Sabtu, 05 Februari 2011

GO DAISY...GO! FIGHTING! (By Desi Fitriani)

GO DAISY...GO! FIGHTING!  (FF Lomba elfanfic)


SCENE1



Go Daisy -10 Oktober 2009- Seoul, Korea (Apartemen Keluarga Go)


“Hoahm.. Ahh.. Pagi yang cerah, aku masih bisa menikmati hari ini seperti biasa, terima kasih Tuhan.” Ujarku sambil merebahkan tubuhku dan beranjak bangun. Masih dengan wajah kusut dan rambut acak-acakan sebangun tidur, aku beringsut dari tempat tidurku untuk membuka jendela kamar, dan segera membuka pintu kamar untuk menuju ke dapur, karena wangi masakan omma rupanya telah membangunkanku.

“Ommaa,,,sarapan apa kita hari...” Belum sempat aku melanjutkan kata-kataku, tiba-tiba sebuah kain lap mendarat tepat di mukaku.

“Aahh.. Onnie maaf, aku tak sengaja menjatuhkan kain itu,” terdengar suara Go Eun Min, adikku yg berusia 3 tahun lebih muda dariku, dari atas tangga.

“Hhh..Eun Min! Kau tahu, tadi aku jelas-jelas melihat tanganmu mengayunkan kain lap itu ke arah mukaku, kau sengaja kan!? Awas kau yaa.” Semburku sambil berlari ke arah tangga.

Melihat hal itu Eun Min langsung berlari menghambur ke atas apartemen yang berada di atas apartemen kami, sembari berteriak. “Minho-ah.. Buka pintumu, onnie gembul sedang mengejarku, hahaha!”

Secepat kilat aku berlari, dan dengan cepat menarik baju Eun min, hal itu tidak sulit kulakukan karena aku adalah atlet atletik di sekolah sekaligus rutin latihan taekwondo di dojang yang berada tak jauh dari apartemenku. “Kauuuu...kemarikan pipimu haah! Mau aku bikin apa enaknya? Kimbab, atau bibimbap hmm?!”

“Ampun onnie, hahaa, aku benar-benar tak sengaja, tanganku tiba-tiba bergerak sendiri. Entahlah, mungkin kain lap ku bereaksi melihat iler yang masih berada di mulutmu.” Ringis Eun Min smbil tertawa.

“Kauu!” Belum sempat aku arahkan cubitan ke pipi Eun Min, tanganku tiba-tiba ditarik dengan keras dari belakang seakan-akan akan mau dipelintir. “Aww! Sakit. Minho, apa yg kau lakukan? Sakit tau, jangan bilang kau mau mengajakku sparing lagi sekarang.” Sambil menoleh ke arahnya aku memelototkan mataku ke arah Choi Minho, tetanggaku yang tinggal di atas apartemen kami, sekaligus teman bermainku dan Eun Min sejak kecil.

“Aigoo, pagi-pagi dua kakak beradik cerewet sudah membuat keributan di depan apartemenku, hah! Dasar kurang kerjaan, hmm.. Mau aku hukum seperti apa kalian ha?”

Aku hanya meringis kecil sambil berupaya melepaskan tangannya dari cekalan Minho. “Dan kau Daisy. Sepertinya kau belum cuci muka sama sekali, huh, gadis macam apa kau? Dasar kau pendek.”

“Hey..! Berhenti menyebutku pendek, dan berhenti memanggil langsung ke namaku, kuingatkan padamu aku ini kakakmu tahu, 3 tahun lebih tua darimu, kau harus memanggilku noona!”

“Apa? noona?! Ommo, tidak tidak, panggilan noona tidak cocok untuk gadis ceroboh seperti kau, bukankah dari kecil selalu aku bertidak sebagai kakak? Jika kau terluka aku yang menggendongmu, jika kau sendirian dirumahmu aku yg menemanimu, jika kita sedang jalan orang sering mengira aku kakaknya dan kau adikku mengingat tinggi kita berbeda 25cm lebih. Jika....”

“Cukup-cukup, berhenti mengungkit tinggi badanku, sekarang lepaskan tanganku,oke..”

“Minhoo, tak usah kau lepas, kau cekal terus saja sekalian cekal tangannya yg satu lagi, biar aku bebas. Lagian dia begitu bau, belum mandi dan lihat, bahkan masih ada iler menempel di sudut mulutnya. Aku tak tahan berlama-lama berdiri disebelahnya.” Sahut Eun Min sambil nyengir menyebalkan.

“Hey kau, anak kecil tak tau diri, awas kau di rumah!”

“Sudah-sudah... Eun min pergilah, sesuai permintaanmu aku akan menawan onnie baumu ini, karena ada hal yg mesti aku sampaikan.”

“Awww...!” Jeritku ketika Minho meraih tanganku yang satunya lagi, cukup mudah dilakukannya dengan posturnya yang jauh lebih tinggi dari aku.

“Dadah onnie... Mee..rong!” Teriak Eun Min sambil menjulurkan lidahnya. “Minho, kamsahamnidaa.” Suara Eun Min terdengar begitu menyebalkan ditelingaku.

“Eun Min-aah...assh! Kau lihat, gara-gara kau anak itu melunjak, sekarang cepat katakan apa maumu aku mau makan, lapar sekali..”

“Waw, kau makan tanpa mencuci muka dulu, dasar.”

“Cepatlah lepaskan aku, dan katakan apa yang kau inginkan.”

“Hmm..okaay..baiklah..” Minho mulai bicara sambil mengendurkan pegangannya. “Tadi pagi aku mendapat pesan singkat di ponselku dari Sabeum Kim, dia bilang bulan depan akan ada turnamen kejuaraan taekwondo tingkat daerah, dan kau tahu hadiah utamanya, peserta yang memenangkan juara pertama putera-puteri berhak untuk ikut latihan selama 1 bulan di Doljang Red Tiger yang terletak di pulau Jeju.”

“Oh ya??” Mataku langsung membesar bercahaya, “benarkah itu?! Mengapa Sabeum Kim tidak mengabariku juga. Ahh..dia pilih kasih.”


“Hey, bukankah kau punya 5 nomor hp, dan  smuanya katamu demi menghemat pengeluaran, karena tarif telpon yang murah juga bisa mengirim sms gratis, aigoo.. Mungkin Sabeum Kim mengirim ke salah satu nomor itu dan sekarang sedang tidak aktif.”

“Oh ya! kau benar, aku lupa, biasanya sabeum Kim mengirim pesan ke nomor ku yg angka-angkanya paling mudah kuingat, sekarang memang tidak aku aktifkan karena tidak ada pulsanya, hehehe.”

“Kau memang selalu begitu, jadi bagaimana? Kau tertarik?”

“Tentu saja aku tertarik,” ujarku sambil mengarahkan telunjuknya ke perut Minho, “kau tahu, berlatih di Doljang Red Tiger merupakan impianku sejak kecil, karena dari situlah lahir atlet-atlet taekwondo kelas dunia. Dan sepertinya impianku untuk sparring dengan salah satu calon atlet mereka bisa tercapai.”

“Tentu saja, akupun memiliki impian yang sama denganmu, mengingat almarhum ibuku juga merupakan atlet taekwondo ketika SMA.”

“Ya.. Aku ingat ketika tante Dae Jia menganjurkan kepada ibuku ketika aku masih kecil. Untuk memasukkan aku ke doljang yang sama denganmu, mungkin ia terinspirasi dari aku yang suka menendang pantat Eun Min ketika masih kecil ya.. Hehe.”

“Hehe, sepertinya begitu.. Jadi kau bersedia ikut kan? Aku akan membalas pesan kepada sabeum Kim sekarang juga. Dan kau bersiaplah, sebentar lagi kita harus segera menemuinya.”

“Baiklah, aku segera bersiap.”



SCENE 2



Go Daisy -15 Oktober 2000- Seoul, Korea (Doljang Fighter)


“Kita mulai latian hari ini. Joonbi! Charyot! Kyongrye! Sebelum kita memulai latihan kita berdoa dulu sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Yusan Tung Il Joonbi.. Sijak!” Masing-masing dari kami berdoa, latihan kami seperti biasa dipimpin oleh Sabeum Kim Nam Gil. Dia merupakan idolaku, selain karena wajahnya yang tampan, keahliannya dalam bidang taekwondo benar-benar membuatku kagum. Apalagi dia baru saja menyelesaikan wajib militernya, semakin membuat gagah penampilannya.

“Oke, kalian pasang kuda-kuda jalan Ap-seogi joonbi. Sijak!” Terdengar suara lantang sabeum Kim, aku memasang kuda-kudaku dan melirik ke arah Minho. Dia terlihat begitu bersemangat, sambil sesekali mengucur keringat dari pelipisnya. “Lakukan tendangan lurus ke depan satu kali lalu mundur lagi keposisi semula sampai hitungan ke delapan. Oke, Ap-chagi Joonbi. Sijak!”

“Och..och..och...” Terdengar suara para murid sambil melayangkan tendangan

“Selanjutnya tendangan cangkul ke arah kepala, Deol-O-Chiki. Sijak!”

“Aahh.. Aaduh, kakiku..” Teriakku, mendengar hal itu sabeum Kim langsung datang ke tempatku.

“Kau tak apa-apa Daisy? Mana kakimu?” Sabeum Kim langsung mengangkat kakiku.

“Aduww..” Rintihku pelan ketika Sabeum Kim mencoba mengangkat kaki kiriku untuk memijat, “Sabeum.. Jangan diangkat terlalu tinggi.. Mungkin aku lebih baik istirahat dulu.”

“Baiklah, sini aku papah kau.”

Aku pun menyunggingkan senyum penuh arti. Dan hal itu langsung tertangkap di mata Minho.

“Daisy, bagus skali..” Ucap Minho seketika.

“Bagus? Apanya yang bagus Minho?” Sabeum Kim yang menjawab langsung memandang Minho.

“Ah tidak beum, sabuk yang dipakai Daisy terlihat begitu bagus dari sini, mungkin baru dia beli.”

Aku tersenyum kecut, aku tahu bukan itu yang dimaksud Minho.

“Hah, dasar kau, fokuslah latihan! Sebentar lagi kau dan Daisy juga 12 anak yg lain, akan mengikuti turnamen daerah kan? Dan kau masih terlihat santai, kapan kau akan serius Minho?! Dan kau Daisy.” Tiba-tiba Sabeum Kim menoleh ke arahku sambil melotot. “Apa-apaan kau? Tiba-tiba langsung kram padahal baru hitungan ke delapan tendangan, pasti kau tidak serius ketika pemanasan tadi kan?!” Sabeum Kim menodongkan matanya ke arah aku dan Minho, dia memang terkenal keras ketika melatih, dan tidak segan-segan untuk memarahi muridnya yang tidak serius.

“Maaf Sabeum, aku tidak bermaksud..”

“Sudahlah,” potongnya tak sabar, ”kau istirahatlah dulu dan aku akan memapahmu.” Sesaat ketika memapahku, Sabeum Kim mendelikkan matanya sebentar. Namun dia hanya diam dan langsung memapahku ke tempat yang lebih lunak. “Nah, kau istirahatlah dulu di matras ini kalau kakimu sudah tidak kram lagi kau boleh ikut latihan, ok.”

“Arasso...” Sahutku sambil melihat Minho dari jauh yg menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.


Choi Minho -Lapangan Parkir Doljang Tiger-

“Heey! Daisy siasatmu benar2 licin, tapi tidak cukup mengelabui tuan Minho yg pintar. Tapi kuakui, aktingmu cukup bagus, sepertinya kau punya bakat akting yang cukup bagus jika diasah lagi. Hahaha..” Sengaja aku keluarkan tertawa keras dibuat-buat dan terdengar mengejek. Aku menyadari bahwa Daisy berpura-pura merasakan kram di kakinya ketika latihan berlangsung. Aku tahu itu semua adalah siasatnya untuk menarik perhatian Sabeum Kim.

“Diam Minho! Aku sedang tidak bersemangat membicarakan hal itu kepadamu, kau tahu sepertinya Dia sadar kalau tadi aku berpura-pura kram untuk menarik perhatiannya, sesaat aku melihat delikan matanya tapi dia tidak langsung menegurku. Ahh.. aku sungguh tak enak hati, aku maluuu..” Daisy yang menutup mukanya menarik minatku lebih untuk mengejeknya.

“Makanya, lain kali kau gunakan cara yang lebih elegan, berpura2 seperti itu tidak pantas kau lakukan di depannya, karena dia seorang pelatih yang sering diminta menjadi juri lapangan, tidak mungkin dia tidak tahu mana yang serius cedera mana yg tidak.”

“Kau benar, ahhh...” Daisy merengut sambil mengacak2 rambut di kepalanya.

“Kau ini, sampai kapan kau akan terus mengidolakannya? Dia akan bertunangan bulan depan kan, apa kau tidak tahu?”

“Aku tahu tapi akuuu.. pura-pura tidak tahu,bukankah aku sering cerita padamu kalau dialah cinta pertamaku, sosok yang dewasa, tampan, berpostur bagus, dan ramah pada siapapun, aku selalu melihat sosok seorang ayah di dalam dirinya. Dia benar-benar tipeku.”

“Benarkah?? Bukankah baru-baru ini kau mengidolakan seorang aktor televisi yang berperan sebagai seorang jenderal di salah satu drama? Siapa namanya? Hmm..” Aku berpikir keras mengingat.

“Uhm Tae Wong bodoh, dasar kau. Siapa ya yang barusan berkata padaku "tuan Minho yg pintar" huh.. Bahkan mengingat nama orang pun tidak bisa.”

“Kauu... Dengar, aku bukan seorang drama maniak sepertimu dan hal yg membuatku tertarik hanya buku pelajaran sekolah dan taekwondo serta main game, selain itu tidak ada lagi. Jelas?!”

“Oh yaa,, jelas sekali tuan yang selalu juara umum di sekolah, sudahlah aku sedang malas bicara.”

Belum jauh kami berjalan, dari kejauhan terdengar panggilan Sabeum Kim Nam Gil.

“Minho--Daisy! kemari sebentar,” panggilnya dari jauh.

“Asshh... Aduh, bagaimana ini? Sepertinya dia akan memarahiku,” ujar Daisy panik, “Minhoo, ottokee?” Ujarnya sambil menarik lengan bajuku.

“Hey hey, dobokku jangan kau tarik-tarik seperti itu, aku tidak memakai kaus dalam!” Aku sungguh tidak nyaman jika bagian dalam tubuhku terlihat orang lain, selain ayah-ibuku tentu saja.

“Hah, apa peduliku? Aku tidak tertarik dengan tubuhmu yang kerempeng!” ujar Daisy sambil menjulurkan lidahnya.

“Kau ini!” Aku merengut sambil berlari ke arah Sabeum Kim. Tak lama Daisy menyusulku dan kami berdua tepat berada di depan Sabeum Kim sekarang.

“Ya.. Ada apa Sabeum?” Tukasku.

“Begini, aku akan meningkatkan porsi latihan kalian menjadi dua kali lipat dari biasa, karena berdasarkan penilaianku kalian lebih menonjol dibandingkan yg lain, trutama kau Minho, Deol-Chagi bisa menjadi senjata terampuhmu menjatuhkan lawan, mengingat postur tubuhmu yang tinggi. Dan Daisy, meskipun tubuhmu tidak terlalu tinggi, tapi kau punya tenaga yang kuat, staminamu stabil dan bisa bertahan cukup lama untuk level turnamen dan aku lihat kau cukup ringan untuk melakukan tendangan Nare-Chagi, itu bisa kau manfaatkan untuk mendapatkan point. Selain itu aku juga mengharapkan kalian juga berlatih dirumah, karena level pertandingan ini cukup tinggi. Bagaimana?”

“Baik Sabeum! Kami akan berusaha!” Sahut kami berdua.

“Bagus, kalau begitu aku pamit dulu, pacarku sudah terlalu lama menungguku, aku duluan ya.” Sabeum Kim bergegas meninggalkan kami sambil melambaikan tangannya.

“Ah, Sabeum.. Tunggu...” panggil Daisy terputus.

“Ya? Ada apa?” Sabeum Kim berbalik arah menuju kami

“Ada hal yang ingin kusampaikan. Aku... Ingin minta maaf.. Tadi aku... Berpura-pura cedera, maafkan aku Sabeum.” Daisy berkata sambil setengah menangis, dan membungkukkan badannya. Beginilah dia ketika merasa bersalah, sosok penuh semangatnya akan hilang dalam beberapa menit dan berubah menjadi sosok yang cengeng. Pribadi yang aneh menurutku.

“Ahh, hahaha... “ Tawa Sabeum Kim yang lepas cukup mengangetkan Daisy dan aku.

“Aku tahu itu, entah mengapa kau begitu padaku, tapi aku langsung bisa melihat gerakan kaki mu sekilas ketika akan ku papah, secara spontan kau mengangkat kakimu yang kau bilang sakit saat aku angkat sebelumnya. Hehehe, tapi tak apa-apa, aku tidak mempersoalkannya mengingat kau cukup berbakat di mataku maka aku tadi tidak  menegurmu di hadapan murid yang lain. Asal jangan kau terapkan di pertandingan untuk  mengulur waktu, bisa-bisa wasit akan langsung men-skors mu dari pertandingan. Dan aku tidak akan menolelir hal itu jika aku yang menjadi wasit. Ingat itu Daisy!”

“Baik, aku mengerti Sabeum. Aku tidak akan melakukannya lagi, aku janji.!” Daisy mengangkat kedua jarinya membentuk tanda Victory ke arah Sabeum Kim untuk menegaskan janjinya.

“Baiklah... Kalau begitu aku pergi dulu.. Sampai jumpa!” Sabeum Kim beranjak pergi sambil melambaikan tangannya kembali.

“Baik Sabeum sampai jumpa lagi.” Ujar kami sambil membungkuk hormat.

Setelah Dia menjauh, aku pun memberanikan diri untuk mengajaknya menemaniku pergi ke suatu tempat, walau aku tahu dia pasti akan sangat keheranan. “Oh ya, Daisy tolong temani aku ke toko aksesoris ya, ada yg ingin aku beli.”

“Hah tumben sekali kau mengajakku ke sana. Barang apa yg ingin kau beli? Rasanya musim belum berganti begitu cepat. Tapi kau aneh hari ini.” perkiraanku tidak meleset.

“Ra-ha-sia. Aku beri tahu jika sudah sampai disana.”

“Hah, baiklah,” ujar Daisy sedikit merengut.



SCENE 3



Go Daisy -30 0ktober 2009- Seoul, Korea (Gedung Olahraga Kota Seoul)-


Hari ini merupakan hari pertandingan yang kami tunggu-tunggu. Gedung olahraga yang besar seakan tidak mampu menampung peserta dan penonton, mungkin sebagian besar peserta memiliki keinginan besar sepertiku dan Minho, memiliki impian untuk berlatih di Doljang Red Tiger, salah satu doljang terkenal di Korea.

"Baiklah.  Adik-adik sekalian, aku harap kalian bisa menunjukkan sportifitas kalian di pertandingan ini, dan yang lebih penting jangan curang terhadap lawan kalian, lebih baik kalian kalah daripada tidak sportif!" Mata sabeum Kim langsung mengarah kepadaku dan melihatnya langsung membuatku tertunduk.

“Heh, sepertinya dia masih menegaskan ucapannya tempo hari.” Ujar Minho sambil menyikut lenganku, “kau harus hati hati ya..”

“Aku tahu..” Tukasku sambil mengangkat kepala. “Aku janji tidak akan berpura-pura cedera lagi.. Huufh..” Aku menghembuskan napas panjang.

"Baiklah! Selamat datang bagi para peserta sekalian. Saya selaku ketua dewan juri akan menyampaikan hal-hal penting seputar pertandingan hari ini.  Masing-masing peserta terdiri dari 40 orang peserta putera yang dibagi menjadi 20 pertandingan kelas berat dan ringan dan 20 peserta puteri yang akan dibagi menjadi 10 pertandingan kelas berat dan ringan. Babak penyisihan pertama dari pertandingan ini akan segera dimulai!” Suara dewan juri barusan membuatku kembali bersemangat. Terdengar tepuk tangan meriah dari para peserta dan masing-masing suporter mereka.

“Babak penyisihan pertama pertandingan ini akan dibuka dengan pertandingan putera kelas ringan antara Choi Minho dari SMA Myon Hwa melawan Baek Seung Jo dari SMA Shin Hwa, silahkan bagi peserta lomba untuk segera menuju ke arena Barat dan kami ingatkan kepada para penonton untuk memberi dukungan diluar lingkaran arena. Terima kasih!” Selanjutnya dewan juri kembali mengumumkan nama peserta puteri dan putera yang mengikuti babak penyisihan pertama serta kedua. Gedung olahraga ini dibagi menjadi 4 arena sesuai arah mata angin, jadi hari ini akan diadakan 30 pertandingan sekaligus. Menurut perhitunganku, pertandingan akan selesai malam hari jika ditambah waktu istirahat.

“Hah.. Minho, kau giliran pertama, ayo cepat bersiap. Onni, sebaiknya kau juga bersiap, bukankah kau akan bertanding di penyisihan ke 3.” Ujar Eun Min adikku.

"Baiklah." Dalam pertandingan kali ini hanya aku dan 12 anak lainnya yang didampingi keluarga, sedangkan Minho tidak, dikarenakan Minho hanya hidup berdua saja dengan ayahnya yang bekerja di bank dan baru pulang pukul 8 malam. Namun ayah ibuku sudah menganggap Minho seperti anaknya sendiri, sehingga Sabeum Kim tidak terlalu mempermasalahkan ketidakhadiran orang tua Minho.      

“Daisy, bagaimana perasaanmu? Apakah kau sudah siap? Omma harap kau memberikan yang terbaik, karena kau sudah berusaha keras sekali.” Ujar ibuku lembut.

“Omma... Aku sungguh gugup, karena untuk pertama kalinya aku bertanding dan berusaha untuk mewujudkan impianku, omma tahu kan cita-citaku semenjak kecil untuk selalu berlatih di Doljang Red Tiger, karena dahulu, tante Dae Jia, ibu Minho merupakan atlet dari sana.”

“Ah ya, Dae Jia rupanya telah menjadi idolamu sekarang. Omma ingat, ketika kami SMA dulu, dia merupakan murid pindahan dari Jeju ketika kelas 3. Dan menjadi teman akrab ibu. Dia gadis yang tomboy karena penampilannya tampak seperti anak laki-laki, berambut pendek dan nyaris tidak pernah memakai rok, kecuali saat ke sekolah. Dia juga terkenal sebagai atlet taekwondo muda berbakat. Sampai-sampai laki-laki pun takut untuk sparring dengannya, yah lawan yang sepadan dengannya hanya Choi Siwon, ayah Minho, yang merupakan juara taekwondo putera tingkat nasional. Aku ingat dulu mereka sering bertengkar karena Dae Jia tidak senang Choi Siwon selalu mengunggulinya, tapi yang aku tahu mereka menikah selepas lulus kuliah, yahh.. Cinta terkadang begitu aneh.. Dari benci menjadi cinta. Dan omma lihat Siwon cukup setia karena ia memutuskan untuk tidak menikah lagi sepeninggal Dae Jia.” Cerita ibuku panjang lebar.

“Ya, mereka berdua juga menginspirasiku untuk berumah tangga kelak, agar aku bisa mendapatkan suami sesetia dan sekeren om Choi Siwon, hehehe..”

Suaraku yang cukup keras rupanya menarik minat Minho yang kulihat sempat tersenyum mendengarnya. Secepat mungkin dia menuju ke tempatku dan omma sesaat sebelum pertandingan dimulai.

“Hey,  kau tahu, ayahku merupakan ayah paling keren sedunia, tak ada yang menyaingi keahliannya dalam hal taekwondo.”

“Apa?!  Kau mencuri dengar ucapanku dengan ibuku tadi, ahh omma bocah ini sungguh-sungguh tidak sopan.”

“Apakah mencuri dengar namanya kalau suaramu yang sekeras itu bisa mampir ke telingaku?”

“Ahh..sudahlah Daisy, wajar kalau Minho mengidolakan ayahnya, akupun dulu sempat mengidolakan dirinya,” perkataan omma barusan cukup membuatku kaget.

“Apaa.. Ommaa... Jangan-jangan kau masih menyukainya sampai sekarang? Jangan sampai hal ini terdengar ke telinga appa!”

“Hey, bukan mengidolakan seperti itu yang kumaksud, yah seperti kau jika mengidolakan artis yang selalu kau tonton di drama, hanya mengagumi dan tidak ingin memiliki, kau paham bukan?”

“Oooh begitu..” Ucapan omma barusan cukup menenangkanku. “Arasso.. Hanya saja bocah tengil ini tidak mewarisi sifat ayahnya, mengingat dia sama sekali tidak sopan kepadaku, tak pernah memanggilku noona.”

“Hey, kau kira aku adikmu hah?!”

“Yaa, kau sudah kuanggap seperti adikku sendiri, tak jauh dari Eun Min, dasar bocah.”

“HEY! Aku akan memanggilmu noona jika aku menyukaimu.” Kalimat itu secara tak sadar keluar dari mulut Minho, sekilas kulihat mukanya memerah namun dengan segera ditambahkannya. “Dan hal itu tidak akan pernah terjadi.”

“Sudah-sudah, jangan bertengkar lagi. Omma akan ketempat appamu sekarang. Minho, selamat berjuang!” Ujar omma sambil menepuk bahu Minho. Setelah ommaku pergi Minho melanjutkan kalimatnya kembali.

“Daisy.. Perlu kau ketahui. Sepeninggal ibuku, aku hanya tinggal berdua dengan ayahku, aku memang tidak bisa apa-apa dan selalu mengandalkan ayahku, aku memang tidak seperti kau yang meskipun ceroboh tapi bisa memasak dan mengurus rumah!” Ujar Minho sedikit ketus.

Sesaat aku menyadari perubahan raut muka Minho aku sadar dia tersinggung dengan ucapanku tadi. “Hmm, apakah kau marah? Okee, aku minta maaf.. Lupakan perkataanku tadi.” Aku merasa tak enak hati karena kupikir konsentrasinya bisa buyar kalau ia marah. ”Mianhaee...”

 “Kepada semua peserta harap segera berada di arena yang telah ditentukan, karena pertandingan akan dimulai!” Suara juri dari pengeras suara segera menyadarkan kami bahwa pertandingan akan segera dimulai.

“Aah... Gara-gara kau aku jadi lupa kalau harus bersiap.”

“Sudahlah, kau memaafkan ku bukan? Sebab jika tidak kau akan ku-cap sebagai pengecut gara-gara menimpakan kesalahan terhadap orang lain, hadapi lawanmu dengan gagah berani dan  aku berharap kau menang,” ujarku sambil mengacungkan lengan, “fighting!” Sembari tersenyum manis.

Minho terdiam sesaat, kemudian dia berkata. “Baiklah. Dan ingat jika aku menang kau harus mentraktirku Tteokboki!”
“Oke!” Aku lega karena Minho sudah memaafkanku. “ Berjuanglah!.... Fighting!”


Kim Nam Gil -Gedung Olahraga Kota Seoul (Semifinal Pertandingan)-

Sudah memasuki putaran perempatfinal namun kulihat fisik Daisy tidak terlihat lelah, begitupun Minho, sesuai  perkiraanku bahwa mereka masing-masing memiliki kelebihan. Sesekali tendangan Minho meluncur dengan pas ke arah perut lawan, sehingga dia mendapat poin penuh. Sekarang aku sedang berkonsentrasi dengan pertandingan Daisy, aku harap dia tidak mengecewakanku, bertahan sejauh ini sudah merupakan prestasi yang cukup bagus. Aku duduk disebelah keluarga Go, yang cukup bersemangat mendukung anaknya, terutama Tn. Go.

“Daisy-ah! Ayoo, hati-hati, awas tendangan dari belakang, yayaya jangan biarkan dia mengimpitmu dan arahkan tendanganmu ke perutnya.” Suara berisik ayah Tn. Go membuat penonton serta merta menoleh, sehingga Ny. Go pun berinisiatif mendiamkan dengan cara mencubit lengannya.

“Aaw! Yobo, apa yang kau lakukan?”

“Appa yang baik, apakah kau tahu bahwa anakmu sedang bertanding? Dia bisa kehilangan konsentrasi jika suara berisikmu mengganggunya terus menerus.” Suara Ny.Go diatur setenang mungkin, aku tahu dia tipe wanita yang tenang dan tidak terlalu suka mencampuri urusan orang lain. Mungkin Daisy mewarisi sifat ayahnya yang penuh semangat, dan paras cantik dari ibunya.

“Tidak apa-apa Ny.Go,” sahutku yang duduk bersebelahan dengan Tn. Go. “Aku lihat Daisy cukup fokus dengan pertandingannya dan dia tidak terganggu dengan suara sedikitpun.”

“Yaa.. Yobo, kau dengar?  Kim saja berpendapat begitu, dan dia cukup berpengalaman dalam menilai pertandingan. Aku juga melihat daisy cukup fokus dengan lawannya.”

“Ya sudahlah terserah saja.” Sahut Ny.Go acuh.

"Pertandingan semi final dimenangkan oleh Daisy" suara juri terdengar dengan keras.

“Yeaay!! Onnie memang hebat!” Teriak Eun Min, adik Daisy.

“Anakku, itu baru anakku, hey kalian tahu, itu anakku.” Ujar Tn. Go ke arah belakang bangku penonton.

“Yobo! Kau ini memalukan!” tegur Ny. Go tegas.

“Lho.. Kenapa harus malu? Yang menang kan patut untuk dibanggakan, benarkan begitu Sabeum Kim?!”

Aku tak tahan untuk tidak tertawa “Hehehe, benar sekali Tn. Go, anakmu memang berbakat. Hmm.. bagaimana kalau sekarang kita menuju ke pertandingan perempat final putera untuk melihat pertandingan Choi Minho?” Ujarku mengalihkan perhatian, cukup banyak juga peserta putra jadi Minho sedikit terlambat dari  pertandingan Daisy.

“Oke, mari Sabeum Kim.” Tukas Tn. Go


Go Daisy -Gedung Olahraga Kota Seoul (Akhir Semifinal Pertandingan Putra)-

Aku begitu gugup menyaksikan pertandingan semifinal antara Minho melawan wakil dari SMA Cheonsang, jujur kuakui lawannya kali ini cukup kuat karena kulihat Minho sedikit kewalahan menghadapinya, dan tinggal 5 menit lagi waktu yang tersisa. Aku berharap semoga saja datang keajaiban sehingga Minho bisa memenangkan pertandingan, karena posisi mereka sekarang seri. “Ayo Minho! Kau pasti bisa! Kau pasti bisa!” teriakku cukup keras untuk mendukungnya.

Sesaat kemudian lawannya menoleh ke arahku, mungkin terkejut mendengan teriakanku yang cukup keras, namun kesempatan itu tidak disia-siakan Minho. Segera saja ia melancarkan tendangan Ap-Chagi ke arah perutnya, lawannya yang tidak memperhitungkan serangan tiba-tiba itu dan langsung jatuh terduduk. Kemudian terdengar bunyi wasit menandakan pertandingan telah berakhir.

“Pemenangnya adalah Choi Minho dari SMA Myon Hwa!” aku langsung melonjak kegirangan, “YES! Aah...Minho kau berhasil!” Teriakku ke arahnya. Dan dibalasnya dengan senyum sambil melambaikan tangan. Lalu dia menuju ke pinggir lapangan untuk beristirahat. Kesempatan ini langsung kupergunakan untuk menghampirinya sambil menubrukkan tubuhku dari belakang sebagai ekspresi kegembiraanku atas kemenangannya. “Minhoo..ku hebaat!!”

Minho kelihatan sangat terkejut, “hey kau! Apa-apan mendekat dekat seperti ini, lagipula apa itu sebutan”Minho-ku” seakan-akan aku ini bonekamu saja, huh” ujar Minho sambil berupaya melepaskan pelukanku.

“Yaa, aku senang kita berdua bisa masuk ke final, aku juga bangga karena tendangan nare-chagi ku tadi berhasil kuarahkan bertubi2 ke perut lawan hingga aku meraih point tertinggi puteri” ucapku bangga.

“Ya. Kuakui untuk hal taekwondo kau memang hebat, mungkin kemampuan taekwondo mu bisa disetarakan dengan kemampuan ibuku” puji Minho tulus.

“Ahh, tidak tidak, aku belum sehebat tante Dae Jia yang menjuarai taekwondo putri tingkat nasional, bahkan kudengar dari omma kalau dia mendapatkan beasiswa dari Universitas Nasional Seoul karena prestasinya itu. Aku tentu belum sehebat itu,” ujarku merendah.

“Yah, Kau benar. Meskipun begitu, terkadang kau mengingatkanku pada sosok ibuku yang penuh semangat, ceria, namun sedikit ceroboh, hahaha.” Tawa Minho terdengar menyebalkan.

“Yaa..omonganmu yang terakhir rasanya tidak ingin kudengar.” Ujarku pura-pura marah

“Hahaha, mianhaee,, aku cuma bercanda, ok?!” Minho mulai mengarahkan cengiran khasnya ke arahku, tentu saja aku pura-pura tidak melihat dan segera membalik badan. “Hmm.. Maafkan aku.... Noona..” Ucapnya lirih.

“Humm.. Aah! Barusan kw bilang apa tadi? Noona? Coba ulangi sekali lagi.” Sekilas aku mendengar ia memanggilku noona, tapi aku tidak begitu yakin karena ucapan terakhirnya terdengar begitu kecil.

“Yaa.. Aku tidak memanggilmu noona. Aku.... Hanya mengucapkan kata-kata lain dan terdengar seperti noona, dasar kau.Telingamu tuli ya? Mungkin terlalu lama tidak kau bersihkan.”

“Kau..! Ahh.. Sudahlah, mau kau ucapkan noona atau tidak  itu bukan urusanku. Bagiku pun seandainya kau menyukaiku, itu juga tidak penting” ujarku sambil membalikkan badan. Tiba-tiba saja tanganku ditarik dengan keras oleh Minho. “Aah! Sakit! Minho, ada apa lagi? Aku harus.. ”

“ Jadi benar menurutmu tidak penting?” ucap Minho memotong perkataanku.

Aku langsung tertegun menahan sakit, cengkeramannya kali ini terlampau keras, matanya yang besar tiba-tiba mengecil. Aku jadi gugup karena tatapannya tidak seperti biasa, seakan menusukku. Aku berusaha menyembunyikan kegugupanku dengan bertingkah biasa.

“Minhoo ahh.. lepaskan.. aku tidak mengerti maksudmu. Kau aneh sekali.” Minho langsung terdiam dan beberapa saat matanya menatapku cukup lama tanpa melepaskan pegangan tanganku hingga Eun Min datang memecahkan keheningan diantara kami.

“Yaa.. Onniie! Eh, Minho, ada apa ini? Kenapa kalian berdua saling melotot, sudahlah jangan dilanjutkan dengan sparring antar kalian oke, bisa-bisa kalian akan diskors dari pertandingan ini.” Tukas Eun Min khawatir, ia mengira Minho dan aku akan bertanding melawan satu sama lain.

“Eunmin, tolong kau sadarkan Minho, dia seperti orang tak waras.” Ujarku setengah memohon kepada Eun Min, membuatnya langsung beranjak mendekati Minho dan menepuk pipinya perlahan.

“ Minhooo, hei..!” Tepuk Eun Min makin keras.

“Yahh, Eun Min-ah, sakit, sudahlah.. Tadi aku melamun, maafkan aku.” Minho langsung melepaskan pegangannya dan berbalik arah tanpa melihatku ketika berkata maaf.

Sepeninggal Minho Eun Min langsung mendekat ke arahku, “onnie, apakah kau tahu, inii cuma perkiraanku saja, oke, cuma perkiraan, tapii.. sepertinya Minho menyukaimu.” Perkataan Eun Min barusan jelas mengagetkanku.

“APPAA?!!” Suara kerasku membuat orang di sekitar kami menoleh.

“Sst.. Onnie, pelankan suaramu.. Hmm, tentu saja aku berbicara karena ada buktinya. bukankah selama ini Minho adalah teman pria terdekatmu, dan lagi kau belum pernah pacaran dengan pria manapun, dia pun selalu membantu kalau kau kesulitan. Onnie masih ingat tidak ketika badai salju yang terjadi bebarapa tahun yang lalu, ketika kau duduk di bangku SMP, kau pulang malam karena mengerjakan tugas praktek sekolah di rumah temanmu dan tidak bisa pulang karena kereta tidak beroperasi lagi dari sore akibat badai salju. Appa pun sedang dinas di luar kota jadi tak ada yang bisa menjemput. Serta merta Minho yang aku kabari langsung meluncur tanpa pikir panjang. Dia berlari menuju stasiun kereta yang jaraknya sekitar 3 km dari rumah demi menjemputmu, padahal hujan salju sedang turun dengan lebat. Tindakannya sungguh mengagumkan. Tidakkah kau berpikir dia begitu perhatian dan menyayangimu.” Jelas Eun Min panjang lebar.

“Hya.. Yaa, dan setelah itu dia mengomel padaku dan berkata, ‘kau ini bodoh sekali, tidak bisa memperhitungkan jam pulang malam dengan mengerjakan tugas dasar otak udang’, dan selanjutnya kami adu mulut. Begitukah menurutmu pria yang sayang padaku? Bukankah dia memang sering bertindak tanpa berpikir dahulu, sifatnya sedikit temperamen.”

“Onnie, dengar.. ada banyak cara pria mengekspresikan rasa sayangnya kepada wanita yang disukainya. Kau terlalu banyak menonton drama yang selalu bercerita bahwa pria selalu bertindak romantis pada wanita yang disukainya.” Jelas Eun Min sambil tersenyum.

“Benarkah?” Aku pun kehilangan kata-kata. Hening diantara kami.

“Ahh, onnie jangan terlalu dipikirkan. Kata-kataku barusan itu hanya perkiraan, fokuslah pada pertandinganmu, oke. Fighting!”

Konsentrasiku buyar seketika.


Choi Minho -Gedung Olahraga Kota Seoul (Final Pertandingan Taekwondo Putri)-

Hari sudah semakin sore tidak terasa sudah sampai ke babak final pertandingan puteri. Aku begitu gugup memikirkan ini adalah pertandingan penentuan bagi Daisy apakah ia akan pergi ke Jeju atau tidak. Jeju adalah impiannya, impianku juga, akankah ia berhasil? Semoga saja, harapku dalam hati.

“Baiklah pertandingan final puteri akan dimulai 10menit lagi, kepada peserta diharapkan untuk segera bersiap.” Suara ketua dewan juri terdengar melalui pengeras suara. Aku segera beranjak ke arah Daisy, aku sadar tingkahku tadi pasti membuatnya bingung, aku sendiri pun heran mengapa aku bersikap seperti tadi, mengapa aku begitu emosi mengetahui bahwa aku tidak cukup penting untuknya, aku sungguh bingung. Aku tidak berani bicara padanya sekarang.

“Anakku, kau tahu jurus-jurus ampuh menghentikan lawan, tahan gerakannya dan banting ia.. Mengerti?” Suara ayah Daisy yang cukup keras terdengar dari tempatku berdiri.

“Ahh,, appaa... Ini bukan kempo atau sejenis wrestling, tidak ada istilah banting membanting disini.” Jawabanny sungguh membuatku geli, jelas saja, taekwondo dan wrestling benar-benar berbeda.

“Daisy, apakah kau sudah siap? Kulihat Ibu Daisy mendekat ke arahnya. “Sepertinya kau tidak konsentrasi seperti tadi pagi, apa ada masalah? Ceritakan sayang.” Ibu Daisy terdengar khawatir, jangan-jangan dia masih memikirkan tindakanku tadi, ahh aku sungguh tak enak hati.

“Ah, tidak ada omma, mungkin karena aku sedikit nervous, aku tidak menyangka akan sampai ke babak final.”

“Oh,  kau tidak perlu memikirkan menang atau kalah, yang penting kau harus tetap berusaha sayang.”

“Tapi ini pertandingan yang penting omma, karena selangkah lagi aku akan menuju impianku. Maka aku harus menang!”

“Omma setuju dengan sikap percaya dirimu, tapi kau jangan memaksakan diri, dan kau harus bisa menerima kekalahan, ok!”

“Arasso.. Baik omma.. Doakan aku ya.”


Go Daisy -Gedung Olahraga Kota Seoul (Final Pertandingan Taekwondo Putri)-

“Baiklah, pertandingan final dibuka. Di sebelah kanan, peserta yang berwarna biru, Go Daisy dari SMA Mon Hwa akan berhadapan dengan peserta yang berwarna merah, Kim Tae Hee  dari SMA Jung Sang.” Terdengar suara keras dewan juri menandakan pertandingan final akan segera dimulai.

Aku menjadi sedikit gugup, sebenarnya yang membuatku gugup dan nyaris tidak bisa konsentrasi ialah perkataan Eun Min barusan. Ada banyak cara orang mengekspresikan rasa sayangnya. Aku sungguh bodoh tidak menyadari itu. Bukankah ayah dan ibu Minho pun pada awalnya saling membenci, dan kemudian mereka berjodoh aah, kenapa aku lupa dengan  fakta ini. Sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal aku menuju arena pertandingan, suara riuh para penonton menambah ricuh suasana hatiku, sungguh aku tidak siap untuk bertanding sekarang.

“Baik, para peserta harap maju ke tengah dan saling menghormat, oke kita mulai. Sijak!” Suara juri lapangan menyadarkanku untuk segera berkonsentrasi dan memasang kuda-kuda,  namun pikiranku belum sepenuhnya ke pertandingan. Akibatnya, sebelum aku sempat menyusun strategi untuk menyerang, lawanku telah mendahuluiku. Lawanku kali ini cukup tangguh, karena kudengar dari Sabeum Kim, Kim Tae Hee pernah berlatih di Doljang Red Tiger. Aku tidak tahu alasannya pindah kemari. Dan tiba-tiba diluar pengawasanku, satu tendangan Momthong Ap-Chagi mendarat tepat ke perutku.

“Aarrgh!!” Jeritku spontan, tendangannya cukup keras, perutku mual dibuatnya. Ditengah kesadaranku yang samar aku teringat dengan sikap Minho tempo hari, dia minta kutemani ke toko aksesoris, dan dia berkata akan memberikan hadiah untuk orang yang selama ini dianggapnya sebagai malaikat, apakah itu berarti dia menyukai seorang gadis? Apakah itu berarti aku? Pikiraku mulai dipenuhi pertanyaan.

Namun, akibat kekurangwaspadaanku sekali lagi tendangan mulus Dolke-Chagi Kim Tae Hee mendarat di perutku.
“Aww..!!” Kali ini aku benar-benar jatuh terduduk, bukan pura-pura. Sambil meringis memegangi perutku. Kali ini benar-benar terasa sakit, mataku sampai mengeluarkan air mata. Kepercayaan diriku menguap. Aku benar-benar tak berdaya sekarang.

“HEY BODOH!! Bangkit! Jangan kau biarkan dia terus menyerangmu, lakukan seperti biasa, aku tahu kau bisa menghadapinya!” dari kejauhan terdengar suara seorang laki-laki yang dikeraskan dengan pengeras suara, ya aku mengenali suaranya, suaranya tak asing lagi, akupun memutar kepala mencari sumbernya, dan kutemukan ya.. Itu  suara lantang Minho, dia memakai toa dewan juri dan berteriak dari arah penonton, tak jauh dari arenaku bertanding. Suaranya langsung mengalihkan perhatian penonton.

“Go Daisy! Sesuai dengan namamu. GO! Fighting! Aku tau kau pasti bisa mengalahkannya!” Ujar Minho lantang sambil memamerkan senyum manis ala malaikat dengan giginya yang putih ke arahku.

Seketika jantungku berdebar tak keruan. Dadaku mengembang dialiri rasa bahagia, ketika kulihat senyumannya, entah kenapa aku merasa ruhku yang tadi pergi kini kembali lagi dan aku merasa lebih baik. Kepercayaan diriku bangkit. “Aku tahu bodoh!” Balasku berpura-pura kesal. Terima kasih Minho, ucapku di dalam hati.

“Kepada suporter diharapkan tenang dan tidak membuat kegaduhan yang dapat mengulur waktu!” Suara ketua juri terdengar keras, menyadarkan Minho untuk mengembalikan toa yang dipakainya ke meja juri.

“Baiklah! Pertandingan dilanjutkan. Sijak!” Aba-aba dari juri lapangan menandakan pertandingan dimulai kembali.


Choi Minho -Gedung Olahraga Kota Seoul (Final Pertandingan Taekwondo Putri)-

Keningku berkerut penuh keheranan menyaksikan pertandingan final Daisy kali ini. Tidak seperti biasa ia mudah diserang lawan, sekarang saja sudah dua kali dia terkena serangan telak. Apa yang sedang dia pikirkan?

“Omma... Sepertinya onnie sedikit aneh. Ada apa dengannya? Dia tidak sepercaya diri tadi.” Ujar Eun Min yang berada di sebelahku kepada ibunya.

“Entahlah, omma bingung. Sepertinya kakakmu sedang memikirkan sesuatu, hingga dia tidak bisa konsentrasi.”

“Memikirkan sesuatu?? Ahh...” Teriak Eun Min, sepertinya dia menyadari kalau telah melakukan kesalahan. “Onnie..mianhaee...” Bisiknya lirih, nyaris tanpa suara.

“Hey Eun Min-ah, ada apa?” tegurku halus.

“Ahh, tidak, aku hanya merasa bersalah, sepertinya akulah yang telah mengacaukan konsentrasi onnie, ia pasti memikirkan kata-kataku tadi, aigoo, ottokee?” Suara Eun Min terdengar sangat cemas.

Aku tidak mengerti maksud perkataannya, tapi sepertinya aku harus melakukan sesuatu. Aku langsung memutar kepala memikirkan apa yang harus kulakukan. Dan aku melihat ke arah meja juri yang tak jauh dari posisi kami, ada toa pengeras suara sedang tidak terpakai. Segera saja aku menuju ke sana dan dengan lantang kugunakan benda itu untuk meneriakkan isi kepalaku. Kata-kataku mengalir tanpa bisa dicegah. Hingga penonton yang hadir terdiam dan semuanya melihat ke arahku. Sampai Ketua dewan juri menegurku. Aku sadar tindakanku barusan telah mengacaukan pertandingan hingga ia menegurku. Kulihat Daisy sedikit terkejut, tapi tak apa yang penting aku sudah menyampaikan dukunganku padanya. Dia pasti bisa memenangkan pertandingan ini.

“Minho-ah apa yang kau lakukan? Tindakanmu barusan sedikit gila tahu!”  Hardik Eun Min, yang langsung menyusul ke tempatku berdiri.

Aku hanya tersenyum tipis, “Yaa, yang penting aku telah menyemangati Daisy kan, ayo kita kembali ketempat, pertandingan Daisy sudah diteruskan kembali.” Ajakku kepada Eunmin sambil mendorong punggungnya.
Aku lihat sekarang Daisy sudah lebih fokus, dari kuda-kuda serta serangannya sudah lebih mantap tidak seperti awal. Daisy dengan kekuatan penuh tentu berbalik arah menyerang, namun lawan yg kali ini kuakuin memang cukup kuat, sehingga dia lumayan kewalahan. Satu tendangan cangkul yang diarahkan ke kepala lawan dan kena semakin memompa semangatnya. Rivalnya membalas dengan tendangan ke arah kiri perut. Namun Daisy sempat mengelak, dan langsung menghimpitnya, begitu ada kesempatan bagus ia arahkan tendangan Nare-chagi dilanjutkan dengan Dolke-chagi yang langsung menyerang telak ke arah perut lawan begitu ia lengah.

“Ooh..!!” Seru para penonton, Daisy nyaris terbang melakukan itu semua, seakan dia artis sirkus. Kedudukan pun imbang, dimenit-menit terakhir lawannya melancarkan Peta-chagi yakni tendangan setengah kuda-kuda, namun meleset, gantian Daisy menghimpitnya dan begitu ada kesempatan ia mendorong tubuh lawannyanya dan melakukan tendangan Apchagi secepat kilat. Seketika lawannya pun hilang keseimbangan dan roboh, hal tersebut bertepatan dengan bunyi peluit dari dewan juri pertanda waktu telah habis. Juri lapangan pun menghentikan pertandingan dan langsung menghitung poin. Detik-detik ini sangat mendebarkan, karena ini merupakan penentuan siapa yang akan menjadi juara.

 “Kami umumkan pemenang pertandingan final taekwondo puteri kali ini ialah.... Go Daisy dari SMA Mon Hwa!!”

“YEAH!” teriakku dan Eun Min sambil melompat bangga.. Aku dan seluruh keluarga Daisy termasuk Sabeum Kim melonjak kegirangan, kami pun memberikan standing ovation kepada Daisy yang kulihat langsung mencium lantai pertanda rasa syukurnya. Rasanya dadaku mengembang penuh rasa bangga dan haru, akhirnya Daisy bisa mewujudkan impiannya.
Ayah Daisy berkali-kali berkata kepada penonton yang duduk di depan dan belakangnya “Itu anakku!”

Go Daisy -Apartemen Keluarga Go (Beranda Belakang)-

“Aku tahu kau pasti juara, kau memang hebat!” Suara Minho mengalun.

“Oh, yah jujur aku akui, aku memang hebat bukan, hehehe..” Sahutku sambil terkekeh bangga. “Tapii.. Aku turut berduka cita, karena hanya aku yg menjadi juara, itu berarti kita tidak bisa pergi bersama ke Pulau Jeju.” Sahutku sedih.

“Yah, kau benar. Lawanku tadi memang sangat kuat. Tapi bagiku itu bukan masalah, asalkan kau yang menang itu sudah cukup untuk membuatku senang.” Ujar Minho sambil tersenyum manis.

Mendengar perkataannya barusan aku merasa berdebar. Namun segera kukendalikan diriku. “Yaa, Minho-ah kau ingat ketika kita berada di toko aksesoris kemarin, kau bilang ingin memberikan hadiah gelang perak ke gadis yang kau anggap sebagai malaikatmu? Kalau aku boleh tau, siapa ya orangnya?” Ujarku menyelidik, kulihat wajah Minho seketika memerah.

“Hmm.. Aku akan menjawabnya 2 bulan lagi, jadi tunggu saja.” Tukasnya penuh rahasia.


Choi Minho -09 Desember 2009 Seoul, Korea (Doljang Fighter)-

“Baiklah, latihan kita cukupkan sampai disini,” ucap Sabeum Kim menutup latihannya, “dan untuk Go Daisy yang akan berangkat ke Pulau Jeju 2 hari lagi, aku pesankan hati-hatilah membawa diri selama disana, karena suasana doljang disana berbeda dengan disini, akan ada banyak lawan tangguh yang akan kau temui.”

“Ya beum, akupun sedikit gugup, tapi sesuai dengan bintangku, Sagitarius, bukankah aku penyuka tantangan, jadi..aku merasa aku akan siap!”

“Bagus!” Tukas Sabeum Kim, “jawaban itu yang aku inginkan, dan sebagai motivasi bagi para murid yang lain, sepulang dari sana kau akan aku angkat sebagai sabeum disini untuk melatih para murid, meskipun sabukmu masih berwarna merah, tapi aku anggap kau selevel denganku yang Dan 2.”

“Haahh?! Sabeum, akuu... Aku... Tidak.. Bermimpi bukan.. Hey Minho coba cubit aku dan katakan bahwa ini mimpi.”

“Hehe, kau lucu sekali, baiklah jika itu maumu.” Akupun mendaratkan cubitanku ke pipinya sambil tersenyum geli.

“Aww! Sakit, jadi benar ini bukan mimpi.”


-Pelataran Parkir Doljang Fighter-

“Aigoo... Minho, aku tak percaya, aku diangkat sabeum untuk menemaninya melatih murid-murid disini. Akuu.. Benar-benar merasa tak percaya diri.” Ujar Daisy tertunduk lesu.

“Apa yang kau katakan, rasanya sepuluh menit yang lalu kau mendeklarasikan bahwa dirimu ialah seorang Sagitarius penyuka tantangan, lantas kenapa bisa ucapan seorang pesimis bisa keluar dari mulutmu.” Balasku menyangsikan ucapannya.

“Tapi ini berbeda Minho. Kau tahu, untuk menjadi pelatih dibutuhkan tanggung jawab dan kedisiplinan tinggi, dan kau tahu aku sedikit bermasalah dengan kedisiplinan karena sering telat hadir latihan.”

“Yaa.! Makanya kau latih dirimu mulai dari sekarang, dan anggaplah ini sebagai tantanngan.” Ujarku sambil menjitak kepalanya.

“Aw! Sakit tau!” Ringis Daisy, aku hanya tertawa melihat tampang konyolnya.

“Oh ya.. Mmmh... Saengil chukae hamnida.. Happy birthday Daisy-ah.. Dihari ulangtahunmu hanya ini yang bisa aku berikan.” Kukeluarkan kotak berbungkus kertas berwarna coklat dan pita berwarna coklat pastel, warna kesukaanya dari dalam tasku. Inilah kejutan yang dari semalam sudah kupersiapkan. Sebenarnya aku ragu untuk memberikannya, aku khawatir nanti dia tidak menyukainya.

“Waahh.. Gomawoo.. Kau ingat hari ultahku rupanya dan kau ingat warna kesukaanku, aku sungguh terharu.” Keraguanku lenyap begitu melihat wajahnya yang cerah, sepertinya ia terkesan menerima hadiahku.

 “Tentu saja bodoh, kau kira aku baru mengenalmu kemarin.”

“Kamsahamnidaa...Oh iya, bukankan hari ini ultahmu juga, Chukae.. Tapii aku lupa mempersiapkan kado untukmu, maafkan aku. ”

“Yaa,, tak apa, tapi lain kali kau tidak boleh lupa lagi, janji!” Ujarku sambil mengacungkan jari kelingkingku ke arah nya.

“Baiklah, aku berjanji..” ujar Daisy sambil mengacungkan kelingkingnya pula ke kelingkingku dan menautkannya. “Hm.. Boleh aku buka kadomu sekarang?”

“Jangan, sebaiknya kau buka dirumahmu saja, ok. Karena kejutannya akan lebih terasa ketika kau buka sendirian.” Jawabku.

“Arasso, akan kubuka dirumah kalau begitu.”


Go Daisy -Apartemen Keluarga Go- Kamar Daisy-

Aku masih melongo memperhatikan kado yang diberikan oleh Minho sambil sesekali tersenyum sendiri, itulah yang kulakukan sedari tadi, tampaknya otakku mulai tak waras. Minho memberiku sebuah gelang perak dengan tulisan huruf kapital dibelakangnya GO DAISY..GO! FIGHTING! Aku nyaris tak percaya karena ingat perkataan Minho ditoko aksesoris tempat dia membeli gelang ini.

“Aku ingin memberikannya kepada seorang gadis yang tak dapat aku lupakan meski aku sedang tertidur sekalipun, jika kulihat senyumnya, aku merasa bahwa dia adalah malaikatku. Ketika omma meninggal saat usiaku 12 tahun aku seolah patah arang. Aku mengalihkan kesedihanku ke pelajaran sekolah dan taekwondo, seolah-olah aku tidak memiliki cukup waktu untuk memikirkan seorang gadis. Tapi itu tidak berlaku untuk gadis yang akan kuberi gelang ini, dia selalu berada disampingku saat aku susah dan sedih.” Mengingat kata-katanya barusan membuatku berdebar, apakah ini berarti dia menyukaiku seperti yang diperkirakan oleh Eun Min.

Bertepatan dengan itu, ponselku berbunyi, kulihat nama yang tertera di layar, ternyata Minho yang meneleponku, jantungku langsung berdetak tak keruan. Kusetel suaraku agar terdengar biasa. “ Yoboseyo..”

“Yaa.. Daisy-ah, ini aku, bagaimana hadiahku tadi? Choae? Kau suka? Aku sungguh tak bisa menahan muka jika kau membuka kado itu tepat dimukaku.” Suara Minho terdengar terburu-buru.

“Hmm.. Yah, sejujurnya aku tak menyangka kalau gelang yang kau beli waktu itu merupakan kado untukku. Kalau kunilai dari bentuknya sih tidak buruk, jadi aku suka hahaha...” Balasku sambil tertawa lepas.

“Dasar kau! Yaa.. Mulai sekarang kau harus memakai terus gelang itu dimanapun berada, terutama selama di Pulau Jeju aku berharap gelang itu bisa menjadi jimat agar kau selalu memenangkan setiap duel yang akan kau ikuti disana.”

“Baiklah.” Balasku. “Hmm...Minho aku ingin menanyakan satu hal, boleh?”

“Tentu saja, apa yang ingin kau tanyakan?”

“Hmm.. Apakah dengan memberikan gelang ini artinya kau menyukaiku?” Jantungku berdebar kencang mengucapkan kata-kata barusan.

“Yaa! Kau pikirkan sendiri bodoh!!


*----End---*



Keterangan :
Joonbi = Kepal Dua Tangan Di Depan Sabuk
Charyot = Sikap Siap Ibu Jari Rapat
Kyongrye = Sikap Hormat
Yusan Tung Il Joonbi = Berdoa Dengan Sikap Joonbi
Ap-Chagi = Tendangan Lurus Kedepan
Dollyo-Chagi = Tendangan Melingkar Ke Ulu Hati Atau Kepala
Momthong Ap-Chagi = Tendangan Mengarah Ke Tengah Perut
Nare-Chagi = Tendangan Dua Kali Dolyo Chagi Ke Arah Pinggang
Dolke-Chagi = Tendangan Putar 180 Derajat Dengan Melompat
Deol-Chagi = Tendangan Cngkul Ke Arah Kepala

2 komentar:

  1. ya udah komentar deh..
    eh, waktu latihan taekwondo.. waktu disuruh hormat ke sabeum,, muridnya pada ngomong apa? hormatnya taekwondoin gimana sih?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Charyot (posisi tegap), kyongrye (membungkuk). Uda, ga pake ngmong apa apa lagi :D

      Hapus