tidak tahan melihat keributan. Maafkan aku,” aku hendak menghapus airmatanya, ketika tiba-tiba ada seseorang mengagetkanku.

“Wah-wah, siapa nih yang sedang berpacaran, apakah aku mengganggu kalian?” Orang itu…aku mengenalinya. Dia Shindong, teman sekelas Dong Hae yang pernah menraktirku dulu.

“Hai, Shindong, kau masih ingat aku ya,” sapaku ramah sambil menjabat tangannya. “Aku tidak sedang berpacaran, ia sedang sedih, jadi aku menghiburnya”

“Jangan bohong, Nam Gil. Tadi aku melihatnya mencoba memukulmu dengan tasnya. Ya ‘kan, Hyungnim?” Ia menoleh pada orang di belakangnya.

“Ya, aku juga melihatnya, cantik juga ‘pacar’mu itu,” orang di belakang Shindong itu terkekeh. Aku tahu dia, ia kakak kelas Shindong, aku tidak ingat namanya.

“Halo, aku Hee Chul, kakak kelas Shindong,” katanya sambil tersenyum. Ah, aku ingat sekarang, namanya Hee Chul. Dasar, baru saja bertemu sudah menggoda aku.

 “Aku Nam Gil, senang bertemu denganmu. Kalian sudah bertemu Dong Hae?” tanyaku dengan senyum kecut. Mereka baru saja datang, jadi aku menyuruh mereka menemui Dong Hae. Heran, bagaimana mereka bisa parkir ya? Saat aku datang bersama Min Woo tadi, parkiran sudah sangat penuh.

“Belum,” jawab Shindong. “Ayo Hyungnim, kita menemuinya, daah Nam Gil,” ia melambaikan tangannya padaku.

“Hee Chul…Shindong…” Hwang Rin terbata-bata.

“Kau mengenal mereka?” tanyaku.

“Mereka teman Ji Yong. Kami belum pernah bertemu, hanya saja Ji Yong sering membicarakan mereka. Mereka orang baik,” katanya sambil terisak. Seperti tadi, aku merasa kasihan padanya dan aku ingin menghapus airmatanya, hingga tiba-tiba Min Woo berlari ke arahku dengan panik. Ada yang tidak beres.

“Nam Gil...di dapur…Moon Seong…” Min Woo masih terengah-engah sehingga tidak bisa meneruskan kalimatnya. Hwang Rin terkejut, ia langsung berlari ke dapur secepat mungkin. Aku meninggalkan Min Woo yang masih terengah-engah dan bergegas ke dapur.

Betapa terkejutnya aku, aku melihat Moon Seong tergeletak tak bernyawa di lantai dapur dengan pisau dapur menancap tepat di jantungnya dan ada bekas perkelahian. Telah terjadi pembunuhan di sini! Hwang Rin berteriak histeris dan jatuh pingsan.

“Jangan ada yang mendekat!” perintahku kepada orang-orang yang berusaha menyentuh mayat Moon Seong. Shindong dan Hee Chul tampak terkejut, mereka langsung menelepon polisi dan ambulans. Akhirnya ambulans harus datang kemari juga, pikirku. Aku mengedarkan pandanganku ke  sekelilingku, aku tidak melihat Dong Hae, Min Woo, dan Ji Yong!


~To be continued…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar