Kamis, 03 Februari 2011

ANOTHER LOVE STORY...Chap 2

Disclaimer: Kisah ini hanya sekedar fanfics (Fiktif)  belaka, nama tokoh, kisah, tanggal dan tempat kejadian yang terdapat di sini hanyalah  berdasarkan rekaan penulis belaka.


Chapter 2


-Rumah Kontrakan, Yuseon-gu-

“Itulah, makanya jangan suka ngeledekin orang yang lagi kena musibah, ada temen jatoh kena bola malah diketawain. Kena batunya kan!” olok Tia disertai tawa geli, hingga semakin membuat Syindi geram dan membanting pintu kamar tidurnya hingga menimbulkan bunyi berdebam keras. Membuat Tia semakin terkikik geli melihat kelakuannya.

“Emangnya dia kenapa?” tanya Yuli yang sejak tadi sedang asyik memakan nasi goreng buatannya di meja makan.

“Dia baru aja ketemu ama temen lamanya, atau tepatnya musuh lamanya,” ujar Tia kembali terkikik geli.

“Temen lama?” tanya Yuli tak mengerti.

“Jadi mereka udah saling kenal ya Tia?” tanya Mila menimpali. “Bukannya cowok itu orang Korea? Gimana dia bisa kenal ama Syindi?”

“Cowok? Siapa?” tanya Yuli lagi karena dia semakin tak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Mila dan Tia. Tadi dia tak bisa menemani mereka berkeliling karena harus mengikuti kuliah Mikrobiologi di kampusnya.

Setelah berhenti tertawa, Tia menjelaskan. “Gini, cowok tadi itu emang orang Korea asli. Dia tuh dulu sempet tinggal di Indonesia, soalnya Ayahnya dulu pernah jadi dubes Korea di Indonesia. Tapi karna udah gak menjabat lagi, ya mereka pulang ke Korea,” jelas Tia yang disambut o panjang oleh kedua seniornya itu.

“Oh, jadi kalian pernah satu sekolah ama cowok tadi ya?”


“Iya Kak, waktu SMP dia satu sekolah ama kita. Dia satu tahun di atas kita. Tapi karna rumahnya tetanggaan ama Syindi mereka jadi akrab. Lumayan lama tuh dia di Indonesia. Malah kalo ama Syindi, setauku sejak SD dia udah satu sekolah, tapi itu cuma sekedar yang ku denger aja dari temen-temen. Kalo pengen jelasnya kakak tanya Syindi aja langsung.”

“Oh...gitu, pantas aja. Mereka keliatan akrab banget,” Mila mengangguk-angguk tanda mengerti.

“Emangnya yang kalian bicarain ini sapa si?” tanya Yuli tiba-tiba, yang memang belum mengetahui cerita di kampus tadi.

“Eh, aku ampe lupa cerita. Gini Yul, tadi tuh si Syindi ketemu cowok di kampus, trus mereka keliatan akrab banget. Padahal tu cowok, orang Korea asli. Makanya aku heran trus nanya ma Tia, kok bisa mereka saling kenal?”

“Oh...gitu!” ujar Yuli mengerti. “tapi kok Syindi berubah jadi sewot gitu? Bukannya dia malah seneng abis ketemu temen lama?”

“Kan tadi aku udah bilang Kak, dia itu bukan cuma temen lamanya Syindi, tapi juga musuhnya,” Tia kembali terkikik geli.

“Hah? Musuh? Kalian ini ya, gak cukup apa kalian aja yang musuhan? Kok bisa sih?” Yuli semakin tak mengerti.

“Soalnya tu cowok jail banget orangnya, jadinya dia suka banget tuh gangguin si Syindi yang pemarah gitu,”

“Kok kamu tau banget tentang ini, bukannya kalian juga gak akur ya? Malah semalem waktu kutanya, kalian bilang musuh.”

“Yah...gitu deh, entah kenapa aku bisa satu sekolah terus ama dia, padahal kami gak pernah bisa akur ” kenang Tia, “ditambah lagi sekarang kita satu kampus hah...sialnya!”

“Mungkin, itu pertanda kalo kalian musti baikan. Gak baik lho...bertengkar mulu, apalagi di perantauan begini,” Mila menasehati.

“Gimana mo baikan Kak, kalo dia-nya nyari masalah mulu,” ujar Tia kesal. “Kakak tadi liat sendiri kan, gimana dia nertawain aku pas kena bola, bukannya nolong malah diketawain, gak tau apa kalo rasanya sakit?”

“Lho? Kena bola? Kok bisa?”

“Iya Kak, tadi waktu kita ngelewatin ruang basket, aku kena bola nyasar,” ujar Tia meringis, “tapi udah gak papa kok,” tambahnya buru-buru dan tersenyum saat kembali terbayang pertemuannya dengan pria tampan bernama Ho-young tadi. “Ah...ya udah, aku mo mandi dulu ya Kak, daa!” Tia melenggang pergi dengan riang.

“Dia kenapa Kak? Katanya abis kena bola? Kok malah senyum-senyum geje gitu? Aneh deh...jangan-jangan tadi bola-nya kena kepalanya ya? Trus dia—”

“Hussh...kagak, soalnya yang ngelempar bola tu cowok cakep makanya dia jadi gitu tuh!” sahut Mila seraya menggeleng-gelengkan kepalanya, “Ya udah aku ke kamar dulu deh, capek, mo istirahat bentar!”

Yuli mengangguk dan bergumam, “Ooo...pantes!”



Syindi menggeram pelan dan menutupi wajahnya dengan bantal, saat mengingat kembali pertemuannya dengan pria tadi.

“Kau?” seru Syindi tak percaya saat melihat pria yang bediri di depannya, pria itu pun menyeringai senang saat melihat Syindi. “ngapain kamu disini?” tanya Syindi tajam.

“Kencan, ya kuliah lah...emang ngapain lagi?” ujar pria itu santai. “Harusnya aku yang nanya, kamu ngapain di sini? Udah bosen ama Indonesia ya, makanya ngungsi ke Korea? Atau jangan-jangan kamu kangen lagi, ama aku?”

“Cih...kangen kamu? Jangan mimpi deh!” balasnya.

“Buktinya, sekarang kamu di sini.”

“Emangnya kalo di sini, itu artinya aku ngejar kamu. Ya enggak lah, aku kan kebetulan aja ketemu kamu di sini.”

“Yang bilang kamu ngejar aku siapa?” godanya seraya menyeringai senang.

“Iiiih....dasar kunyuk jelek!!” maki Syindi kesal membuat pria itu tertawa geli.

“Ternyata...kau gak berubah sedikit pun.”

Lee Hyuk-jae itu namanya, sudah lama mereka saling kenal. Karena sebelumnya Hyuk-jae pernah tinggal lama di Indonesia, mengikuti Ayahnya yang bekerja sebagai Dubes Korea. Sejak masih SMP dulu, pria itu tak pernah berhenti menjahilinya, karena dia sangat senang melihat reaksi Syindi yang akan langsung marah setelahnya, serasa memiliki adik kecil, pikirnya. Jelas saja dia kaget saat melihat pria itu tengah berdiri di depannya tadi. Kenapa dia ada di sini? Tanyanya dalam hati. Tapi kemudian dia memukul kepalanya sendiri. “Bodoh! Jelas aja dia ada di Korea! Arrrgghh....dasar kunyuk jelek!!” makinya. Tapi kenapa harus berada di kampus yang sama? pikirnya. Syindi kembali menggeram. Setelah dikejutkan pertemuannya dengan Tia di hari pertama dia tiba, hari ini dia kembali dikejutkan dengan hadirnya Hyuk-jae. “Napa aku sial banget sih?” geramnya.

Sebenarnya Syindi sadar, kalau keputusannya mengambil kuliah di Korea membuat kemungkinan untuk bertemu lagi dengan Hyuk-jae akan semakin besar. Karena sesungguhnya di dalam hatinya yang paling dalam, dia juga merindukan kejahilan-kejahilan yang selalu dilakukan Hyuk-jae padanya. Rasanya sepi jika tanpa gurauannya, pikirnya. Tapi dia benar-benar tak menyangka akan secepat itu bertemu dengannya. Apalagi kini mereka kuliah di kampus yang sama. Semoga Hyuk-jae tak meneruskan tingkah jahilnya, harapnya.


***


Dua hari telah berlalu, kini saatnya Tia dan Syindi akan memulai kegiatan di kampus barunya. Walaupun perkuliahan jelas belum dimulai, tapi hari ini mereka harus mengikuti upacara penerimaan mahasiswa baru di kampusnya, kemudian diikuti dengan pengenalan kampus.

“Tia, kamu bisa lebih cepet dikit gak sih? Udah jam berapa ni?” gerutu Syindi gelisah sambil menunjuk jam tangannya.

“Iya, iya bentar napa? Rambutku masih berantakan ni.....gak sabaran banget sih jadi orang,” balas Tia sewot seraya menyisir rambutnya.

“Makanya, kalo bangun tuh yang pagi. Udah tau kita musti ngumpul di kampus jam setengah delapan. Kamu malah molor.”

“Sapa juga yang molor? Kamu tuh yang mandinya kelamaan, enak aja nyalahin orang” geramnya.

“Ih, kok aku yang disalahin, udah jelas-jelas kamu yang salah, malah nyalahin orang, udah buruan, dah siang nih!” seru Syindi.

“Kalian ini, pagi-pagi udah ribut aja,” tegur Yuli yang baru saja keluar dari kamarnya. “Mengganggu orang tidur saja.”

“Maaf Kak, Syindi tuh, marah-marah mulu! Bikin kesal aja” gerutu Tia lagi.

“Ih, kamu—“

“Sudah...sudah...daripada kalian bertengkar gini, mending kalian buruan berangkat deh. Katanya acaranya jam setengah delapan, tuh liat sekarang udah jam tujuh lewat lima belas, ntar telat lho!” saran Yuli yang membuat mereka berdua saling adu pandangan dan saling mendengus kesal.

“Aku berangkat dulu ya Kak!” seru Tia kemudian setelah selesai merapikan rambutnya.

“Hah...mereka berdua itu, gak bisa kali ya, kalo gak bertengkar sehari aja,” ujar Mila yang juga baru saja keluar dari kamarnya dengan memakai blus coklat susu dipadu dengan rok putih selutut, dia terlihat rapi sekali dan bersiap-siap untuk pergi.

“Mo kemana Kak, kuliah?” tanya Yuli.

“Enggak sih, aku ada janji mo nemenin Minu latian hari ini.”

“Latian? Kok tumben pagi-pagi udah latian?”

“Gak langsung latian juga si, mo jalan-jalan dulu hehe...” Mila menyeringai.

“Owalaah...bilang aja mo kencan, repot amat sih!” ujar Yuli membuat Mila kembali menyeringai senang. “Tapi, jangan lupa oleh-oleh ya!”

“Oleh-oleh? Oleh-oleh capek kali!”

“Yah...payah!” gumam Yuli hingga membuat Mila tertawa geli.

“Kau tidak ada kuliah hari ini Yul, kok tumben santai?” Mila balik bertanya.

“Gak ada Kak, tapi ntar mo kerja kelompok buat tugas,” jelasnya dan dibalas dengan huruf o panjang oleh Mila.

Ting...Tong!!! Bel pintu berbunyi.

“Tuh...pangeranmu dateng!” goda Yuli yang disambut senyum Mila.

“Aku pergi dulu ya, daa..!”

“Daa...jangan lupa oleh-oleh ya!” seru Yuli mengingatkan sambil merebahkan dirinya di sofa ruang tengah.



-Kampus KAIST, Daejeon-

“Ayo, cepetan! Lambat amat sih jalannya!” bentak Syindi.

“Bentar napa? ni kakiku cuman dua tau? Kalo pengen cepet, terbang aja sono!” balas Tia sambil berjalan terbirit-birit. Karena tak melihat lubang kecil di depannya, ujung sepatu high heels-nya masuk ke dalam lubang itu, dan membuatnya tergelincir. “Aduh!” serunya, tubuhnya terhuyung tapi tiba-tiba seseorang menangkap tubuhnya dari belakang.

“Kau tidak apa-apa?” tanya pria itu, “Eh, kau Tia kan?” tambahnya. Jantung Tia mencelos, ternyata pria yang menolongnya adalah Son Ho-young, pria yang sejak kemarin mengganggu pikirannya. Selama beberapa menit mereka bertahan dalam posisi seperti itu, karena Tia hanya bisa terpaku memandang pria itu. Kenapa aku bisa seberuntung ini? pikirnya. Tia merasakan wangi cologne bercampur keringat dari tubuh pria itu, hingga menimbulkan wangi yang maskulin dan menyenangkan, “Apa kau ingin tetap seperti ini?” tanya pria itu lagi, karena Tia tidak segera beranjak dari posisinya.

“Ah...tentu saja tidak,” ujarnya buru-buru melepaskan diri dari pelukan pria itu. Jantungnya masih berdebar kencang dan tak menentu. Wajahnya memanas karena malu. Dia tak menyangka akan bertemu lagi dengan pria itu. Tapi pertemuan itu tentu saja membuatnya senang, apalagi dengan posisi yang seperti itu. Apakah kita memang jodoh? pikirnya. Tia menyeringai senang, saat membayangkannya.

Syindi yang melihat kejadian itu, semakin mendengus kesal. “Hei, kalo kamu gak buru-buru pergi, ku tinggal aja!” serunya seraya berbalik pergi dan mempercepat langkahnya.

“Kau hati-hati lah,” ujar Ho-young memperingatkan disertai senyum ramahnya.

Jantung Tia berdetak semakin kencang, “Eh iya, terima kasih Kak, aku pergi dulu!” pamitnya dan buru-buru mengejar Syindi yang sudah jauh di depan. “Itu semua gara-gara kamu tau? Kalo kamu gak nyuruh aku buru-buru, aku gak bakal keseleo tadi,” protes Tia pada Syindi yang membuatnya dihadiahi geraman kesal Syindi.

Hampir saja mereka terlambat, karena saat mereka tiba, para Mahasiswa baru di kampus KAIST, Daejeon yang berjumlah lebih dari 300 orang telah memenuhi aula besar itu, untuk mengikuti upacara penyambutan mahasiswa baru oleh rektor.

“Hei, kalian. Ayo cepat, upacara akan segera dimulai!” tegur seorang pria memakai jas almamater berwarna merah hati, yang merupakan panitia acara tersebut.

“Baik Kak!” sahut Syindi dan Tia kompak, lalu bergegas masuk dalam aula dan menempati kursi mereka.

Syindi melirik Tia “gara-gara kamu nih, kita hampir telat!” gerutu Syindi.

“Hei, kalian bisa diam tidak?” seru orang itu lagi seraya memberikan pandangan memperingatkan ke arah Syindi.

Tia menyeringai puas, “Syukurin!” oloknya pelan.



-Lapangan Basket, Kampus-

Mila menyerahkan botol minum biru ke tangan Minu yang baru saja selesai latihan, dan sedikit terengah-engah karena lelah. “Minumlah!” katanya penuh perhatian. Dan mulai mengelap tetesan keringat Min-woo dengan handuk putih kecil yang dibawanya.

“Terima kasih sayang,” balas Min-woo menerima botol itu dan meneguk isinya hingga habis.

“Permainan kalian hebat sekali tadi,” puji Mila, “Aku yakin kalian pasti akan keluar sebagai pemenang saat kejuaraan nanti.”

Min-woo tersenyum, “Kau memang pandai memuji,” ujarnya seraya mendekatkan wajahnya ke arah Mila, membuatnya menyeringai senang.

“Tapi itu kenyataan,” balas Mila, senyum Min-woo semakin lebar mendengarnya.

“Terima kasih sayang,” ujarnya Min-woo, “Kau pasti datang kan, saat pertandingan besok?”

“Maaf Minu, bukankah aku sudah bilang padamu, kalau besok aku harus menghadap Mr. Lee untuk—“

“Ah...jadi kau sudah tidak peduli lagi padaku?” sela Min-woo.

“Bukan begitu Minu, tapi ini penting untuk ijin penelitianku. Kau tau bukan ini tahun ketigaku di sini, dan itu artinya—”

“Hah...ya sudahlah kalau begitu,” sahut Min-woo sedikit kesal.

“Kau marah?” Mila merasa tak enak hati karena tak biasa menolak permintaan kekasihnya itu. Tapi dia tau, pertemuan besok sangat penting untuk nasib penelitiannya kelak. Dan itu juga berhubungan dengan beasiswa-nya. Dia tentu tidak mau jika harus kehilangan beasiswa-nya itu.

“Sudahlah!” ujar Min-woo dan bergegas ke ruang ganti untuk mandi dan mengganti pakaian olah raganya yang sudah penuh keringat. Mila hanya tertegun mendengarnya, dan hanya bisa memandang punggung Min-woo hingga menghilang di balik tembok ruang ganti.



-Ruang tamu, rumah kontrakan, Yuseon-gu-

“Yul, Syindi tinggal di sini juga ya? Setahuku mahasiswa Indonesia yang kuliah di sini, selalu tinggal di tempat ini,” tanya Hyuk-jae tiba-tiba.

“Syindi? Bagaimana kau bisa tau, oh...jangan-jangan kau yang diceritakan Tia tempo hari ya,” ujar Yuli lebih sebagai pernyataan.

“Jadi, mereka sudah menceritakannya?”

“Jadi benar? Ah...itu artinya kau pernah tinggal di Indonesia dong! Astaga...gimana aku bisa gak tau?” seru Yuli sambil memukul dahinya pelan.

“Kau terlalu sibuk ama buku-bukumu sih, sampe gak tau kabar terkenal seperti itu,” goda Hyuk-jae sambil menyeringai jahil.

“Ih...kabar terkenal? Yang benar aja..” olok Yuli.

Donghae yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua, berdecak-decak kesal. “Bisakah kalian tidak menggunakan bahasa planet di sini?” ujarnya karena dia sama sekali tak mengerti bahasa Indonesia yang mereka gunakan tadi.

 Saat ini Yuli bersama kedua temannya itu sedang berkumpul untuk mengerjakan tugas kelompok yang diberikan dosen mereka.

“Ah...maaf,” ujar Yuli. “Ya sudah, lebih baik kita kerjakan saja tugasnya, hari sudah mulai sore.”

“Memangnya kenapa kalau sore? Tidak boleh ya?” tanya Hyuk-jae santai seraya merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu dan sibuk mengutak-atik ponselnya.

“Bukan begitu, tapi lebih baik kita segera menyelesaikan tugas ini sebelum malam.”

“Tapi kan masih ada yang belum datang,” protes Hyuk-jae menanyakan salah seorang temannya yang memang belum datang saat ini.

“Sebentar lagi dia pasti datang, sebaiknya kita mulai saja. Kalau begini terus tugasnya tidak akan selesai,” ujar Yuli kesal. Dia sempat kecewa begitu mendapat pembagian kelompoknya dan dia harus dipasangkan dengan kedua orang ini. Karena dia tau, mereka tak pernah bisa serius jika harus mengerjakan sesuatu, dan seringkali membuat orang kesal dengan tingkahnya, apalagi Hyuk-jae.

“Santailah dulu sebentar Yul,” timpal Donghae. Yuli mendesah kesal dan mulai membuka-buka bukunya. Tiba-tiba pintu rumah terbuka. Yuli sempat senang, berharap yang datang adalah Hyo-rin—salah satu anggota kelompoknya—tapi ternyata dia harus kembali kecewa, karena yang datang bukanlah Hyo-rin, tapi Mila.

“Eh, sedang ada tamu rupanya,” sapa Mila ramah saat memasuki ruangan.

“Iya Kak,” balas Yuli lemas, dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Dia sudah capek mengingatkan kedua temannya itu. Jadi lebih baik dikerjakan sendiri, daripada tidak sama sekali, pikirnya.

“Eh Yul,” tiba-tiba Donghae berbisik di dekatnya. “Itu tadi siapa? Cantik juga, boleh kenalan tidak? Kok kamu tidak pernah cerita kalau punya teman secantik itu?” tanyanya sambil terus memperhatikan Mila, membuat Yuli menggeram kesal, karena bukannya membantu dia malah menanyakan hal tersebut.

“Hah...pergi saja sana, kalau kau tak mau membantu. Jangan menggangguku!” gerutu Yuli. Dia pikir dengan begitu Donghae akan tersinggung dan membantunya untuk mengerjakan tugas. Tapi di luar dugaan, dia malah benar-benar pergi menghampiri Mila yang kini berada di ruang makan. Dan mulai melancarkan kata-kata manis untuk merayu-nya. “Arrghh!!” geram Yuli kesal dan membanting pulpennya ke meja. Benar-benar sial harus mendapatkan kelompok seperti mereka berdua, pikirnya.

“Sudahlah Yul, kerjakan saja ya!” ujar Hyuk-jae yang masih sibuk dengan ponselnya, seraya terkikik geli hingga membuat Yuli semakin kesal.

“DONG-HAE!! HYUK-JAE!! Bisa tidak kalian serius sebentar?!” bentak Yuli yang sudah mulai kehilangan kesabarannya.



~To Be Continued....

By Yuli ~Admin Lee~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar