Judul : THE THIRD ROOM part 11
Genre : Thriller, Horror, Romance
Rated : General
Cast :
Kang Hea In (author)
Noh Min Woo
Kim Nam Gil
Special appearance : Choi Yeon Rin
****************
Sabtu, 5 Maret 2011
Jam 16.11
“Hai…jagiyya” sapa Min Woo ketika dia baru datang, aku sedang membereskan dapur, sehabis memasak tadi. Min Woo menghampiriku dan mengecup pipiku. Aku hanya tersenyum tipis.
“Ini…” katanya riang sambil menyerahkan sebuah kantong kertas besar, aku menengok dan mengeluarkan isinya ternyata sebuah gaun pesta velvet berwarna hijau lumut.
“Aku membelikannya untukmu---aku yakin pasti cocok untukmu, jagiyya”
“Bagus sekali, gomawo” ucapku dengan ekspresi datar. Seharusnya aku senang bukan? Tapi entahlah, aku merasa diriku galau karena kejadian tadi dan merasa bersalah terhadap Min Woo semakin membesar.
“Kau masih marah ya? Karena pagi tadi…” ucap Min Woo ketika melihatku kurang ramah, tidak seperti biasanya. “Maafkan aku jagiyy, karena aku membentakmu” lanjutnya lagi.
Sebenarnya bukan karena masalah Min Woo yang marah padaku tadi pagi, tapi lebih karena masalahku---aku telah membiarkan pria lain mulai menyusup ke dalam hatiku, aku telah membiarkan pria lain menciumku dan secara logika, itu seharusnya tidak boleh terjadi. Tapi getaran itu kenapa mulai merambati hatiku. Apakah aku mulai mengurangi cintaku pada Min Woo.
Mengapa secara tiba-tiba, aku merasa hambar! Tidak---ini tidak bisa, aku harus menghentikannya, perasaanku pada Nam Gil Oppa hanya simpati dan respect. Tidak lebih dari itu.
“Aniyo…aku memang kesal padamu. Tapi aku tidak marah lagi! Minu, bantu aku mencoba pakaian ini ya..” ujarku, memasang senyum manis, berusaha menutupi gundahnya hatiku.
*******
Minggu, 6 Maret 2011
Jam 10.00
Tadi malam aku bermimpi lagi, mimpi yang sama. Min Woo terlihat tidak berdaya berbaring di lantai dingin kamar itu, matanya terpejam dan darah yang membasahi pakaiannya. Serta tiba-tiba Nam Gil Oppa yang terlempar dari jendela. Semuanya masih samar, aku tidak mampu melihat jelas apa yang sebenarnya terjadi, seolah mimpiku terblokir, tidak sejelas seperti yang aku lihat saat mengalami kilasan masa lalu Yeon Rin.
“Jagiya…hari ini kau mau kemana…?” tanyaku ingin tahu, hari ini kuputuskan untuk menemani Min Woo. Kami sedang sarapan sekarang.
“nanti jam 2 siang aku ada janji di studio, kenapa?”
“boleh aku ikut?”
“tumben…ada apa? Biasanya kau menolak kalau diajak, alasannya bosan”
“ani…sekarang aku ingin ikut menemanimu”
“hhmm…terserah..” jawab Min Woo sambil menyeruput kopinya.
Lalu ponselku berdering, Min Woo bergerak cepat mengambil ponselku dan mengecek nama yang tertera di layar…
“Noona yang menghubungimu” katanya, menyerahkan ponselku. Rupanya dia hanya mengecek kalau-kalau Nam Gil Oppa menghubungiku seperti kemarin. Aku sedikit kesal dengan sikapnya yang seolah-olah memata-mataiku.
“Memangnya kau pikir siapa?” olokku, Min Woo hanya terkekeh sambil mengangkat bahu.
“Yoboseyo…eonni” jawabku di ponsel.
“Hea In, kuharap bila hari ini kau ada acara tolong dibatalkan, kau harus ikut denganku hari ini!”
“mwoya…”
“akhirnya mendapat reservasi dari Away Spa, aku mendapatkan 2 ticket treatment untuk 2 orang. Tadinya aku akan pergi dengan temanku, tapi mendadak dia harus pergi ke Jeju karena mertuanya meninggal. Kau harus ikut pergi denganku Hea In, tidak boleh menolak, aku memaksa!” ajak Chae Young eonnie, kentara sekali dia sangat bersemangat. Away Spa adalah salah satu tempat spa terbaik dan termewah di Seoul yang hanya bisa dimasuki oleh previliage member, biasanya membernya adalah kalangan selebritis dan sosialita.
“Tapi eonnie, hari ini aku akan pergi bersama Min Woo…maaf aku---” aku tidak sempat melanjutkan pembicaraanku karena ponselku telah direbut Min Woo.
“Hey..minu!! apa-apaan sih?” protesku. Tapi Min Woo tak mengindahkanku.
“Ya noona…Hea In akan ikut dengan noona hari ini, dia tidak ada acara khusus denganku” Min Woo baru memutuskan teleponnya setelah bicara dengan noona-nya beberapa saat.
“Kau ini kenapa sih? belum tentu aku mau pergi kan? bukankah aku akan ikut pergi bersamamu ke studio!” kataku ketus. Pergi ke spa memang sangat menggoda, tapi berjauhan dengan Min Woo hari ini, pada tanggal ini justru membuat aku sangat cemas dan tidak tenang. Aku takut sesuatu akan terjadi padanya, berdasarkan firasat mimpiku itu.
“Kau yang aneh jagiyya….lebih baik ke spa bukan? dari pada pergi ke studio denganku. Lagipula aku mengizinkanmu pergi, kau tidak tahan ya…bila berjauhan denganku” goda Min Woo.
“Iya…kau benar, aku memang tidak tahan berjauhan denganmu, tapi ini bukan keinginanku---tapi keinginan bayi kita” ucapku mencari-cari alasan. Aku tidak mungkin mengatakan pada Min Woo mengenai pertanda itu. Dia tentu akan menganggap aku berlebihan dan mengarang cerita rekaan, lagipula hal itu belum tentu terjadi.
“Kau mulai mengidam rupanya” sahutnya sambil tertawa dan mengusap perutku lembut. “Tapi kupikir sebaiknya kau pergi ke spa jagiy, disana kau akan lebih relax dan bukankah akan sangat bagus bagi bayi kita, bila kau merasa nyaman”
“Baiklah, aku pergi. Nanti kau pulang jam berapa? Habis dari studio mau kemana? Sebaiknya langsung pulang ya, jangan kemana-mana”
“Astaga, Hea In. Kau seperti polisi saja, mencecarku dengan pertanyaan seperti itu, tidak biasanya, ckckck” respon Min Woo menyindir dengan interogasi dadakanku.
Melihat aku mulai menunjukkan wajah marah dan memelototkan mataku, Min Woo menjawab dengan geli “aku tidak tahu pulang jam berapa, yang jelas aku hanya ke studio, dan tentu saja aku langsung pulang”
******
Jam 18.22
Aku baru saja keluar dari Away Spa bersama Chae Young eonnie, aku hanya setengah hati menikmati treatment disana karena hatiku tidak tenang, aku benar-benar gelisah. Tapi karena tidak ingin menyinggung perasaan Chae Young eonnie yang kelihatan betul sangat menikmati fasilitas spa, aku harus pura-pura menikmatinya juga.
Sepanjang waktu pikiranku hanya dipenuhi dengan bayangan Min Woo dan Nam Gil Oppa. Sesekali aku menelepon Min Woo, menanyakan keberadaanya, tapi jawabannya sama ‘masih di studio’ dan kelihatannya Min Woo tidak suka dipantau intensif seperti itu. Hal ini memang diluar kebiasaanku dan kentara sekali sikap posesif dadakanku menganggu daya kreatifnya dalam mengarasemen lagu.
Baru 1 jam yang lalu, aku menghubungi Min Woo. Aku melirik jam, pukul 18.22. Sebaiknya aku menghubungi dia lagi, ada baiknya aku ikut menyusulnya ke studio untuk menemaninya, dan terutama untuk menenangkan perasaanku yang dilanda kecemasan.
Sebelum aku menghubunginya, tiba-tiba ponselku berdering---Min Woo!
“Ya…jagiyya” jawabku.
“Kau ingat tidak, dimana kau menyimpan tas kerjaku yang isinya kertas-kertas coretan lagu ciptaanku?” tanyanya tiba-tiba.
“Memang kenapa?”
“Tadi aku di studio, dan mencoba composing lagu. Lalu aku ingat ada beberapa coretan kasarku dulu, yang disimpan disini. aku sedang mencarinya”
“Tunggu…kau dimana sekarang?”
“aku ada di appartement kita dulu”
“Hwangjeong?”
“Iya…dimana lagi?”
“Oh Tuhan. Tidak…Minu kumohon pergilah dari sana sekarang juga!”
“Mwo?”
“PERGI DARI SANA SEKARANG JU---“ tiba-tiba kontakku dengan Min Woo terputus. Mendadak pikiranku kalut dan histeris! Dengan gemetar aku mencoba menredial nomor Min Woo, tapi tidak aktif, kurasa firasatku benar. Akan ada sesuatu yang terjadi pada Min Woo.
Dan apa yang sedang Min Woo lakukan disana? Tidak terlintas sama sekali dalam pikiranku bahwa Min Woo berniat pergi kesana. Ke tempat yang terlarang didatangi hari ini.
“Hea In ada apa?” tanya Chae Young eonnie khawatir melihatku panik.
“Eonnie….aku harus segera pergi ke Hwangjeong. Minu ada disana! Aku harus menyelamatkannya!” jawabku meracau, jawabanku jelas membuat Chae Young eonnie mengernyitkan keningnya.
Aku segera menyetop taksi dan naik tanpa menghiraukan Chae Young eonnie yang binggung dengan tingkahku.
“Hwangjeong, distrik 16. CEPAT!!” teriakku pada supir taksi, sang supir tersentak sedikit tapi kemudian dia melajukan mobilnya. Dengan perasaan kalut, aku memikirkan bahwa aku tidak mungkin menghadapinya sendirian, hanya ada satu nama di benakku yang akan selalu menolongku---Nam Gil Oppa.
“Yobboseoyo…oppa!”
“Ya…Hea In…”
“Oppa…aku dalam perjalanan ke Hwangjeong, bisakah oppa menyusulku kesana? Tolong, bantu aku!”
“Kenapa Hea In, ada apa?”
“Min Woo sekarang ada disana…aku takut sesuatu terjadi padanya seperti di mimpiku! Tolong Oppa…aku…aku…takut”
“Nde…arrasso!! Aku kesana segera!”
******
<<Noh Min Woo POV>>
“Oh Tuhan. Tidak…Minu kumohon pergilah dari sana sekarang juga!” jawab Hea In dari ponselku,tapi mendadak suaranya terputus, aku tidak jelas mendengar apa yang ingin Hea In sampaikan.
“Mwo?” tanyaku binggung. Lalu ponselku mendadak mati---aneh, mungkin habis baterai pikirku. Dan sialnya lagi, aku tidak membawa charger.
Tapi mungkin Hea In, masih menyimpan charger cadangan disini. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan, mencoba mengingat-ingat dimana charger dan tas kerjaku disimpan. Biasanya Hea In yang merapihkan semuanya, aku tinggal menanyakan barang yang aku cari lalu Hea In akan langsung mengambilkannya. Dia memang perfeksionis, dan menyimpan segala sesuatu secara terorganisir.
“Ahh…mungkin disini” gumamku ketika aku membuka-buka lemari di dekat dapur. Selama 1 bulan ini, kami memenag tidak pernah meninap disini. Hanya satu kali saja aku datang kesini bersama Hea In dan seorang pelayan untuk memindahkan barang-barang yang dianggap penting ke apartment kami yang baru.
Selama 20 menit, aku mencari akhirnya aku temukan juga charger cadangan, setelah terhubung dengan listrik, aku mencoba menghidupkan ponselku. Dan menghubungi Hea In, tapi ponselku tidak mau diajak kerja sama, tiba-tiba mati begitu saja. Akhirnya aku tinggalkan saja ponselku di atas meja dapur dalam keadaan non aktif. Dan aku kembali mencari tas kerjaku.
DDDRRRTTTT…..dering ponsel.
Bukankah itu ringtone ponselku? Kenapa bisa berbunyi? Bukankah aku meninggalkannya dalam keadaan non aktif? Walau sedikit ganjil, tapi kemudian aku meraih ponselku…
“annyeong…”
“…..”
“yaa…annyeong…”
“……minu….”
“Hea In? Apakah ini kau? Kau dimana?”
“……minu…..tolong….”
“Hea In!! Wae…dimana kau??”
“…..keluarlah….”
Aku mendengar suara Hea In di ponselku, tapi suaranya terdengar sangat jauh dan serak!! Seolah ia sedang menahan sakit atau ketakutan---seketika itu juga aku merasa panik!
Segera aku keluar dari dalam kamar appartemenku dan melihat ke sekeliling lorong…tapi kosong!! Sepanjang lorong sangat sepi…dan penerangan lorong tiba-tiba meredup membuat suasana meremang.
“Hea In!! Kau dimana??” tanyaku sambil menempelkan ponsel lebih rapat ke telingaku.
“…..minu…tolong…”
“iyaa…aku akan menolongmu! Kau dimana?!”
“…..disini….”
Tiba-tiba ponselku mati---tidak ada suara gemerisik sinyal seperti biasanya. “Ahh…habis baterai lagi!” makiku. Aku merasa binggung, karena bukankah Hea In mengatakan dia ada disini! Tapi dimana? Lalu aku berjalan, menajamkan pendengaranku…siapa tahu ada suara-suara yang menyiratkan keberadaan Hea In.
Pada saat aku melewati kamar 603, pintu kamar itu yang biasanya tertutup rapat terkunci, sekarang sedikit membuka sehingga aku secara samar bisa melihat kondisi dalam kamar yang gelap tanpa penerangan.
“…..disini….tolong…”
Kudengar suara sayup sayup itu---meminta tolong. Apa itu Hea In? Mengapa aku bisa mendengar suaranya disini---di dalam kamar ini? Apa yang Hea In lakukan disini? Otakku dipenuhi dengan seribu pertanyaan yang menyeruak, aku hanya mengkhawatirkan Hea In. Aku takut terjadi sesuatu padanya.
Akhirnya dengan jantung berdegup keras karena panik dan gelisah, akupun memasuki ruangan itu.
“Hea In…apa kau ada disini?!” seruku memanggil istriku. Namun ruangan ini hening dan kosong. Hanya angin yang bertiup kencang yang bisa kudengar…akupun melangkahkan kakiku menuju ke tengah ruangan kamar ini. Satu-satunya penerangan di dalam sini hanya dari sorotan lampu di luar gedung, kendati lebih gelap tapi mataku masih mampu melihat dalam keremangan ini.
Entahlah, apakah ini perasaanku atau aku yang terlalu penakut, tapi suasana disini menyebarkan aura malam yang dingin, membuat bulu kudukku berdiri. Menepis semua kemungkinan ganjil, aku memberanikan diri. Menajamkan mataku dan telingaku untuk mencari sosok Hea In disini.
Wuuussshhhh……. Angin dingin malam yang entah darimana sumbernya berhembus, membuat diriku mengigil sesaat karena dingin yang secara tiba-tiba menyebar di seluruh permukaan kulitku.
Tiba-tiba kurasakan sekelebat bayangan muncul dibelakangku, aku dapat melihatnya sekilas dari ekor mataku. Membuatku secara refleks memutarkan badanku untuk memastikan penglihatanku, namun keadaan sama seperti semula hanya kosong dan sepi. Hal ini membuatku mulai tidak nyaman dengan suasana seperti ini. Apa yang sebenarnya terjadi disini?
Kemudian….. BAAAMMM!!! Suara pintu depan menutup dengan sendirinya, menimbulkan berdebam keras, dan membuat jantungku hampir copot karenanya.
Dan dengan enggan aku akui---aku mulai takut!
Saat aku membalikkan badanku untuk melihat pintu depan yang tertutup tiba-tiba, pemandangan di depanku membuat aku menjerit tertahan dan aku merasakan jantungku berhenti sesaat. Sosok itu muncul di hadapanku!! Bukan Hea In, tapi seorang perempuan yang mengerikan…..
“AARRRRRGGGHHHH……!!!”
*******
<<<Kang Hea In POV>>>
Aku terus meminta supir taksi agar mempercepat laju mobilnya, karena aku ingin segera sampai di Hwangjeong. Dalam hati aku terus memohon dan berdoa agar apa yang aku impikan itu hanya ilusi belaka dan tidak mungkin terjadi.
Untung saja sang supir bersedia memenuhi permintaanku, dan entah dalam berapa menit akhirnya kami sampai di lobby, bagiku selama dalam perjalanan ke hwangjeong terasa berabad-abad.
Sesampainya di lobby, aku segera memijit tombol lift, dengan tangan gemetar dan jantung berdegup kencang, aku menunggu pintu lift terbuka!! “ayo…cepatlah!” gumamku. Lama aku berdiri namun pintu lift tidak juga memberi tanda akan turun, dan saat kuperhatikan layar indicator lift yang menunjukkan posisi lift berada---ternyata terhenti di lantai 6.
Aku segera menuju pintu darurat! Aku harus segera menuju ke lantai 6….
“Hea In! Tunggu!!” panggil seseorang di belakangku saat aku membuka pintu darurat. Alangkah leganya ketika aku menoleh ke arah suara yang memanggilku adalah Nam Gil Oppa.
“Kenapa tidak pakai lift?” tanyanya terengah-engah.
“Kurasa liftnya terhenti di lantai 6. Oppa aku harus segera ke atas!” jawabku panik.
Dia segera menarik tanganku dan menaiki tangga menuju ke lantai 6. Aku tidak memperdulikan betapa letihnya diriku menaiki anak-anak tangga sebanyak itu menuju lantai 6, setengah berlari dan tergesa-gesa, seolah-olah melupakan kondisiku yang sedang hamil muda. Harusnya aku lebih berhati-hati, semoga kandunganku kuat, karena aku yakin yang akan kuhadapi nanti akan lebih menguras energiku.
Akhirnya dengan nafas tersengal-sengal, kami sampai juga dilantai 6. Dengan terburu-buru aku menghambur ke pintu kamar appartement ku yang dulu. Aku segera mencari ke sekeliling ruangan appartement, begitupun dengan Nam Gil Oppa. Untuk mencari Min Woo, namun Min Woo tidak kami temukan di ruangan ini.
“ini kunci mobil Min Woo dan jaketnya---Oppa, dia masih disini! Lalu sekarang kemana?” tanyaku cemas.
Namun sayup-sayup aku mendengar suara jeritan seorang pria, di kamar sebelah!! Perasaanku menguat, aku yakin bahwa Min Woo ada disana….segera aku bergegas keluar kamar appartementku dan menuju ke kamar 603. Nam Gil Oppa menyusul dibelakangku….
Aku berusaha membuka pintu dan mengedor-gedor paksa dan berteriak memanggil Min Woo “Minu!! Apa kau ada disana??!!...MINU!!” aku setengah terisak dan memanggilnya berulang-ulang.
Nam Gil Oppa segera mengambil alih handle pintu yang sepertinya terkunci, dia mendorongku ke sisi agar menghindar dari pintu, sepertinya dia akan berusaha mendobrak pintu….setelah 2 kali mengambil ancang-ancang dan menghempaskan dirinya ke pintu dengan sangat kuat. Akhirnya pintu terbuka lebar….
Lututku langsung lemas, dan jantungku seperti mencelos turun ke perutku, aku terpekik melihat Min Woo telah terkapar di lantai dingin kamar itu, bersimbah darah!! Segera aku menghambur ke arah Min Woo dan memeriksa keadaannya, jantungnya masih berdetak, nadinya masih berdenyut lemah….perhatianku hanya terfokus pada Min Woo…
“Minu!! Minu!! kau baik-baik saja, sadarlah…” pintaku terisak, menguncang pelan Min Woo.
“Hea In-ah” erangnya pelan, menahan sakit. Aku sungguh lega dia masih bisa mendengarku dan memberi respon.
“Bertahanlah, kita akan segera pergi dari---“ ucapanku terpotong ketika Nam Gil Oppa memanggilku…
“Hea In---- Ya…Hea In-ah!!” panggilnya dengan nada tinggi. Membuatku kaget.
Aku menoleh ke arah Nam Gil Oppa, baru aku mengerti mengapa Nam Gil Oppa berseru memanggilku.
Ya Tuhan!! Dia berdiri disana, begitu nyata terlihat jelas di hadapanku. Aku bangkit berdiri dan melihat ekspresi wajah Nam Gil Oppa yang mengeras dan tegang.
“Oppa, apa kau bisa melihatnya?” tanyaku bergumam, dia hanya menelan ludah dan mengangguk sekali.
Penampakan Yeon Rin kali ini nyaris sama dengan saat yang aku lihat sewaktu Yeon Rin akan membunuh ayahnya. Hanya saja, kulitnya begitu pucat putih keabuan, seakan darah tidak mengalir disana, warna kulit tanpa pigment yang menyiratkan hawa dingin. Bola mata putih yang tertanam di mata yang cekung sangat kontras dengan warna pucat wajahnya yang menambah seram penampilannya.
Bagai adegan gerak lambat Yeon Rin dengan langkah pelan dan berat mendekati kami, tangannya mengantung tidak berimbang seolah persendiannya hanya ditautkan dengan seutas urat. Tatapan mata yang tak mempunyai pupil hitam, begitu tajam dan siap membunuh siapa saja yang ada dihadapannya.
“Yeon Rin….Yeon Rin….apa----“ gumamku tertahan.
“Hea In, aku belum pernah menghadapi sesuatu sekuat ini, seolah kekuatan iblis menyelubungi tempat ini” sela Nam Gil Oppa, ada nada pesimis didalamnya.
“lantas apa yang harus kita lakukan?” sergahku cemas, mengingat Min Woo masih terbaring dan kukira dia harus segera diberikan pertolongan.
“Sebaiknya kita pergi dari sini…” saran Nam Gil Oppa, memang itu yang terbaik, aku tidak mau berhadapan dengan setan ini.
Kami segera memburu ke arah Min Woo, dan Nam Gil Oppa berusaha membopong Min Woo dari sana. Min Woo mengerang pelan. Dalam hati aku bersyukur bahwa Min Woo masih sadar walaupun kondisinya parah karena pakaian Min Woo sudah basah karena tetesan darah. Luka seperti apa yang diderita Min Woo sehingga darah keluar begitu banyak. Ya Tuhan!! Tolonglah suamiku, bantu dia bertahan, aku tidak mau kehilangan orang yang kucintai untuk kedua kalinya.
Baru saja kami melangkah 4 langkah dengan susah payah, tiba-tiba pintu depan tertutup dengan sendirinya dan menimbulkan bunyi berdebam keras. Aku segera berlari ke arah pintu untuk membukanya. Harusnya aku tahu pintu ini tidak semudah itu terbuka, handle pintu aku tarik dengan paksa…tapi tetap tidak mau terbuka. Diantara perasaaan cemas, takut, tegang, dan adrenalin meningkat, berpacu dengan degupan jantung yang seolah berdetak 1000 kali lebih cepat. Membuat aku mengambang, merasa diantara khayalan dan kenyataan. Aku menjerit dalam hati semoga ini hanya mimpi belaka---HANYA MIMPI. Tapi inilah kenyataannya, bukan mimpi lagi tapi sebuah peristiwa nyata yang kualami dan sangat tidak masuk akal.
“Hea In, jangan panik! Gunakan kekuatanmu---kau harus konsentrasi dan membayangkan pintu itu terbuka. Tenang dan jangan panik…” sergah Nam Gil Oppa mengingatkan. Apa? Jangan panik? Bagaimana bisa? Aku harus menggunakan kekuatanku---kekuatan apa?
“konsentrasilah Hea In, buat pintu itu terbuka---kau hanya perlu membayangkannya” ulang Nam Gil Oppa lagi. “cepatlah tidak ada waktu…!!” perintahnya segera.
Aku berusaha menuruti Nam Gil Oppa, dan berkonsentrasi. Aku ingin keluar dari sini dan menyelamatkan Min Woo, untuk menyelamatkannya, pintu ini harus terbuka! Dan kemudian secara ajaib---bagaikan sihir, pintupun terbuka.
Tanpa membuang waktu, aku segera membantu Nam Gil Oppa untuk memapah Min Woo, tapi rupanya aku kurang cepat. Yeon Rin telah mendekati kami. Dia mencengkram pakaian Nam Gil Oppa begitu kuat sehingga tertarik mundur kebelakang dengan paksa, dan Min Woo-pun kembali tersungkur.
Aku segera berjongkok, menarik tubuh Min Woo, agar ia bisa berpegangan padaku. Tapi melihat Nam Gil Oppa di tangan Yeon Rin, membuat akupun tersentak dan menangkap mata Nam Gil Oppa, seolah menyampaikan pesan agar dia dapat melawan Yeon Rin. Aku tahu Nam Gil Oppa bukan orang baru dalam pertarungan supranatural ini, dia tampaknya mengerti langkah selanjutnya yang harus dia lakukan agar dapat membebaskan diri dari cengkraman tangan kuat Yeon Rin.
Nam Gil Oppa memutarkan badannya agar dapat berhadapan dari Yeon Rin, dan berhasil melepaskan diri dari tangan Yeon Rin, dan berusaha menjatuhkannya dengan menendang Yeon Rin kuat dengan sekali hentakan berputar. Yeon Rin mundur selangkah mantap tanpa sedikitpun gerakan yang menandakan dia akan terjatuh.
Malah hal itu membuat Yeon Rin semakin marah, dengan kasar dia menggapai kerah pakaian Nam Gil Oppa, dan mengangkatnya ke atas. Dan dengan sekali hempasan ke sisi, Nam Gil Oppa seolah terbang melintasi ruangan, dan terhempas ke kaca jendela appartemen yang langsung menuju luar gedung. Kaca jendela pun retak dan pecah karena beban tubuh Nam Gil Oppa yang terlempar dengan suara yang nyaring seiring dengan jeritanku dan teriakan Nam Gil Oppa.
Aku hanya melihatnya terlempar dari jendela appartemen tanpa mampu berbuat apapun, karena di dalam dan di luar hanya diterangi oleh penerangan yang minimal, aku tidak mampu lagi melihat tubuh Nam Gil Oppa disana. Apakah dia terjatuh ke bawah, dari lantai 6. Menyaksikan itu semua seketika membuatku frustasi dan putus asa, aku tidak kuasa menghadapi Yeon Rin.
“Hea In, kau kuat---kau mampu melawannya. Yakinlah pada dirimu sendiri, kau kuat!! Masuklah ke dalam raganya” suara itu kemudian terdengar jelas di telingaku, sangat jelas, sehingga gaung suara terdengar mengiang di telingaku. Dan seakan dihipnotis, aku menuruti suara itu. “Masuklah ke dalam raganya….”
Itu berarti aku harus mendekati sosok Yeon Rin, dan menembusnya? Tanpa pikir panjang, aku meninggalkan Min Woo kembali di lantai dan bangkit berdiri. Aku membulatkan tekad dan memberanikan diri untuk menghadapi Yeon Rin. Karena satu keyakinanku, malam ini tidak boleh ada seorangpun yang menjadi korban.
Sosok Yeon Rin berdiri kaku didepanku, dengan tatapan bengis tanpa ekspresi, seketika udara pun berubah menerpaku, angin dingin yang berhembus menembus kulitku, mengigit tulangku begitu dingin, seakan kau menyentuh es selama beberapa jam, tapi aku bertahan, kondisi ini tidak boleh membekukan tekadku untuk menghadapi Yeon Rin.
Yeon Rin berusaha menggapaiku, ingin mencelakakan aku, tapi anehnya dia tidak mampu mengerakkan tangannya, seolah terkunci rapat, begitupula dengan tubuhnya tidak mampu bergerak. Dia hanya diam mematung, seperti sosok pintu bagiku, ketika aku memasuki badannya, menembus begitu saja.
Rasanya aku seperti tersedot ke kumparan angin yang kencang dan dingin, hanya dingin yang kurasakan membekukan semua tubuhku sehingga aku sulit bernafas dan menghirup udara kosong. Dan aku memasuki dimensi lain yang asing, hanya ruangan kosong yang kelam. Aura suram memenuhi tempat ini, menyergap diriku seolah kekuatan kematian telah menunggu aku disini. dimanakah aku sekarang?
Aku berada di sebuah ruangan, kemudian baru kusadari bahwa ruangan ini adalah tempat dimana Yeon Rin mengakhiri nyawanya, tempat Yeon Rin bunuh diri. Hanya saja seperti lapuk dimakan usia, ruangan ini berubah menjadi sangat tua dan berkesan angker. Hawa dingin menusuk kalbu menyeruak tajam dari tempat ini.
“Hea In, kau datang!” suara yang sama menyapaku dari keterkejutanku, suara yang memerintahkan aku untuk merasuki tubuh Yeon Rin. Samar-samar kulihat sosok yang kukenal membentuk sekepulan asap putih yang semakin lama semakin jelas penampakannya, Mi Young! Dia berupa arwah putih yang tembus pandang hanya cahaya putih kebiruan yang menyelubungi tubuhnya.
Aku hanya terpaku melihat semua itu, Mi Young dalam wujud ruhnya. “Hea In, kau harus bisa menghentikannya, agar dia bisa keluar dari perangkap setan dan mengagalkan reinkarnasi yang diinginkannya” ucapnya tenang.
“Mak…maksudmu?”
“Dia menginginkanmu---dia ingin kembali ke dunia! Tapi langit menolaknya dan akhirnya dia marah dan iblis bersatu dengannya. Kelahirannya kembali akan membawa serta sifat jahat iblis. Jalan satu-satunya adalah mengagalkannya”
“Bagaimana caranya? Katakan pada---AAAAHH“ belum selesai aku meneruskan kalimatku, tiba-tiba sebuah tangan yang kuat mendorong punggungku keras sehingga aku terjatuh cukup jauh dan tersungkur. Kurasakan nyeri di punggung dan pinggulku.
Yeon Rin telah datang menyusulku, dengan pandangan marah dan bersiap untuk menghabisi aku. Dia dengan mantap melangkahkan kakinya menujuku.
“Mi Young!! Bantu aku….!” Pintaku putus asa.
“aku tidak bisa menyentuhnya---ada perisai kuat antara aku dan dirinya, hanya kau yang bisa. Kau harus bertahan, dan mengfokuskan dirimu. Apa yang paling membuatmu untuk bertahan, maka itulah kekuatanmu…” jawabnya.
Sesaat aku teringat perkataan Mi Young tentang keinginan Yeon Rin untuk reinkarnasi dalam kandunganku. Bila dia menginginkannya maka aku tidak akan dibunuh olehnya, dia masih membutuhkan aku, membutuhkan rahimku agar dapat tumbuh dan membesar hingga saatnya lahir nanti. Rasa optimis inilah yang kemudian mulai menjalari semangatku, aku tidak boleh lemah, tidak boleh gentar. Aku harus kuat dan tangguh. Demi bayiku, demi kesucian ruhnya, agar tidak dikontaminasi oleh kekuatan setan.
Akupun bangkit dan mencoba berdiri tegar, berusaha menghilangkan gemetar badanku karena takut dan intens ketegangan yang sangat tinggi, menenangkan jantungku yang berdetak cepat. Dan mengkonsentrasikan pikiranku, dengan memejamkan mata, mencoba mencari jalan keluar.
Tapi Yeon Rin mempunyai kekuatan luar biasa disini, dengan sekali dorongan ke dadaku, seakan gaya gravitasi vertical menyodok diriku terlempar menghantam dinding di belakangku. Rasanya nyeri sekali, sampai-sampai aku mengira tulang igaku kemungkinan patah. Punggungku terasa sakit menghempas dinding. Aku mengaduh keras dan panjang.
“aaaarrrggggghhhh…….!!” Sekilas kulihat Mi Young melayang menghampiriku dengan wajah cemas, tapi kemudian dia tersenyum senang seolah telah menemukan sesuatu yang membuatnya lega.
“Hea In…lihatlah dibelakangmu?” sarannya, akupun segera menoleh ke dinding di belakangku….
Dan kembali aku terpaku diam, tersentak dan membelalakan mata….apa lagi yang akan kuhadapi sekarang….
~~TBC~~
By Author Mila
******
All readers!! Mianhe…karena harapan saia menjadikan chapter ini sebagai ending, tidak bisa dipenuhi….
Abiss ini juga udah kepanjangan…. Mudah-mudah next chapter bisa ending!! BOW…
Genre : Thriller, Horror, Romance
Rated : General
Cast :
Kang Hea In (author)
Noh Min Woo
Kim Nam Gil
Special appearance : Choi Yeon Rin
****************
Sabtu, 5 Maret 2011
Jam 16.11
“Hai…jagiyya” sapa Min Woo ketika dia baru datang, aku sedang membereskan dapur, sehabis memasak tadi. Min Woo menghampiriku dan mengecup pipiku. Aku hanya tersenyum tipis.
“Ini…” katanya riang sambil menyerahkan sebuah kantong kertas besar, aku menengok dan mengeluarkan isinya ternyata sebuah gaun pesta velvet berwarna hijau lumut.
“Aku membelikannya untukmu---aku yakin pasti cocok untukmu, jagiyya”
“Bagus sekali, gomawo” ucapku dengan ekspresi datar. Seharusnya aku senang bukan? Tapi entahlah, aku merasa diriku galau karena kejadian tadi dan merasa bersalah terhadap Min Woo semakin membesar.
“Kau masih marah ya? Karena pagi tadi…” ucap Min Woo ketika melihatku kurang ramah, tidak seperti biasanya. “Maafkan aku jagiyy, karena aku membentakmu” lanjutnya lagi.
Sebenarnya bukan karena masalah Min Woo yang marah padaku tadi pagi, tapi lebih karena masalahku---aku telah membiarkan pria lain mulai menyusup ke dalam hatiku, aku telah membiarkan pria lain menciumku dan secara logika, itu seharusnya tidak boleh terjadi. Tapi getaran itu kenapa mulai merambati hatiku. Apakah aku mulai mengurangi cintaku pada Min Woo.
Mengapa secara tiba-tiba, aku merasa hambar! Tidak---ini tidak bisa, aku harus menghentikannya, perasaanku pada Nam Gil Oppa hanya simpati dan respect. Tidak lebih dari itu.
“Aniyo…aku memang kesal padamu. Tapi aku tidak marah lagi! Minu, bantu aku mencoba pakaian ini ya..” ujarku, memasang senyum manis, berusaha menutupi gundahnya hatiku.
*******
Minggu, 6 Maret 2011
Jam 10.00
Tadi malam aku bermimpi lagi, mimpi yang sama. Min Woo terlihat tidak berdaya berbaring di lantai dingin kamar itu, matanya terpejam dan darah yang membasahi pakaiannya. Serta tiba-tiba Nam Gil Oppa yang terlempar dari jendela. Semuanya masih samar, aku tidak mampu melihat jelas apa yang sebenarnya terjadi, seolah mimpiku terblokir, tidak sejelas seperti yang aku lihat saat mengalami kilasan masa lalu Yeon Rin.
“Jagiya…hari ini kau mau kemana…?” tanyaku ingin tahu, hari ini kuputuskan untuk menemani Min Woo. Kami sedang sarapan sekarang.
“nanti jam 2 siang aku ada janji di studio, kenapa?”
“boleh aku ikut?”
“tumben…ada apa? Biasanya kau menolak kalau diajak, alasannya bosan”
“ani…sekarang aku ingin ikut menemanimu”
“hhmm…terserah..” jawab Min Woo sambil menyeruput kopinya.
Lalu ponselku berdering, Min Woo bergerak cepat mengambil ponselku dan mengecek nama yang tertera di layar…
“Noona yang menghubungimu” katanya, menyerahkan ponselku. Rupanya dia hanya mengecek kalau-kalau Nam Gil Oppa menghubungiku seperti kemarin. Aku sedikit kesal dengan sikapnya yang seolah-olah memata-mataiku.
“Memangnya kau pikir siapa?” olokku, Min Woo hanya terkekeh sambil mengangkat bahu.
“Yoboseyo…eonni” jawabku di ponsel.
“Hea In, kuharap bila hari ini kau ada acara tolong dibatalkan, kau harus ikut denganku hari ini!”
“mwoya…”
“akhirnya mendapat reservasi dari Away Spa, aku mendapatkan 2 ticket treatment untuk 2 orang. Tadinya aku akan pergi dengan temanku, tapi mendadak dia harus pergi ke Jeju karena mertuanya meninggal. Kau harus ikut pergi denganku Hea In, tidak boleh menolak, aku memaksa!” ajak Chae Young eonnie, kentara sekali dia sangat bersemangat. Away Spa adalah salah satu tempat spa terbaik dan termewah di Seoul yang hanya bisa dimasuki oleh previliage member, biasanya membernya adalah kalangan selebritis dan sosialita.
“Tapi eonnie, hari ini aku akan pergi bersama Min Woo…maaf aku---” aku tidak sempat melanjutkan pembicaraanku karena ponselku telah direbut Min Woo.
“Hey..minu!! apa-apaan sih?” protesku. Tapi Min Woo tak mengindahkanku.
“Ya noona…Hea In akan ikut dengan noona hari ini, dia tidak ada acara khusus denganku” Min Woo baru memutuskan teleponnya setelah bicara dengan noona-nya beberapa saat.
“Kau ini kenapa sih? belum tentu aku mau pergi kan? bukankah aku akan ikut pergi bersamamu ke studio!” kataku ketus. Pergi ke spa memang sangat menggoda, tapi berjauhan dengan Min Woo hari ini, pada tanggal ini justru membuat aku sangat cemas dan tidak tenang. Aku takut sesuatu akan terjadi padanya, berdasarkan firasat mimpiku itu.
“Kau yang aneh jagiyya….lebih baik ke spa bukan? dari pada pergi ke studio denganku. Lagipula aku mengizinkanmu pergi, kau tidak tahan ya…bila berjauhan denganku” goda Min Woo.
“Iya…kau benar, aku memang tidak tahan berjauhan denganmu, tapi ini bukan keinginanku---tapi keinginan bayi kita” ucapku mencari-cari alasan. Aku tidak mungkin mengatakan pada Min Woo mengenai pertanda itu. Dia tentu akan menganggap aku berlebihan dan mengarang cerita rekaan, lagipula hal itu belum tentu terjadi.
“Kau mulai mengidam rupanya” sahutnya sambil tertawa dan mengusap perutku lembut. “Tapi kupikir sebaiknya kau pergi ke spa jagiy, disana kau akan lebih relax dan bukankah akan sangat bagus bagi bayi kita, bila kau merasa nyaman”
“Baiklah, aku pergi. Nanti kau pulang jam berapa? Habis dari studio mau kemana? Sebaiknya langsung pulang ya, jangan kemana-mana”
“Astaga, Hea In. Kau seperti polisi saja, mencecarku dengan pertanyaan seperti itu, tidak biasanya, ckckck” respon Min Woo menyindir dengan interogasi dadakanku.
Melihat aku mulai menunjukkan wajah marah dan memelototkan mataku, Min Woo menjawab dengan geli “aku tidak tahu pulang jam berapa, yang jelas aku hanya ke studio, dan tentu saja aku langsung pulang”
******
Jam 18.22
Aku baru saja keluar dari Away Spa bersama Chae Young eonnie, aku hanya setengah hati menikmati treatment disana karena hatiku tidak tenang, aku benar-benar gelisah. Tapi karena tidak ingin menyinggung perasaan Chae Young eonnie yang kelihatan betul sangat menikmati fasilitas spa, aku harus pura-pura menikmatinya juga.
Sepanjang waktu pikiranku hanya dipenuhi dengan bayangan Min Woo dan Nam Gil Oppa. Sesekali aku menelepon Min Woo, menanyakan keberadaanya, tapi jawabannya sama ‘masih di studio’ dan kelihatannya Min Woo tidak suka dipantau intensif seperti itu. Hal ini memang diluar kebiasaanku dan kentara sekali sikap posesif dadakanku menganggu daya kreatifnya dalam mengarasemen lagu.
Baru 1 jam yang lalu, aku menghubungi Min Woo. Aku melirik jam, pukul 18.22. Sebaiknya aku menghubungi dia lagi, ada baiknya aku ikut menyusulnya ke studio untuk menemaninya, dan terutama untuk menenangkan perasaanku yang dilanda kecemasan.
Sebelum aku menghubunginya, tiba-tiba ponselku berdering---Min Woo!
“Ya…jagiyya” jawabku.
“Kau ingat tidak, dimana kau menyimpan tas kerjaku yang isinya kertas-kertas coretan lagu ciptaanku?” tanyanya tiba-tiba.
“Memang kenapa?”
“Tadi aku di studio, dan mencoba composing lagu. Lalu aku ingat ada beberapa coretan kasarku dulu, yang disimpan disini. aku sedang mencarinya”
“Tunggu…kau dimana sekarang?”
“aku ada di appartement kita dulu”
“Hwangjeong?”
“Iya…dimana lagi?”
“Oh Tuhan. Tidak…Minu kumohon pergilah dari sana sekarang juga!”
“Mwo?”
“PERGI DARI SANA SEKARANG JU---“ tiba-tiba kontakku dengan Min Woo terputus. Mendadak pikiranku kalut dan histeris! Dengan gemetar aku mencoba menredial nomor Min Woo, tapi tidak aktif, kurasa firasatku benar. Akan ada sesuatu yang terjadi pada Min Woo.
Dan apa yang sedang Min Woo lakukan disana? Tidak terlintas sama sekali dalam pikiranku bahwa Min Woo berniat pergi kesana. Ke tempat yang terlarang didatangi hari ini.
“Hea In ada apa?” tanya Chae Young eonnie khawatir melihatku panik.
“Eonnie….aku harus segera pergi ke Hwangjeong. Minu ada disana! Aku harus menyelamatkannya!” jawabku meracau, jawabanku jelas membuat Chae Young eonnie mengernyitkan keningnya.
Aku segera menyetop taksi dan naik tanpa menghiraukan Chae Young eonnie yang binggung dengan tingkahku.
“Hwangjeong, distrik 16. CEPAT!!” teriakku pada supir taksi, sang supir tersentak sedikit tapi kemudian dia melajukan mobilnya. Dengan perasaan kalut, aku memikirkan bahwa aku tidak mungkin menghadapinya sendirian, hanya ada satu nama di benakku yang akan selalu menolongku---Nam Gil Oppa.
“Yobboseoyo…oppa!”
“Ya…Hea In…”
“Oppa…aku dalam perjalanan ke Hwangjeong, bisakah oppa menyusulku kesana? Tolong, bantu aku!”
“Kenapa Hea In, ada apa?”
“Min Woo sekarang ada disana…aku takut sesuatu terjadi padanya seperti di mimpiku! Tolong Oppa…aku…aku…takut”
“Nde…arrasso!! Aku kesana segera!”
******
<<Noh Min Woo POV>>
“Oh Tuhan. Tidak…Minu kumohon pergilah dari sana sekarang juga!” jawab Hea In dari ponselku,tapi mendadak suaranya terputus, aku tidak jelas mendengar apa yang ingin Hea In sampaikan.
“Mwo?” tanyaku binggung. Lalu ponselku mendadak mati---aneh, mungkin habis baterai pikirku. Dan sialnya lagi, aku tidak membawa charger.
Tapi mungkin Hea In, masih menyimpan charger cadangan disini. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan, mencoba mengingat-ingat dimana charger dan tas kerjaku disimpan. Biasanya Hea In yang merapihkan semuanya, aku tinggal menanyakan barang yang aku cari lalu Hea In akan langsung mengambilkannya. Dia memang perfeksionis, dan menyimpan segala sesuatu secara terorganisir.
“Ahh…mungkin disini” gumamku ketika aku membuka-buka lemari di dekat dapur. Selama 1 bulan ini, kami memenag tidak pernah meninap disini. Hanya satu kali saja aku datang kesini bersama Hea In dan seorang pelayan untuk memindahkan barang-barang yang dianggap penting ke apartment kami yang baru.
Selama 20 menit, aku mencari akhirnya aku temukan juga charger cadangan, setelah terhubung dengan listrik, aku mencoba menghidupkan ponselku. Dan menghubungi Hea In, tapi ponselku tidak mau diajak kerja sama, tiba-tiba mati begitu saja. Akhirnya aku tinggalkan saja ponselku di atas meja dapur dalam keadaan non aktif. Dan aku kembali mencari tas kerjaku.
DDDRRRTTTT…..dering ponsel.
Bukankah itu ringtone ponselku? Kenapa bisa berbunyi? Bukankah aku meninggalkannya dalam keadaan non aktif? Walau sedikit ganjil, tapi kemudian aku meraih ponselku…
“annyeong…”
“…..”
“yaa…annyeong…”
“……minu….”
“Hea In? Apakah ini kau? Kau dimana?”
“……minu…..tolong….”
“Hea In!! Wae…dimana kau??”
“…..keluarlah….”
Aku mendengar suara Hea In di ponselku, tapi suaranya terdengar sangat jauh dan serak!! Seolah ia sedang menahan sakit atau ketakutan---seketika itu juga aku merasa panik!
Segera aku keluar dari dalam kamar appartemenku dan melihat ke sekeliling lorong…tapi kosong!! Sepanjang lorong sangat sepi…dan penerangan lorong tiba-tiba meredup membuat suasana meremang.
“Hea In!! Kau dimana??” tanyaku sambil menempelkan ponsel lebih rapat ke telingaku.
“…..minu…tolong…”
“iyaa…aku akan menolongmu! Kau dimana?!”
“…..disini….”
Tiba-tiba ponselku mati---tidak ada suara gemerisik sinyal seperti biasanya. “Ahh…habis baterai lagi!” makiku. Aku merasa binggung, karena bukankah Hea In mengatakan dia ada disini! Tapi dimana? Lalu aku berjalan, menajamkan pendengaranku…siapa tahu ada suara-suara yang menyiratkan keberadaan Hea In.
Pada saat aku melewati kamar 603, pintu kamar itu yang biasanya tertutup rapat terkunci, sekarang sedikit membuka sehingga aku secara samar bisa melihat kondisi dalam kamar yang gelap tanpa penerangan.
“…..disini….tolong…”
Kudengar suara sayup sayup itu---meminta tolong. Apa itu Hea In? Mengapa aku bisa mendengar suaranya disini---di dalam kamar ini? Apa yang Hea In lakukan disini? Otakku dipenuhi dengan seribu pertanyaan yang menyeruak, aku hanya mengkhawatirkan Hea In. Aku takut terjadi sesuatu padanya.
Akhirnya dengan jantung berdegup keras karena panik dan gelisah, akupun memasuki ruangan itu.
“Hea In…apa kau ada disini?!” seruku memanggil istriku. Namun ruangan ini hening dan kosong. Hanya angin yang bertiup kencang yang bisa kudengar…akupun melangkahkan kakiku menuju ke tengah ruangan kamar ini. Satu-satunya penerangan di dalam sini hanya dari sorotan lampu di luar gedung, kendati lebih gelap tapi mataku masih mampu melihat dalam keremangan ini.
Entahlah, apakah ini perasaanku atau aku yang terlalu penakut, tapi suasana disini menyebarkan aura malam yang dingin, membuat bulu kudukku berdiri. Menepis semua kemungkinan ganjil, aku memberanikan diri. Menajamkan mataku dan telingaku untuk mencari sosok Hea In disini.
Wuuussshhhh……. Angin dingin malam yang entah darimana sumbernya berhembus, membuat diriku mengigil sesaat karena dingin yang secara tiba-tiba menyebar di seluruh permukaan kulitku.
Tiba-tiba kurasakan sekelebat bayangan muncul dibelakangku, aku dapat melihatnya sekilas dari ekor mataku. Membuatku secara refleks memutarkan badanku untuk memastikan penglihatanku, namun keadaan sama seperti semula hanya kosong dan sepi. Hal ini membuatku mulai tidak nyaman dengan suasana seperti ini. Apa yang sebenarnya terjadi disini?
Kemudian….. BAAAMMM!!! Suara pintu depan menutup dengan sendirinya, menimbulkan berdebam keras, dan membuat jantungku hampir copot karenanya.
Dan dengan enggan aku akui---aku mulai takut!
Saat aku membalikkan badanku untuk melihat pintu depan yang tertutup tiba-tiba, pemandangan di depanku membuat aku menjerit tertahan dan aku merasakan jantungku berhenti sesaat. Sosok itu muncul di hadapanku!! Bukan Hea In, tapi seorang perempuan yang mengerikan…..
“AARRRRRGGGHHHH……!!!”
*******
<<<Kang Hea In POV>>>
Aku terus meminta supir taksi agar mempercepat laju mobilnya, karena aku ingin segera sampai di Hwangjeong. Dalam hati aku terus memohon dan berdoa agar apa yang aku impikan itu hanya ilusi belaka dan tidak mungkin terjadi.
Untung saja sang supir bersedia memenuhi permintaanku, dan entah dalam berapa menit akhirnya kami sampai di lobby, bagiku selama dalam perjalanan ke hwangjeong terasa berabad-abad.
Sesampainya di lobby, aku segera memijit tombol lift, dengan tangan gemetar dan jantung berdegup kencang, aku menunggu pintu lift terbuka!! “ayo…cepatlah!” gumamku. Lama aku berdiri namun pintu lift tidak juga memberi tanda akan turun, dan saat kuperhatikan layar indicator lift yang menunjukkan posisi lift berada---ternyata terhenti di lantai 6.
Aku segera menuju pintu darurat! Aku harus segera menuju ke lantai 6….
“Hea In! Tunggu!!” panggil seseorang di belakangku saat aku membuka pintu darurat. Alangkah leganya ketika aku menoleh ke arah suara yang memanggilku adalah Nam Gil Oppa.
“Kenapa tidak pakai lift?” tanyanya terengah-engah.
“Kurasa liftnya terhenti di lantai 6. Oppa aku harus segera ke atas!” jawabku panik.
Dia segera menarik tanganku dan menaiki tangga menuju ke lantai 6. Aku tidak memperdulikan betapa letihnya diriku menaiki anak-anak tangga sebanyak itu menuju lantai 6, setengah berlari dan tergesa-gesa, seolah-olah melupakan kondisiku yang sedang hamil muda. Harusnya aku lebih berhati-hati, semoga kandunganku kuat, karena aku yakin yang akan kuhadapi nanti akan lebih menguras energiku.
Akhirnya dengan nafas tersengal-sengal, kami sampai juga dilantai 6. Dengan terburu-buru aku menghambur ke pintu kamar appartement ku yang dulu. Aku segera mencari ke sekeliling ruangan appartement, begitupun dengan Nam Gil Oppa. Untuk mencari Min Woo, namun Min Woo tidak kami temukan di ruangan ini.
“ini kunci mobil Min Woo dan jaketnya---Oppa, dia masih disini! Lalu sekarang kemana?” tanyaku cemas.
Namun sayup-sayup aku mendengar suara jeritan seorang pria, di kamar sebelah!! Perasaanku menguat, aku yakin bahwa Min Woo ada disana….segera aku bergegas keluar kamar appartementku dan menuju ke kamar 603. Nam Gil Oppa menyusul dibelakangku….
Aku berusaha membuka pintu dan mengedor-gedor paksa dan berteriak memanggil Min Woo “Minu!! Apa kau ada disana??!!...MINU!!” aku setengah terisak dan memanggilnya berulang-ulang.
Nam Gil Oppa segera mengambil alih handle pintu yang sepertinya terkunci, dia mendorongku ke sisi agar menghindar dari pintu, sepertinya dia akan berusaha mendobrak pintu….setelah 2 kali mengambil ancang-ancang dan menghempaskan dirinya ke pintu dengan sangat kuat. Akhirnya pintu terbuka lebar….
Lututku langsung lemas, dan jantungku seperti mencelos turun ke perutku, aku terpekik melihat Min Woo telah terkapar di lantai dingin kamar itu, bersimbah darah!! Segera aku menghambur ke arah Min Woo dan memeriksa keadaannya, jantungnya masih berdetak, nadinya masih berdenyut lemah….perhatianku hanya terfokus pada Min Woo…
“Minu!! Minu!! kau baik-baik saja, sadarlah…” pintaku terisak, menguncang pelan Min Woo.
“Hea In-ah” erangnya pelan, menahan sakit. Aku sungguh lega dia masih bisa mendengarku dan memberi respon.
“Bertahanlah, kita akan segera pergi dari---“ ucapanku terpotong ketika Nam Gil Oppa memanggilku…
“Hea In---- Ya…Hea In-ah!!” panggilnya dengan nada tinggi. Membuatku kaget.
Aku menoleh ke arah Nam Gil Oppa, baru aku mengerti mengapa Nam Gil Oppa berseru memanggilku.
Ya Tuhan!! Dia berdiri disana, begitu nyata terlihat jelas di hadapanku. Aku bangkit berdiri dan melihat ekspresi wajah Nam Gil Oppa yang mengeras dan tegang.
“Oppa, apa kau bisa melihatnya?” tanyaku bergumam, dia hanya menelan ludah dan mengangguk sekali.
Penampakan Yeon Rin kali ini nyaris sama dengan saat yang aku lihat sewaktu Yeon Rin akan membunuh ayahnya. Hanya saja, kulitnya begitu pucat putih keabuan, seakan darah tidak mengalir disana, warna kulit tanpa pigment yang menyiratkan hawa dingin. Bola mata putih yang tertanam di mata yang cekung sangat kontras dengan warna pucat wajahnya yang menambah seram penampilannya.
Bagai adegan gerak lambat Yeon Rin dengan langkah pelan dan berat mendekati kami, tangannya mengantung tidak berimbang seolah persendiannya hanya ditautkan dengan seutas urat. Tatapan mata yang tak mempunyai pupil hitam, begitu tajam dan siap membunuh siapa saja yang ada dihadapannya.
“Yeon Rin….Yeon Rin….apa----“ gumamku tertahan.
“Hea In, aku belum pernah menghadapi sesuatu sekuat ini, seolah kekuatan iblis menyelubungi tempat ini” sela Nam Gil Oppa, ada nada pesimis didalamnya.
“lantas apa yang harus kita lakukan?” sergahku cemas, mengingat Min Woo masih terbaring dan kukira dia harus segera diberikan pertolongan.
“Sebaiknya kita pergi dari sini…” saran Nam Gil Oppa, memang itu yang terbaik, aku tidak mau berhadapan dengan setan ini.
Kami segera memburu ke arah Min Woo, dan Nam Gil Oppa berusaha membopong Min Woo dari sana. Min Woo mengerang pelan. Dalam hati aku bersyukur bahwa Min Woo masih sadar walaupun kondisinya parah karena pakaian Min Woo sudah basah karena tetesan darah. Luka seperti apa yang diderita Min Woo sehingga darah keluar begitu banyak. Ya Tuhan!! Tolonglah suamiku, bantu dia bertahan, aku tidak mau kehilangan orang yang kucintai untuk kedua kalinya.
Baru saja kami melangkah 4 langkah dengan susah payah, tiba-tiba pintu depan tertutup dengan sendirinya dan menimbulkan bunyi berdebam keras. Aku segera berlari ke arah pintu untuk membukanya. Harusnya aku tahu pintu ini tidak semudah itu terbuka, handle pintu aku tarik dengan paksa…tapi tetap tidak mau terbuka. Diantara perasaaan cemas, takut, tegang, dan adrenalin meningkat, berpacu dengan degupan jantung yang seolah berdetak 1000 kali lebih cepat. Membuat aku mengambang, merasa diantara khayalan dan kenyataan. Aku menjerit dalam hati semoga ini hanya mimpi belaka---HANYA MIMPI. Tapi inilah kenyataannya, bukan mimpi lagi tapi sebuah peristiwa nyata yang kualami dan sangat tidak masuk akal.
“Hea In, jangan panik! Gunakan kekuatanmu---kau harus konsentrasi dan membayangkan pintu itu terbuka. Tenang dan jangan panik…” sergah Nam Gil Oppa mengingatkan. Apa? Jangan panik? Bagaimana bisa? Aku harus menggunakan kekuatanku---kekuatan apa?
“konsentrasilah Hea In, buat pintu itu terbuka---kau hanya perlu membayangkannya” ulang Nam Gil Oppa lagi. “cepatlah tidak ada waktu…!!” perintahnya segera.
Aku berusaha menuruti Nam Gil Oppa, dan berkonsentrasi. Aku ingin keluar dari sini dan menyelamatkan Min Woo, untuk menyelamatkannya, pintu ini harus terbuka! Dan kemudian secara ajaib---bagaikan sihir, pintupun terbuka.
Tanpa membuang waktu, aku segera membantu Nam Gil Oppa untuk memapah Min Woo, tapi rupanya aku kurang cepat. Yeon Rin telah mendekati kami. Dia mencengkram pakaian Nam Gil Oppa begitu kuat sehingga tertarik mundur kebelakang dengan paksa, dan Min Woo-pun kembali tersungkur.
Aku segera berjongkok, menarik tubuh Min Woo, agar ia bisa berpegangan padaku. Tapi melihat Nam Gil Oppa di tangan Yeon Rin, membuat akupun tersentak dan menangkap mata Nam Gil Oppa, seolah menyampaikan pesan agar dia dapat melawan Yeon Rin. Aku tahu Nam Gil Oppa bukan orang baru dalam pertarungan supranatural ini, dia tampaknya mengerti langkah selanjutnya yang harus dia lakukan agar dapat membebaskan diri dari cengkraman tangan kuat Yeon Rin.
Nam Gil Oppa memutarkan badannya agar dapat berhadapan dari Yeon Rin, dan berhasil melepaskan diri dari tangan Yeon Rin, dan berusaha menjatuhkannya dengan menendang Yeon Rin kuat dengan sekali hentakan berputar. Yeon Rin mundur selangkah mantap tanpa sedikitpun gerakan yang menandakan dia akan terjatuh.
Malah hal itu membuat Yeon Rin semakin marah, dengan kasar dia menggapai kerah pakaian Nam Gil Oppa, dan mengangkatnya ke atas. Dan dengan sekali hempasan ke sisi, Nam Gil Oppa seolah terbang melintasi ruangan, dan terhempas ke kaca jendela appartemen yang langsung menuju luar gedung. Kaca jendela pun retak dan pecah karena beban tubuh Nam Gil Oppa yang terlempar dengan suara yang nyaring seiring dengan jeritanku dan teriakan Nam Gil Oppa.
Aku hanya melihatnya terlempar dari jendela appartemen tanpa mampu berbuat apapun, karena di dalam dan di luar hanya diterangi oleh penerangan yang minimal, aku tidak mampu lagi melihat tubuh Nam Gil Oppa disana. Apakah dia terjatuh ke bawah, dari lantai 6. Menyaksikan itu semua seketika membuatku frustasi dan putus asa, aku tidak kuasa menghadapi Yeon Rin.
“Hea In, kau kuat---kau mampu melawannya. Yakinlah pada dirimu sendiri, kau kuat!! Masuklah ke dalam raganya” suara itu kemudian terdengar jelas di telingaku, sangat jelas, sehingga gaung suara terdengar mengiang di telingaku. Dan seakan dihipnotis, aku menuruti suara itu. “Masuklah ke dalam raganya….”
Itu berarti aku harus mendekati sosok Yeon Rin, dan menembusnya? Tanpa pikir panjang, aku meninggalkan Min Woo kembali di lantai dan bangkit berdiri. Aku membulatkan tekad dan memberanikan diri untuk menghadapi Yeon Rin. Karena satu keyakinanku, malam ini tidak boleh ada seorangpun yang menjadi korban.
Sosok Yeon Rin berdiri kaku didepanku, dengan tatapan bengis tanpa ekspresi, seketika udara pun berubah menerpaku, angin dingin yang berhembus menembus kulitku, mengigit tulangku begitu dingin, seakan kau menyentuh es selama beberapa jam, tapi aku bertahan, kondisi ini tidak boleh membekukan tekadku untuk menghadapi Yeon Rin.
Yeon Rin berusaha menggapaiku, ingin mencelakakan aku, tapi anehnya dia tidak mampu mengerakkan tangannya, seolah terkunci rapat, begitupula dengan tubuhnya tidak mampu bergerak. Dia hanya diam mematung, seperti sosok pintu bagiku, ketika aku memasuki badannya, menembus begitu saja.
Rasanya aku seperti tersedot ke kumparan angin yang kencang dan dingin, hanya dingin yang kurasakan membekukan semua tubuhku sehingga aku sulit bernafas dan menghirup udara kosong. Dan aku memasuki dimensi lain yang asing, hanya ruangan kosong yang kelam. Aura suram memenuhi tempat ini, menyergap diriku seolah kekuatan kematian telah menunggu aku disini. dimanakah aku sekarang?
Aku berada di sebuah ruangan, kemudian baru kusadari bahwa ruangan ini adalah tempat dimana Yeon Rin mengakhiri nyawanya, tempat Yeon Rin bunuh diri. Hanya saja seperti lapuk dimakan usia, ruangan ini berubah menjadi sangat tua dan berkesan angker. Hawa dingin menusuk kalbu menyeruak tajam dari tempat ini.
“Hea In, kau datang!” suara yang sama menyapaku dari keterkejutanku, suara yang memerintahkan aku untuk merasuki tubuh Yeon Rin. Samar-samar kulihat sosok yang kukenal membentuk sekepulan asap putih yang semakin lama semakin jelas penampakannya, Mi Young! Dia berupa arwah putih yang tembus pandang hanya cahaya putih kebiruan yang menyelubungi tubuhnya.
Aku hanya terpaku melihat semua itu, Mi Young dalam wujud ruhnya. “Hea In, kau harus bisa menghentikannya, agar dia bisa keluar dari perangkap setan dan mengagalkan reinkarnasi yang diinginkannya” ucapnya tenang.
“Mak…maksudmu?”
“Dia menginginkanmu---dia ingin kembali ke dunia! Tapi langit menolaknya dan akhirnya dia marah dan iblis bersatu dengannya. Kelahirannya kembali akan membawa serta sifat jahat iblis. Jalan satu-satunya adalah mengagalkannya”
“Bagaimana caranya? Katakan pada---AAAAHH“ belum selesai aku meneruskan kalimatku, tiba-tiba sebuah tangan yang kuat mendorong punggungku keras sehingga aku terjatuh cukup jauh dan tersungkur. Kurasakan nyeri di punggung dan pinggulku.
Yeon Rin telah datang menyusulku, dengan pandangan marah dan bersiap untuk menghabisi aku. Dia dengan mantap melangkahkan kakinya menujuku.
“Mi Young!! Bantu aku….!” Pintaku putus asa.
“aku tidak bisa menyentuhnya---ada perisai kuat antara aku dan dirinya, hanya kau yang bisa. Kau harus bertahan, dan mengfokuskan dirimu. Apa yang paling membuatmu untuk bertahan, maka itulah kekuatanmu…” jawabnya.
Sesaat aku teringat perkataan Mi Young tentang keinginan Yeon Rin untuk reinkarnasi dalam kandunganku. Bila dia menginginkannya maka aku tidak akan dibunuh olehnya, dia masih membutuhkan aku, membutuhkan rahimku agar dapat tumbuh dan membesar hingga saatnya lahir nanti. Rasa optimis inilah yang kemudian mulai menjalari semangatku, aku tidak boleh lemah, tidak boleh gentar. Aku harus kuat dan tangguh. Demi bayiku, demi kesucian ruhnya, agar tidak dikontaminasi oleh kekuatan setan.
Akupun bangkit dan mencoba berdiri tegar, berusaha menghilangkan gemetar badanku karena takut dan intens ketegangan yang sangat tinggi, menenangkan jantungku yang berdetak cepat. Dan mengkonsentrasikan pikiranku, dengan memejamkan mata, mencoba mencari jalan keluar.
Tapi Yeon Rin mempunyai kekuatan luar biasa disini, dengan sekali dorongan ke dadaku, seakan gaya gravitasi vertical menyodok diriku terlempar menghantam dinding di belakangku. Rasanya nyeri sekali, sampai-sampai aku mengira tulang igaku kemungkinan patah. Punggungku terasa sakit menghempas dinding. Aku mengaduh keras dan panjang.
“aaaarrrggggghhhh…….!!” Sekilas kulihat Mi Young melayang menghampiriku dengan wajah cemas, tapi kemudian dia tersenyum senang seolah telah menemukan sesuatu yang membuatnya lega.
“Hea In…lihatlah dibelakangmu?” sarannya, akupun segera menoleh ke dinding di belakangku….
Dan kembali aku terpaku diam, tersentak dan membelalakan mata….apa lagi yang akan kuhadapi sekarang….
~~TBC~~
By Author Mila
******
All readers!! Mianhe…karena harapan saia menjadikan chapter ini sebagai ending, tidak bisa dipenuhi….
Abiss ini juga udah kepanjangan…. Mudah-mudah next chapter bisa ending!! BOW…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar