Kamis, 10 Februari 2011

ANOTHER LOVE STORY...Chap 4

Disclaimer: Kisah ini hanya sekedar fanfics (Fiktif)  belaka, nama tokoh, kisah, tanggal dan tempat kejadian yang terdapat di sini hanyalah  berdasarkan rekaan penulis belaka.


Chapter 4



-Rumah kontrakan, Yuseong-gu-

Mila sudah selesai bersiap—memakai baju pesta cantik berwarna biru toska dengan bahan sutra—saat bel pintu berbunyi. Itu pasti Min-woo, pikirnya. Dia bergegas keluar kamar dan membuka pintu. Min-woo sudah berdiri di depan pintu rumah itu dan tersenyum senang saat melihat Mila. “Kau cantik sekali dengan gaun itu sayang,” pujinya seraya mengecup kening Mila lembut. Mila hanya tersenyum mendengarnya, senyum yang dipaksakan. Sekilas terlihat sedikit keraguan di balik senyum tersebut. “Kau sudah siap?”

“Ya, sebentar. Aku akan mengambil tas dulu di dalam.”

“Tunggu,” tahan Min-woo. “Sepertinya kau tidak bersemangat, apa kau merasa terpaksa menemaniku?”

“Eh, tidak...aku—“

“Apakah kau tidak percaya padaku?” selidik Min-woo. “Bukankah aku sudah berjanji padamu, kalau ini masalah quis-mu besok, aku akan mengantarmu pulang tidak lebih dari jam 10 malam ini.”

“Iya Minu, aku tau,” jawabnya, “Aku tidak bilang, aku tidak percaya padamu. Tapi hasil pertemuanku dengan Mr. Lee tadi sempat membuatku takut.”

“Memangnya apa yang dikatakan Mr. Lee?”

“Aku tidak berhasil mendapatkan ijin penelitianku, karena nilai-nilaiku yang semakin anjlok—“

“Apa kau menyalahkanku?” sela Min-woo dengan nada kecewa.


“Aku tidak menyalahkanmu,” sergah Mila saat melihat perubahan ekspresi Min-woo. “Sudahlah, kau kemari untuk menjemputku atau mengajakku ribut?” Mila berusaha mengalihkan perhatian, karena dia merasa pembicaraan ini bisa menjurus ke pertengkaran yang tak diharapkan. Dia sudah cukup mendapat masalah dengan Mr. Lee tadi, dan saat ini dia tidak ingin mendapat masalah lagi.

“Maaf.”

“Aku ambil tas dulu,” ujar Mila lalu masuk ke rumah. Harusnya aku tidak membahas hal itu dengannya malam ini, batinnya. Tapi masalah itu benar-benar tak mau hilang dari kepalanya. Dia resah, kalau benar dia harus kehilangan beasiswa-nya. Namun, Mila juga tak sanggup jika harus berpisah dengan kekasih yang sangat dicintainya itu.

“Kak, di depan ada Kak Min-woo tuh,” sapa Syindi yang baru saja pulang dari kampus membuyarkan lamunan Mila.
Mila menoleh, “Eh, kalian sudah pulang rupanya,” sahutnya, “Iya, aku sudah tau.”

“Wah...Kak Mila cantik banget. Emang mau ada pesta ya Kak?” timpal Tia saat melihat dandanan Mila.
Mila tersenyum, “Iya, aku pergi dulu ya!”

“Hati-hati Kak!” ujar Tia lalu merebahkan dirinya di sofa. “Ah...dia ganteng banget!” Tia mendesah, mengenang pertemuannya dengan pria tampan bernama Si-won tadi sambil tersenyum senang. Dia tak menyangka kalau di kampusnya ada lelaki setampan itu.

“Cih...cowok mana yang gak kamu bilang ganteng, dari kemarin setiap kali ketemu cowok, kamu pasti bilang gitu, emang dasar genit!” gerutu Syindi.

Tia mendengus, “Emangnya kenapa? Dia emang ganteng kok, jadi wajar aja aku bilang dia ganteng, itu menunjukkan aku cewek normal.”

“Oh...jadi kamu mau bilang kalo aku gak normal gitu?” bentak Syindi.

“Eh...eh...kalian ini, dateng-dateng langsung ribut aja,” seru Yuli dari depan pintu kamarnya. “Aku lagi belajar nih, bisa gak kalian pelanin suara kalian?”

“Eh, maaf Kak,” sahut Syindi.

“Ya udah, mending sekarang kalian istirahat aja. Aku mau ngelanjutin belajar dulu, besok ada pretest sebelum praktikum.” Yuli hendak menutup pintu kamarnya, tiba-tiba Syindi menahannya.

“Kak, tunggu!” seru Syindi.

“Ya?”

“Kak Mila kenapa sih? Kok sepertinya lagi ada masalah?”

“Dia udah berangkat?” Yuli malah balas bertanya.

“Iya, baru aja berangkat, tapi sepertinya dia murung banget, gak seperti biasanya.”

Yuli mendesah, “Nanti aja kamu tanya Kak Mila langsung, aku merasa gak punya hak buat nyeritain ke orang lain,” tolak Yuli. “Aku belajar dulu ya, Inget kalian jangan ribut mulu! Yuli memperingatkan lalu menutup pintu kamarnya.

“Denger tuh kata Kak Yuli barusan, jangan ribut!” timpal Tia yang masih tiduran di sofa. Syindi mendengus dan menutup pintu kamarnya sedikit keras.

Saat ini Tia sendirian di ruang tengah. Dia kembali membayangkan pertemuannya tadi dengan si pria tampan. Pria itu benar-benar tampan, dengan postur tubuh tegap, tinggi dan senyum yang menawan.

“Hai,” sapanya sambil menjabat tangan Tia, saat Hyuk-jae memperkenalkan dia sebagai salah satu teman dari klub Tari-nya hingga membuatnya ingin ikut bergabung dengan klub itu.



Mila tengah menikmati sarapannya di meja makan. Setelah semalaman begadang, untuk mempelajari bahan quis-nya hari ini. Pagi-pagi sekali dia harus segera bersiap untuk berangkat ke kampus. “Kamu semalem gak tidur ya Kak?” tanya Tia khawatir saat melihat Mila pagi itu di meja makan.

“Emang keliatan jelas ya?” Mila mulai memperhatikan wajahnya melalui cermin kecil yang baru saja diambilnya dari tas, dan mulai membubuhkan bedak di sekitar matanya yang membentuk cekungan hitam.

“Hmm....” jawabnya seraya menelan roti yang baru saja diolesi selai. “Emangnya kenapa gak tidur? beneran ada masalah ya ama Kak Min-woo?”

Mila terkejut, bagaimana Tia bisa tau? “Ha? Enggak kok,” sergahnya. Apakah Yuli yang memberitahunya?, pikirnya.

“Trus?”

“Aku semalem gak tidur, soalnya mesti belajar buat quis hari ini. Ya udah, aku udah selesai makannya. Mau berangkat dulu,” ujarnya berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Oh...mau quis ya? moga sukses aja deh Kak!”

“Yup, Amin” harapnya sambil bangkit berdiri, tapi dia tiba-tiba teringat sesuatu. “Eh, Tia!”

“Ya?” Tia mendongak.

“Semalem Ho-young titip salam buat kamu.”

“Ha? Yang bener Kak?” tanya Tia bersemangat.

“Sepertinya dia tertarik ama kamu tuh,” goda Mila. Tia menyeringai senang. “Ya udah aku berangkat dulu!” Tia tak menjawab, dia tak hentinya tersenyum mendengar kabar tersebut dari Mila. Benarkah Kak Ho-young tertarik padaku? batinnya senang.


-Pelataran Kampus Manajemen Bisnis KAIST-

“Kamu kenapa sih dari tadi senyum-senyum terus, kayak orang sinting?” tanya Syindi heran saat melihat ekspresi Tia. Dia memang tidak mendengar obrolannya pagi tadi dengan Mila di meja makan, karena dia masih di kamar mandi saat itu.

“Tadi Kak Mila bilang kalo Kak Ho-young titip salam buat aku,” seru Tia senang.

Syindi mendengus, “Baru segitu aja udah seneng.”

“Heh...jangan salah, itu artinya dia tertarik sama aku,” ujar Tia bangga.

“Cih...pede banget!” gumam Syindi.

“Hai Tia, Syindi!” sapa seorang pria ramah. Pria itu adalah Choi Si-won, pria yang kemarin baru saja diperkenalkan oleh Hyuk-jae. Dia memakai kemeja abu-abu dipadu dengan jeans hitam dan sepatu kets putih, tengah berdiri di samping mereka. Kontan Tia kaget dan tak dapat mengalihkan perhatiannya dari wajah tampan pria itu. “Mau kuliah ya?”

“Iya Kak!” seru Tia senang seraya memamerkan senyum terbaiknya.

“Kalau kalian ada waktu, main-mainlah ke Klub Tari, siapa tau kalian tertarik, nanti sore akan ada latihan rutin, mungkin kalian bisa berkunjung,” tawarnya yang dibalas anggukan mantap Tia.

“Ya, pasti!” sahutnya dan tetap tak mengalihkan pandangan dari pria itu.

Si-won tersenyum melihat antusiasme Tia dengan tawarannya, lalu menepuk bahu Tia ringan, “Ya sudah, aku ke kelas dulu,” pamitnya dan berbelok ke arah yang lain. Tia terus saja memandang kepergian pria itu hingga menghilang di balik tembok kampus.

“Bener-bener cowok yang ganteng!” gumamnya.

Syindi kembali mendengus, “Hah...baru aja bilang seneng gara-gara Kak Ho-young tertarik sama kamu, sekarang udah berpaling ke cowok lain, dasar cewek aneh!” gumam Syindi seraya melanjutkan langkahnya.

Tia mengekor di belakangnya, “Emangnya gak boleh?” protes Tia,“Lagian aku belum jadi pacar Kak Ho-young kok, jadi wajar aja kalo lirik-lirik yang lain juga, apalagi tuh cowok emang ganteng banget, dan aku sama sekali gak buta. Lagian, keliatannya dia baik.”  Tia memang tertarik pada Ho-young, tapi ketampanan Si-won sempat membuat hatinya terusik.

“Terserah kamu deh!” balas Syindi cuek.



-Rumah Kontrakan, Yuseong-gu-

Mila baru saja pulang dari kampus dan langsung terduduk lemas di sofa. Tadi dia tak begitu sukses dengan quis-nya, ditambah lagi dengan tuntutan Min-woo untuk menemaninya jalan besok. Dia sama sekali tak ada keinginan untuk keluar, besok memang tak ada kuliah. Tapi dia akan ke perpustakaan untuk mencari bahan pustaka penelitiannya. Sudah lama dia tak ke perpustakaan, padahal dulu pada masa awal perkuliahan Mila termasuk rajin ke perpustakaan walau hanya sekedar mencari buku bacaan yang dapat membantunya mengerti mata kuliah di kampus Ekonomi tempatnya kuliah sekarang.

Mila mendesah lelah, haruskah aku membatalkan janjiku dengan Min-woo?, batinnya. Semalam memang Min-woo menepati janjinya, mengantarkannya pulang sebelum jam 10 malam. Tapi, materi yang diujikan terlampau sulit untuk dimengerti dan dipelajari dalam waktu yang sesingkat itu. Apalagi pada malam hari, di saat tubuh sudah mulai lelah untuk berpikir, tak mungkin dia bisa menyelesaikan pertanyaan yang diberikan dosen dengan mudah. Benar kata Yuli, aku harus tegas sekarang. Mila meraih ponselnya di tas lalu mencoba untuk menghubungi Min-woo. Baru saja dia akan mendial nomer tersebut.

Ceklik...BAMM!!! Pintu terbuka dan tertutup dengan keras.

Mila terkesiap kaget meletakkan ponselnya dan menoleh, didapatinya Yuli sedang berjalan masuk dan terlihat marah sekaligus murung. Wajahnya mengerut, dan matanya merah seperti habis menangis. Mila heran, apa yang sebenarnya terjadi dengannya?, pikirnya. Dia menghampiri Yuli.

“Kamu kenapa?” tanyanya khawatir.

Yuli tak menjawab, dia melemparkan tasnya sembarangan dan  menghempaskan tubuhnya di sofa. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu menggeram pelan.



-Klub Tari, Kampus KAIST, Daejeon-

Tia menarik lengan Syindi, “Ayo! Kita masuk!” Syindi berusaha melepaskan tangan Tia dan menggeleng.

“Gak mau!” tolaknya.

Tia mendengus kesal, “Kenapa sih?” tanyanya heran.

“Males ah, kamu masuk aja sendiri,” ujarnya.

“Ayolah, bentar aja!” bujuk Tia tapi Syindi tetap menolak untuk masuk. Mereka saat ini sedang berada di ruang klub tari di kampus KAIST. Dia tak ingin melewatkan kesempatan untuk berkunjung ke klub tersebut atas saran Si-won tadi pagi. Tapi Syindi terus saja menolak, karena dia tidak ingin bertemu dan bertengkar lagi dengan Hyuk-jae seperti kemarin.

“Siapa kalian?” tanya seorang pria dibelakang mereka yang tengah memperhatikan adegan tarik-menarik mereka berdua. Keduanya pun menoleh ke arah si penanya.

“Eh, saya—“

“Mau ikut bergabung dengan klub ini ya?” tanya pria itu lagi.

“Iya, iya..” sahut Tia mantap membuatnya dihadiahi pelototan memperingatkan Syindi.

“Oh...baguslah! ayo masuk, isi formulir keanggotaan dulu,” ajaknya.

Syindi mendengus, “Setahuku kamu belum pernah ikut kegiatan menari sekalipun selama ini,” gumamnya.

“Memangnya kenapa?” sahut Tia cuek lalu melenggang pergi mengikuti pria tadi. Sedangkan Syindi tetap diam di tempatnya karena dia memang sama sekali tak tertarik untuk bergabung dengan klub tersebut. Selain karena dia tak ada bakat menari, ditambah lagi kehadiran Hyuk-jae di klub tersebut, semakin membuatnya tak berminat.

“Mending ikutan klub basket aja,” gumamnya.

“Gak nyangka kamu bakal ngunjungin aku di sini,” suara Hyuk-jae membuatnya terkesiap kaget. “Katanya kemarin gak tertarik, apa sudah berubah pikiran?”

“Aku cuma nemenin Tia kok!” Syindi beralasan.

Hyuk-jae menyeringai, “Sejak kapan kamu jadi perhatian gitu ama Tia?” tanyanya.

“Ih...ngapain aku perhatian ama dia. Ini juga kalo gak dipaksa, dia narik-narik lenganku sampe sakit begini, gak bakal deh aku temenin,” ujarnya sambil mengusap-usap lengannya yang memerah.

“Hmmm... gitu rupanya, ya udah kamu udah kadung nyampe sini. Mending masuk aja deh, bentar lagi latian mau dimulai,” ajak Hyuk-jae.

“Gak mau ah!” tolak Syindi.

“Kamu ini keras kepala banget sih, emangnya kamu mau berdiri di sini terus sampe latian selesai?” akhirnya Syindi pun setuju untuk masuk ke dalam, daripada dia harus berdiri sendirian di luar sini, pikirnya.

“Nah...gitu donk! Ayo...” Hyuk-jae menarik lengan Syindi dan mengajaknya masuk ke ruang latihan. Ruangan bercat biru pucat itu sangat megah, berbentuk persegi panjang dengan cermin memanjang mengelilingi ketiga sisi ruangan. Syindi mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan tersebut, hingga dia menemukan Tia yang saat ini tengah sibuk mengisi kertas formulir pendaftaran keanggotaan klub ditemani pria tadi. Ruangan itu masih sepi, hanya ada beberapa orang saja yang datang.

“Hai Hyuk-jae!” sapa salah seorang anggota klub itu. “Akhirnya ketua datang juga!” ternyata Hyuk-jae adalah ketua dari klub tari tersebut. Hyuk-jae hanya tersenyum menjawabnya. “Siapa dia?” tanya pria itu lagi, “Kekasihmu?”

Hyuk-jae menyeringai, “Kau ingin tau saja, Jong-woon!” jawabnya. Kontan jawaban Hyuk-jae membuat Syindi mendengus karena dia tak membantah maupun membenarkan.

“Bukan!” timpal Syindi membuat Hyuk-jae terkikik geli.

“Kamu ini, emang kenapa kalo jadi pacarku?” godanya seraya merangkul pundak Syindi.

“Cih...amit-amit!” gumam Syindi lalu meninggalkan mereka dan pergi ke sudut ruangan.

“Dia dari Indonesia ya?” tanya Pria yang disapa Jong-woon tadi saat mendengar percakapan mereka. Hyuk-jae mengangguk.

“Dimana yang lain?” tanyanya melihat ketidakhadiran teman-temannya.

“Entahlah, Si-won masih ada urusan, katanya sebentar lagi dia akan tiba. Sedangkan yang lain, masih belum ada kabar. Bagaimana dengan Dong-hae, bukankah dia satu kampus dengamu?”

“Dia tak bisa hadir hari ini,” jawab Hyuk-jae pendek terdengar nada kesal dari suaranya.

“Kak!” sapa Tia yang kini telah selesai mengisi formulir pendaftaran menghampiri mereka berdua diikuti pria tadi di belakangnya.

“Eh Tia, selamat bergabung ya!” ujar Hyuk-jae. Tia mengangguk senang. “Akhirnya member wanita kita bertambah satu lagi, sayang Syindi menolak untuk bergabung.”

“Kau mengenalnya?” tanya Jong-woon.

“Tentu saja, dia teman Syindi,” sahut Hyuk-jae seraya menunjuk Syindi dengan kepalanya.

“Oh, pantas saja. Jadi namanya Syindi, dan kau?” tanyanya pada Tia.

“Aku Tia Kak!” jawab Tia.

“Apa kabar Tia, aku Kim Jong-woon,” ucapnya memperkenalkan diri.

“Min-ho, kau tahu kemana yang lain?” tanya Hyuk-jae pada pria di belakang Tia tadi.

“Chae-rin tak bisa hadir, karena harus menemani adiknya yang sakit, sedangkan Ji-sun sedang bersama Si-won sekarang.”

Jisun? Siapa dia? ,pikir Tia. Kenapa Kak Si-won pergi bersamanya? Dilihat dari namanya dia seorang wanita, semoga saja dia tidak ada hubungan apa-apa dengan Kak Si-won, harapnya.

“Hai semua!” sapa salah seorang anggota yang baru saja datang. Pria itu berbadan bongsor dan agak gendut.

“Shindong! Akhirnya kau datang juga, sebaiknya kita mulai saja latihan hari ini,” ajak Hyuk-jae.

“Aku baru saja datang, kau sudah mengajak latihan. Kenapa kau tidak memperkenalkanku dulu dengan anggota baru ini?” protes Shindong. Hyuk-jae tau yang dimaksudkannya adalah Tia.

“Hai Kak, aku Destira, tapi panggil saja Tia,” sapa Tia memperkenalkan dirinya.

“Hallo Tia, selamat bergabung ya!” balas Shindong ramah sambil menjabat tangan Tia.

“Ya sudah, ayo dimulai saja!” ajak Hyuk-jae seraya menghampiri tape recorder di sudut ruangan untuk menyalakan musik.

“Tapi Si-won dan Ji-sun belum datang!” Jong-woon memprotes.

“Tidak apa-apa kita mulai saja dulu!” sahut Hyuk-jae. “Nanti mereka juga datang.”

Latihan pun dimulai, sedangkan Syindi masih saja duduk di sudut ruangan memperhatikan mereka yang tengah latihan. Tia agak sedikit kesulitan mengikuti gerakan-gerakan tarian mereka, karena dia memang belum tahu setiap gerakannya. Tapi untunglah, Hyuk-jae mengajarinya dengan sabar sampai dia mulai bisa mengikuti setiap gerakannya.

“Gimana masih bingung?” tanya Hyuk-jae.

“Enggak, udah lumayan Kak!” balas Tia.

“Sekarang kamu coba dulu deh, biar aku liatin. Ntar kalo ada yang salah aku perbaikin,” saran Hyuk-jae, Tia pun mengangguk dan mulai memperagakan gerakan-gerakan yang telah diajarkan Hyuk-jae tadi. “Bagus! kamu cuma kurang memiringkan badanmu ke kiri dikit, nah...oke!” seru Hyuk-jae setelah memperbaiki posisi tubuh Tia. “Syukurlah, kamu cepat belajar,” pujinya membuat Tia tersenyum senang. “Sekarang kita pelajari gerakan yang lain lagi.”

“Oke,” sahut Tia setuju.

Hyuk-jae menoleh ke arah Syindi yang saat ini tengah sibuk menekuri bukunya. “Tapi sebaiknya kamu istirahat dulu aja deh,” Hyuk-jae berubah pikiran, saat melihat wajah Tia sudah tampak lelah. Tia pun menangguk senang. Sementara yang lainnya sudah beristirahat sejak tadi.

“Sebaiknya kamu ikut latian!” ujar Hyuk-jae seraya merampas buku di tangan Syindi.

“Ih...kamu ini, cepet kembalikan bukuku!” seru Syindi marah sambil mencoba merampas buku dari tangan Hyuk-jae.

“Waa...kalian mesra sekali!” goda Jong-woon saat melihat pertengkaran mereka. Hyuk-jae menyeringai senang.

“Benarkah?” Jong-woon mengangguk dan mengacungkan jempolnya ke arah Hyuk-jae.

“Kalian ini apa-apaan sih?” gerutu Syindi. “Aku dan Hyuk-jae sedang bertengkar, bukan sedang bermesraan!” kata-kata Syindi tadi kontan membuat teman-teman yang hadir terkikik geli termasuk Tia yang tertawa paling keras di antara mereka.

“Maaf, aku terlambat!” seru Si-won yang baru saja datang ditemani seorang wanita cantik yang tengah bergelayut mesra di lengan Si-won. “Sepertinya aku telah melewatkan sesuatu?”

“Sepertinya berkencan, jauh lebih menyenangkan dari pada berlatih!” sindir Hyuk-jae.

“Maaf,” balas Si-won menyesal.

“Kau tak perlu keras begitu Ketua,” timpal Ji-sun, “Bukankah tidak ada sesuatu yang mendesak? Benar kan sayang?” ujarnya tetap bergelayut mesra di lengan Si-won yang kekar.

Tia yang sejak tadi tertawa, tiba-tiba menghentikan tawanya saat melihat kemesraan mereka berdua. Ada setitik rasa tak suka di hatinya. Walaupun baru kemarin bertemu, Tia tak memungkiri bahwa ia sudah tertarik dengan ketampanan Si-won. Tia mendesah lelah. Dia rela mengikuti sampai ke klub ini, tidak lain adalah karena dia ingin dekat dengannya dan mengenalnya lebih jauh. Tia mencoba menenangkan diri, bukankah dia sebenarnya tertarik pada Ho-young, tapi mengapa harus merasa tak suka melihat kemesraan mereka?, batinnya.



~To Be Continued....


By Yuli ~Admin Lee~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar