Chapter 2: Hand Phone (FF Lomba elfanfic)
-Kim Nam Gil, 31 Desember 2010, jam 22.09-
Sial. Tak kusangka di hari terakhir di tahun 2010 ini aku harus mengalami peristiwa seperti ini. Mulai dari motor yang rusak, bertengkar dengan seseorang yang baru pertama kali kutemui, ditampar oleh seorang wanita, sampai harus melihat peristiwa pembunuhan sementara Dong Hae dan Min Woo menghilang. Aku tidak habis pikir, mengapa harus mengakhiri tahun dengan semua peristiwa seperti ini?
Tanpa kusadari, Min Woo sudah berada di sebelahku, terengah-engah. Jadi, ia tadi tidak terlihat karena masih berjalan menuju kesini.
“Nam Gil…bagaimana dengan perempuan ini?” Tanya Min Woo. Semua orang terlalu shock dengan mayat Moon Seong, sampai-sampai tidak memperhatikan Hwang Rin yang jatuh pingsan. Kami pun menggotongnya ke sofa. Sambil menunggu polisi tiba, aku melihat-lihat sekeliling dapur bersama Min Woo.
Banyak pertanyaan memenuhi benakku. Mengapa harus malam ini? Apa motif pembunuhannya? Siapakah pelakunya?
“Hei, Nam Gil, aku sedang bertanya padamu!” seru Min Woo. Rupanya dari tadi aku melamun sampai tidak mendengarkan omongan Min Woo.
“Ah, maaf. Ada apa?” jawabku setengah terkejut.
“Apa kau melihat Dong Hae? Ia tidak terlihat sejak kau ke toilet tadi. Apa kau bersamanya?” tanyanya khawatir.
“Tidak, aku hanya mencuci muka, kemudian aku bertemu dengan Hee Chul dan Shindong. Kupikir kamu bersamanya. Ji Yong juga tidak kelihatan,”
Min Woo mendengus sebal. “Haah, bisa-bisanya pemilik rumah tidak ada saat sedang terjadi sesuatu,” keluhnya.
“Uugh…” Aku menoleh. Hwang Rin sudah siuman rupanya. Aku meninggalkan kerumunan itu dan menghampiri Hwang Rin.
“Bagaimana keadaanmu?” tanyaku kepada Hwang Rin.
“Mengapa harus hari ini? Mengapa?!” erangnya.
“Tenang dulu, apa yang sedang kau bicarakan?”
“Aku dan Moon Seong berencana untuk menikah dalam waktu dekat, tetapi…mengapa kami harus mengalami hal sekejam ini?!” Hwang Rin terisak. Beberapa orang yang mendengarnya berbalik dan mulai menghiburnya, sementara aku meninggalkannya dan kembali berusaha masuk ke dapur, tetapi aku tetap saja belum bisa masuk ke dapur, jadi aku dan Min Woo harus menunggu disini sampai para polisi tiba. Untung saja kehebohan itu berlangsung tidak begitu lama, sekitar 10 menit kemudian kami sudah bisa melihat sekeliling dapur dengan lebih jelas. Tiba-tiba aku tersandung sesuatu. Kelihatannya ini HP seseorang yang jatuh saat kehebohan tadi. Akupun mengambilnya dan hendak meletakkannya di tempat lain, tiba-tiba…
“Jangan melihat-lihat HP orang sembarangan! Memangnya kalian ini siapa?! Biarkan saja nanti polisi yang memeriksanya,”Hwang Rin merebut HP itu dengan kasar. Cepat sekali moodnya berubah. Tunggu, ‘biarkan polisi yang memeriksanya’? Jadi HP itu milik Moon Seong?
“Memangnya ada apa dengan HP itu?”
“Apa urusanmu?” bentaknya. Ia memasukkan HP itu ke dalam tasnya lalu pergi meninggalkan kami berdua.
Tak lama kemudian, para polisi sudah berdatangan. Mereka mulai memeriksa sekeliling dapur sementara Inspektur Lee menanyai para saksi, mulai dari Min Woo. Sambil menunggu giliran, aku berjalan mondar-mandir dan beberapa kali melongok ke dapur. Setelah itu, aku kembali ke ruang tamu untuk mendengarkan penyelidikan.
“Jadi, saat itu kau pergi ke dapur?” Tanya Inspektur Lee kepada Min Woo. Lama sekali Inspektur Lee menanyainya, kira-kira sudah lima menit.
“Benar, aku hendak mendinginkan minuman di kulkas, tetapi aku malah melihat mayat Moon Seong. Mengagetkan sekali,” terangnya.
“Apa tidak ada seorang pun saat itu?”
“Aku tidak tahu, saat itu aku langsung memberitahu semua orang tentang ini, jadi aku sempat meninggalkan dapur untuk sementara waktu. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu,”
“Hmm, baiklah, kau boleh pergi,” ujar Inspektur Lee. “Bagaimana denganmu? Siapa namamu?” ia menunjukku dengan penanya.
“Kim Nam-gil,” jawabku singkat.
Setelah sekian banyak pertanyaan, Inspektur Lee mempersilahkanku pergi dan ganti menanyai Jung Soo. Ia duduk dan mulai memberikan keterangan yang diketahuinya.
“Namaku Jung Soo. Saat itu aku sedang menonton TV di ruang tengah bersama beberapa temanku. Tiba-tiba ada suara teriakan dari arah dapur. Aku dan teman-temanku segera berlari kesana. Hanya itu saja yang kuketahui,” jawabnya.
Hampir semua orang yang diperkirakan terlibat sudah ditanyai. Tidak ada yang penting, hanya saja, mengapa Dong Hae tidak terlihat sedari tadi? Apakah ia…ah tidak mungkin! Segera kutepis pikiran itu dari benakku. Tetapi bagaimana dengan Min Woo? Apakah ia jujur? Mungkin saja ia dan Dong Hae juga sudah merencanakannya? Ini semua membuatku pusing.
Aku mengambil sebotol soju dan meminumnya. Hanya sedikit, tetapi ini sudah membuatku pusing. Aku yang tidak terbiasa minum minuman keras mulai sempoyongan. Aku berjalan menuju kamar mandi dan mencuci muka. Setelah merasa agak baikan, aku berpikir untuk mencari Dong Hae, tetapi tiba-tiba aku jatuh terpeleset. Air. Kelihatannya aku terlalu besar membuka keran, hingga airnya terciprat kemana-mana. Hah, mengotori bajuku saja.
Karena letak kamar mandi berseberangan dengan ruang tengah, dengan mudah aku dapat melihat keadaan di ruang tengah. Ada Hwang Rin, Jung Soo, dan banyak orang lain yang tidak kukenal. Sepertinya mereka sudah selesai diinterogasi oleh Inspektur Lee. Karena mereka begitu asyik menonton sehingga tidak ada yang menyadari keberadaanku, kuambil tas Hwang Rin yang terletak di sofa dan mencari HP Moon Seong, dan...ini dia! Dengan hati-hati kukembalikan tas itu ke tempatnya semula. Sialnya, bagian bawah tas itu jadi basah, pasti karena tanganku yang belum kering. Semoga saja tidak ketahuan Hwang Rin.
Aku kembali ke dapur untuk menemui Min Woo. Mungkin ia mau membantuku mencari Dong Hae, tapi ia tidak ada di tempat. Selagi aku sudah ada di dapur, aku bisa bertanya sedikit mengenai pembunuhan ini kepada para polisi yang saat ini berjaga di pintu dapur.
“Selamat malam, pak” sapaku ramah pada seorang dari mereka. Apakah pelakunya sudah ditemukan?”
“Selamat malam,” balasnya. “Belum ada, kami tidak menemukan apapun yang bisa digunakan untuk pembunuhan. Satu-satunya barang yang kami temukan hanya pisau ini—pisau yang digunakan untuk membunuh tuan Moon Seong. Kami akan memeriksa sidik jarinya.”
“Apakah tidak ada sesuatu di jendela, maksudku, tali atau sejenisnya?”
“Tidak ada, bisa dipastikan pelakunya orang dalam. Diperkirakan, kematiannya sekitar satu setengah jam yang lalu,”
“Hmm, baiklah. Terima kasih atas informasinya,” aku membungkuk memberi hormat dan menoleh kearah ruang makan. Ah, itu Min Woo. Sedang apa ia bersama Ji Yong?
“Sedang apa kau?” tanyaku pada Min Woo.
“Aku mencoba menanyainya soal Dong Hae. Oh iya, tadi saat ditanyai oleh Inspektur Lee, Ji Yong mengaku bahwa ia tidak sedang bersama Jung Soo saat pembunuhan terjadi dan baru bertemu Jung Soo saat interogasi,”
“Apa yang ia lakukan?”
“Kakinya terluka, kan? Jadi setelah perkelahian itu, ia dibantu berdiri oleh Jung Soo dan ia menyuruhnya duduk disini sampai kakinya pulih,”
“Hei kau,” Ji Yong menatapku tajam.
“Ada apa?” jawabku enteng.
“Kau jatuh ya?”
“Yah, aku kurang hati-hati tadi. Bagaimana kau tahu?” jawabku sambil berusaha menutupi bagian bajuku yang basah.
“Lihat saja, bajumu basah kuyup begitu. Pasti sakit ya?” ejeknya. Rasanya aku ingin memukulnya sekarang, tetapi kuurungkan karena banyak polisi disini dan aku bisa ditahan karena menjadi sumber keributan.
“Sudahlah, aku sedang sibuk. Min Woo, bagaimana kalau kita mencari Dong Hae saja? Kita tidak punya kepentingan apa-apa dengan Si Gendut ini,” ajakku.
“Tunggu dulu, jagoan, urusan kita tadi belum selesai” sahut Ji Yong dari belakangku.
“Bukankah tadi itu hanya hal kecil? Kita tidak punya urusan apa-apa,”
“Tidak ada? Hei, kalau saja kau tidak muncul, si sombong itu tidak akan punya kesempatan untuk mengambilnya. Ha..ha..ha..”
‘Si sombong’…Hwang Rin? Hal apa yang sedang dibicarakannya? Apa maksud perkataannya itu?
“Aku tidak mau tahu. Ayo, Min Woo,” aku menarik lengan Min Woo dan mengajaknya pergi.
“Kau tahu, Min Woo? Aku mendapatkan HP Moon Seong!” seruku sembari memamerkannya di depan Min Woo. Mungkin saja kita dapat menemukan beberapa bukti yang lebih spesifik dari HP ini,”
Min Woo mengambil HP itu dari tanganku dan menemukan sebuah pesan singkat yang mengatakan tentang es batu. Pengirimnya tidak diketahui. Aku meminjam HP itu dan mencoba untuk menelepon nomor yang tertulis di pesan itu, tetapi sinyalnya buruk sekali. Hanya terdengar suara berisik di ujung sana. Untuk mendapatkan sinyal yang lebih baik, aku mencoba keluar ke koridor luar. Ah, akhirnya tersambung juga.
“Halo?” jawab orang itu memulai pembicaraan. Suaranya sepertinya pernah kudengar.
“Siapa ini?” tanyaku.
“Bukankah kau yang meneleponku duluan, Moon Seong?”
‘Moon Seong?’ Jadi orang ini tidak mengetahui kalau Moon Seong sudah meninggal, atau hanya pura-pura tidak tahu?
“Hei, dengar, aku butuh bantuanmu sekarang. Kau tahu, Moon Seong baru saja dibunuh dan—”
“Apa katamu?! Ia tewas? Lelucon apa ini?! Yang…benar…sa...ja…” sial, sinyalnya memburuk lagi. Aku berjalan untuk mencari sinyal yang lebih baik, tiba-tiba aku menabrak seseorang.
“Hati-hati kalau jalan!” omelku.
“Lho, Nam Gil?”
“Dong Hae?!”
“Dari mana saja kau? Aku mencarimu sejak tadi,”
“Aku pergi membeli beberapa minuman di mini market dekat sini, sampai tiba-tiba Shindong meneleponku dan mengatakan kalau ada pembunuhan, kira-kira jam 10 tadi,”
“Mengapa lama sekali?”
“Kau tahu, jalanan macet. Selain itu, banyak sekali polisi yang berjaga di luar apartemen, sampai-sampai aku kesulitan masuk ….”
“Sebentar, ada telepon,” potongku. Dari Min Woo.
“Dimana kau? Mengapa tiba-tiba menghilang?”
“Aku bertemu Dong Hae di luar,”
“Kemarilah, para polisi di dalam menemukan bukti baru,”
“Apa ini, pak?” Tanya Dong Hae menunjuk lembaran tipis berwarna kemerahan yang sedang diteliti oleh para polisi.
Ini adalah daging mentah, ditemukan di bawah mayat setelah kami menyingkirkannya,”
“Selain itu juga ada air dan kertas tisu yang basah,” sambung polisi yang satu lagi. Apakah mungkin, yang dimaksud Ji Yong tadi…
“Sebentar, bolehkah aku melihat HP-mu? Tanyaku ke Dong Hae.
“Untuk apa?” ia menyodorkan HP-nya padaku.
Ternyata benar, sesuai dengan perkiraanku. Orang yang bisa melakukan ini hanya orang yang sudah saling kenal baik, jadi tidak mungkin kalau dia pelakunya.
“Aku sudah tahu pelakunya,” ujarku mantap.
To Be Continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar