Selasa, 01 Februari 2011

THE THIRD ROOM part 10

Judul : THE THIRD ROOM part 10



Genre : Thriller, Horror, Romance

Rated :  General

Cast :
Kang Hea In (author)
Noh Min Woo
Kim Nam Gil
Special appearance :    Choi Yeon Rin

****************

Sabtu, 5 Maret 2011 – Jam 10.54 --

DDRRRRTTTT…. Ponselku berdering dan bergetar

“Yoboseyo…”

“Hea In, ini aku Kim Nam Gil. Bisakah kita bertemu hari ini? ada yang ingin aku bicarakan, ini sangat penting!”

“Erghh…tapi hari ini aku—“

“Ini mengenai Yeon Rin—Choi Yeon Rin, sekarang aku mengerti keinginannya” sesaat aku tersentak Yeon Rin, nama si hantu, dan apa keinginannya??

“Mwo?”

“Aku ke tempatmu?, atau kau ke tempatku?”

“Baiklah, aku akan datang ke rumahmu” jawabku.

“Telepon dari siapa?” tanya Min Woo memergokiku, membuatku kaget. Segera aku memijit tombol off.

“Itu---“ Min Woo segera merebut ponsel dari tanganku…dan dia melihat nama yang tertera dari telepon yang masuk.

“Nam Gil?? Kau masih berhubungan dengannya??”

“Tidak---tadi dia hanya…”

“Kau akan bertemu dengannya bukan?”

“….”

“JAWAB Hea In!! Kau tidak boleh bertemu dengannya! Tidak Boleh!!”

“Waeyo?” tanyaku, kurasa aku harus bertemu dengan Nam Gil Oppa karena mimpiku yang terakhir, karena aku takut itu akan menjadi pertanda buruk.

“Karena…aku melarangmu!” bentak Min Woo. Sebenarnya aku paham alasan Min Woo melarangku tapi demi rasa ingin tahuku, aku terpaksa membantahnya.

“Apa alasannya? Karena kau cemburu bukan, cemburu yang tidak beralasan”


“Kau ini istriku Hea In, dan aku suamimu, aku berhak melarangmu melakukan hal yang tidak kusukai dan kau harus menurutiku”

“Kau memang suamiku, tapi kau tidak bisa menguasaiku! Lalu apa kau akan bersikap begini, bila aku pergi menemui klienku”

“Itu hal yang berbeda, kau jangan menyamakannya. Bila kau menemui klienmu itu karena kau ada urusan profesionalisme, bukan berdasarkan---“

“Berdasarkan apa?!! Kau mulai menuduhku”

“Jangan kau memperuncing masalah ini!! Pokoknya AKU MELARANGMU MENEMUINYA, ARASSO!” perintah Min Woo dengan nada tinggi membuat kepalaku bergeming sedikit.

Min Woo langsung membanting pintu depan dan pergi. Dia memang sedang terburu-buru mengikuti pemotretan di sebuah tabloid. Melihat Min Woo begitu marah dan sewot, membuat aku bimbang. Apakah niatku untuk bertemu dengan Nam Gil Oppa dibatalkan saja, karena bila aku membangkang tentunya Min Woo akan kecewa padaku.

Tapi mimpi itu---aku berusaha menepisnya, bukankah itu hanya mimpi dan selama sebulan terakhir kemunculan Yeon Rin tidak pernah kualami lagi. Namun bayangan Min Woo dan Nam Gil dalam mimpiku membuat aku gelisah. Ini pertanda, aku yakin. Akan ada sesuatu yang terjadi apalagi ketika Nam Gil Oppa mengatakan bahwa dia mengetahui keinginanYeon Rin.

Karena Min Woo melarangku pergi, sebaiknya Nam Gil Oppa aku undang kemari. Aku siap menerima resiko apapun, bila Min Woo mengetahui Nam Gil Oppa datang kerumah kami, aku mempersiapkan diri menerima kemarahannya. Lagipula ini sangat penting, seandainya mimpi itu nyata, setidaknya aku tahu bagaimana mencegahnya. Bukankah aku telah diberikan kekuatan penglihatan. Pernyataan semacam itu, memenuhi benakku, seolah manifestasi pembenaran atas sikapku dengan mengundang Nam Gil Oppa ke kediamanku.

TING TONG…

Kurang dari 40 menit, Nam Gil telah sampai dirumahku, menemuiku, setelah tadi aku memintanya untuk datang. Aku membukakan pintu dan mempersilahkan Nam Gil masuk. Bukan sekali ini aku menemui Nam Gil tanpa sepengetahuan Min Woo, 2 minggu kemarin, aku meminta Nam Gil menemaniku ke panti asuhan tempat kami dirawat dulu sebelum akhirnya kami diadopsi.

Lalu kami berdua pergi ke kuburan Mi Young dan melihat gundukan tanah yang menandakan jasad Mi Young terbaring dibawah sana. Aku bisa melihat dan merasakan Nam Gil Oppa sangat bersedih ketika melihat pusara Mi Young, tapi demi aku, dia bersedia mengantarku. Dan mulai hari itu aku memanggilnya dengan sebutan Oppa, dan dia tidak keberatan, karena juga umur kami terpaut jauh.

“Suamimu pergi?” tanyanya berbasa-basi. Oppa duduk di sofa kami dengan nyaman.

“Iya. Akhir-akhir ini dia sangat sibuk” jawabku, sambil meletakkan nampan teh dan biscuit di atas meja tamu.

“Tempat tinggal kalian sungguh nyaman”

“Terima kasih, ini milik kakaknya Min Woo. Kami akan segera pindah dari sini setelah kami membeli appartement baru” jawabku sopan.

“Oppa, kau bilang ada sesuatu yang akan kau sampaikan tentang Yeon Rin” lanjutku segera.

“Ya, itu tujuanku datang kemari. Hea In apa selama ini kau tidak pernah lagi diganggunya?”

“Tidak! Hanya mimpi yang sama yang berulang-ulang aku mimpikan selama 3 hari ini---“ dan aku menceritakan mimpiku itu namun penglihatanku terhadap Min Woo dan Nam Gil Oppa tidak aku sampaikan, karena aku belum yakin.

“Secara tidak sengaja aku membaca data tentang kejadian-kejadian di Hwangjeong. Mungkin ini terjadi secara kebetulan atau tidak, tapi data ini cukup membuatku gelisah. Ini lihatlah” Nam Gil Oppa menghidupkan netbooknya dan membuka file. Aku secara otomatis bergeser mendekatinya dan memperhatikan layar monitor.

“Kau lihat….” Kemudian dia memperlihatkan serangkaian data.

6 Maret 1963   Nama : Choi Bin Seok          
Penyebab kematian : Pembunuhan

6 Maret 1966   Nama : Go Sung Jin           
Penyebab kematian : Kecelakaan

6 Maret 1969   Nama : Kim Hee Bum         
Penyebab kematian : Kecelakaan

6 Maret 1972   Nama : Joon Ma Dong          
Penyebab kematian : Kecelakaan

Dan seterusnya data yang kulihat, tanggal kematian adalah 6 Maret di tahun 1975, 1978, 1981, 1984, 1987, 1990, 1993, 1996, 2002, 2005, 2008

Semua korban berjenis kelamin : Laki-laki

Penyebab kematian : Kecelakaan, berupa kecelakaan beragam ada yang terjatuh dari sebuah gedung, kecelakaan lalu lintas, terpeleset di tangga, kecelakaan rumah tangga. Tapi yang kulihat jelas adalah semua meninggal pada tanggal yang sama 6 Maret = 6-03

“Apa ini artinya?” tanyaku pada Oppa yang malah tertegun memandangku.

“Eh…ya…ini artinya---kau tidak melihat perbedaan di tahunnya” jawabnya dengan kikuk. Entah apa yang dia pikirkan tapi aku sekilas mengetahui bahwa dia terus memandangiku dari tadi.

“Tahun 1963 adalah tahun kematian Yeon Rin…3 tahun kemudian tahun 1966, kemudian tahun 1969---ommo…apakah…” kataku terkejut dan memeriksa lagi urutan tahunnya secara teliti.

“Ya Tuhan---“ kataku menarik kesimpulan dan menatap Nam Gil Oppa meminta penjelasan lebih lanjut.

“Kau benar….setiap kejadian kecelakaan itu selalu berselang 3 tahun sekali, pada tanggal yang sama dan korbannya semua adalah pria, hanya waktu kejadian bisa kita lihat setelah tahun 1981 dan seterusnya. Semuanya terjadi diatas pukul 18.00 atau 6 sore” jelas Nam Gil Oppa.

“Disini, terakhir tahun 2008 dan 3 tahun berikutnya adalah 2011. Tahun ini!! Oh Tuhan—besok tanggal 6 Maret bukan?”

“Iya…tepat sekali. Inilah yang ingin ku bahas denganmu, apakah kau mendapat kilasan-kilasan lagi mengenai hal ini. Hea In bicaralah ini penting! Agar kita bisa mengetahui siapakah kira-kira korban berikutnya?”

“Apa Oppa yakin penyebab kematian mereka semua adalah karena ulah Yeon Rin?”

“Mungkin saja, bila melihat polanya. Aku hanya mengkira-kira dan menyimpulkan sebisaku sesuai dengan data yang ada, tapi ini hanya berupa estimasi”

DEG…

Seketika itu juga, jantungku terasa mencelos. Siapa kira-kira korban berikutnya? Kilasan-kilasan yang terakhir yang ku dapat adalah mimpiku tentang Min Woo yang bersimbah darah dan Nam Gil Oppa yang terlempar dari kaca kamar appartement. Mungkinkah mereka korban berikutnya? Tidak! Bila pola ini yang dikatakan Nam Gil Oppa benar maka kemungkinan besar kilasanku akan nyata terjadi.

Min Woo---Nam Gil Oppa. Tidak mungkin! Aku tidak mau kehilangan mereka. Aku menyandarkan tubuhku di sofa, mencoba untuk mengambil rehat dan menghela nafas. Nam Gil Oppa duduk disampingku dan menatapku cemas.

“Hea In---apakah kau mendapatkan penglihatan lagi?” desaknya.

“Iya, aku melihatnya dalam mimpiku tapi hanya sekilas” jawabku pelan.

“Bagaimana?” tanyanya penasaran. Aku menegakkan badanku dan menoleh kearahnya.

“Aku bermimpi bahwa Min Woo terbaring terluka dan berdarah. Lalu kau terlempar dari kaca jendela kamar 603. Apa itu mungkin? Karena semua kejadian yang kulihat berada di kamar itu. Oppa, katakan padaku bahwa itu hanya halusinasiku saja, dan tidak akan pernah terjadi” kataku memohon, mataku mulai berkaca-kaca.

Dia hanya terpaku diam, menatapku lekat. “Kupikir, bila itu memang kilasanmu, ada kemungkinan itulah yang akan terjadi” gumamnya pelan tapi ada tekanan keraguan disana.

“Tapi bila kita tetap menghindari tempat itu, dan tinggal dengan aman disini, maka kita akan baik-baik saja dan tidak akan terjadi apapun sampai tangal 6 Maret berakhir” harapku penuh keyakinan.

“Ya…mungkin saja” hiburnya mendesah pelan.

“Menurutmu, kenapa kejadiannya selalu tanggal 6 Maret?” tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan, karena kurasakan air mataku akan jatuh, aku tidak mau dia melihatku menangis lagi.

“Dari yang kupahami dari ceritamu, kemungkinan besar di tanggal itu sosok Yeon Rin dapat mengumpulkan kekuatannya dan berani melawan. Bisa dibilang itu adalah hari dimana dia menuju titik kulminasi untuk membebaskan dirinya dari siksaan yang dilakukan ayahnya. Dan pada akhirnya dia mampu mengulang dan mendapatkan kekuatan yang sama untuk kembali membalaskan dendamnya”

“Mengapa dia dapat kembali dan membalaskan dendam. Serta bila korbannya adalah pria, lantas kenapa aku yang dihantui”

“Hea In, ada suatu pemetaan yang tidak masuk akal tentang jiwa yang tersesat. Kukira Yeon Rin salah satunya, dia seolah tidak menyadari bahwa sebenarnya dia sudah mati tak bernyawa. Yang merasuki jiwanya hanya dendam dan keinginan besar untuk melampiaskan marahnya pada orang lain. Kau tahu, saat dia bunuh diri niatnya bukan untuk menyesali perbuatannya karena telah membunuh ayahnya sendiri, tapi dia telah membulatkan tekad bahwa dia akan kembali, dan menyelesaikan dendamnya pada orang-orang yang telah menyakitinya. Tapi akhirnya dia terperangkap dengan lingkaran setan, yang membuat dia tidak bisa kembali ke alam yang seharusnya ditempatinya”

“Lantas kenapa aku yang dihantui, Mi Young pernah mengatakan bahwa kami bisa melihat jika mereka memerlukan bantuan atau menginginkan sesuatu”

“Kupikir Yeon Rin tidak berniat untuk menghantuimu, tapi ternyata kau melihatnya dan kemampuanmu ternyata membuat Yeon Rin secara tidak sengaja membawamu melihat masa lalunya. Ini memang tidak masuk akal, tapi percayalah bahwa serpihan kilasan masa lalu bisa merangkai kejadian yang akan terjadi di masa depan”

“Jadi sebenarnya dia tidak mengincarku! Tapi kau pernah bilang bahwa mungkin juga Yeon Rin menginginkan reinkarnasi”

“Aku juga tidak mengetahui jawaban pastinya, tapi bila kilasanmu benar maka sebenarnya dia tidak menginginkan dirimu. Reinkarnasi---menurut kepercayaan kuno, hal ini dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama, bisa 1000 atau 100 tahun kemudian. Tapi jiwa yang diperbolehkan reinkarnasi hanya berlaku pada jiwa yang tulus dan berniat ingin meluruskan sesuatu hal menjadi lebih baik. Bila Yeon Rin menginginkan reinkarnasi, kurasa kecil kemungkinannya. Bisa kau bayangkan bila sosok pendendam seperti Yeon Rin bereinkarnasi dan diijinkan untuk kembali ke bumi, hidup sebagai manusia. Dia akan menjadi manusia yang berhati iblis”

“Oppa…kau mau bilang bahwa kilasanku benar. Kau dan Min Woo kan seorang pria, jadi kemungkinan kalianlah korban berikutnya?” kataku tercekat.

“Semoga saja tidak, tapi bila melihat polanya---belum pernah ada wanita yang menjadi korbannya. Kurasa dia hanya memilih pria yang diasumsikan sebagai jelmaan para pria yang telah menyakitinya di masa lalu”

“….sungguh menyedihkan…” kataku prihatin, dan melanjutkan pertanyaanku, “Oppa, waktu itu, waktu aku pertama kali Yeon Rin bunuh diri, kenapa aku bisa merasakan hal yang sama…”

“menurutku…karena kejadian itu---Yeon Rin merasa mendapatkan kekuatan gaib dari sebuah sugesti yang dirasakannya, berasal dari pusat dunia kegelapan. Kupikir karena kau kerasukan pada saat itu sehingga mampu merasakan sakitnya Yeon Rin, entahlah banyak hal yang tidak bisa dijelaskan secara harfiah”

“Penjelasan yang sungguh absurd…bila arwah Yeon Rin dapat kembali, mungkin banyak orang yang melakukan bunuh diri hanya berharap dapat bangkit kembali dan membalaskan dendamnya pada orang yang dianggap telah menyakitinya…”

Nam Gil Oppa mengelengkan kepalanya pelan, dunia parallel dan metafisika supranatural---adalah dunia yang sulit dijelaskan dengan kata-kata ilmiah apapun. Karena keberadaannya mengambang dan tidak ada kitab manapun yang secara gamblang menjelaskan tentang dunia ini, dunia yang dikuasai oleh kegelapan dan penuh mistis, keberadaannya sangat misterius dan sulit diterima oleh benak yang normal.

”Kurasa tidak demikian, Hea In. Hal itu diluar nalar manusia seperti kita. Tapi dari yang bisa ku-asumsi adalah hanya berlaku pada manusia yang mengalami penderitaan luar biasa dalam hidupnya sehingga keinginan untuk terlepas dari beban itu memuncak dan menguasai seluruh pikiran dan jiwanya”

“Yah…kurasa aku mengerti penjelasan dari sudut pandangmu”

“Ahh…” desah Nam Gil Oppa “membicarakan tentang ini memang tidak ada habisnya, membuatku lapar” gurau Nam Gil Oppa.

“Oppa belum makan?” tanyaku serius. Dia mengelengkan kepalanya. Astaga, dia bahkan belum menyentuh teh dan beberapa biscuit kecil yang kusediakan.

“Hea In, bila tidak merepotkan aku ingin makanan yang lebih berat” pintanya sungkan. Aku tersenyum lebar menanggapinya.

“Baiklah, akan aku masakkan kimbab, tunggu sebentar! Sambil menunggu, diminum dulu saja teh dan kuenya, ya!” saranku sambil bangkit berdiri menuju dapur.

Aku mengeluarkan beberapa bahan untuk membuat kimbab dari dalam kulkasku. Memasak kimbab memang mudah dan cepat, lagipula aku mempunyai kuah kare yang kental sebagai pelengkap makan siang kali ini. Aku sangat serius memasak hingga aku tidak menyadari Nam Gil Oppa telah berdiri di belakangku.

“Kelihatannya enak…” ujarnya. Dia berdiri terlalu dekat denganku sehingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya di leherku. Aku merasakan sensasi yang aneh ketika nafasnya menyentuh pori-poriku.

“Ya…sudah selesai! Ayo bantu aku menyusunnya” sahutku, berusaha menghindari dan menghilangkan sensasi yang aneh itu ketika aku berdekatan dengan Nam Gil Oppa.

Kami duduk menghadap meja makan dan mulai menyusun kimbab, sepanjang waktu saat menyusunnya, kami saling mengobrol pendek tentang hal-hal kecil dan sepele. Sebenarnya aku yang membuat suasana seceria mungkin, karena aku ingin menghilangkan pikiran kalutku dan kegelisanku. Sepertinya Oppa juga merasakan hal yang sama, karena dia begitu senang ketika kami bersenda gurau.

“Tidak…ini seharusnya diletakkan disini agar warnanya tidak berdekatan dengan wortel..”protesku ketika Nam Gil Oppa menyusun wortel dan crabstick berdampingan.

“Ini kan sama saja---tetap saja kalau sudah sampai di mulut kan bercampur juga” timpalnya.

“Justru penempatan warna yang menarik, membuat orang lebih berselera untuk makan” ucapku sambil membetulkan letak crabstick agar menjauh dari wortel.

“Kau ini perfeksionis, ya?” protesnya sambil tertawa, ketika kami mulai berebut sumpit.

“Iya…baru tahu! Aku sering membuat orang-orang di sekitarku kesal karena sifatku” aku membela diri sambil bersungut-sungut. Aku memenangkan perebutan sumpit dan mulai menyusun kimbab dengan baik dan benar. Nam Gil Oppa makin tertawa lebar melihatku.

“Sepertinya aku juga mulai kesal nih…” candanya. Setelah itu kami menikmati makan siang bersama dengan riang. Aku sungguh menyenangi suasana seperti ini, karena seperti melupakan sesaat tentang mimpiku, tentang penjelasan Nam Gil Oppa atas beberapa kasus kematian yang aneh itu, terutama tentang penglihatanku, dan Yeon Rin.

Setelah selesai makan, aku menyajikan es krim sebagai dessert, kemudian aku susun rapi diatas beberapa remahan biscuit coklat dan potongan buah strawberry.

“Hmm…enak sekali! Kau menang dan aku kalah, walaupun makanannya sederhana tapi karena susunan warnanya pas membuat selera makanku bertambah…” puji Nam Gil Oppa dengan mulut penuh biscuit.

“Jadi secara tidak langsung kau bilang bahwa masakanku tidak enak ya?” rajukku.

“Aniya…tidak! Justru enak sekali ditambah dengan teorimu tentang penyusunan warna itu” lanjutnya segera, karena melihatku merenggut, disangkanya aku benar-benar marah, tampak penyesalan di matanya.

“Oppa…sudahlah. Aku hanya mengodamu” sahutku geli. Tapi dia tidak merubah air mukanya, matanya terus menatapku dengan pandangan yang berbeda dari sebelumnya. Seolah ingin membaca seluruh isi pikiranku.

Secara perlahan Nam Gil Oppa menarik lembut tanganku dan mengenggamnya erat, kurasakan sentuhan lain dalam remasan tangannya. Aku hanya diam terpaku dan melihat matanya yang sedang menatapku dengan lembut.

“Hea In, bisakah kau berpaling padaku?” ucapnya pelan seraya mencondongkan dirinya ke arahku, jarak kami sangat dekat. Dan aku mulai tidak nyaman dengan perasaan ini, berdesir karena kedekatanku dengannya dan anehnya, aku sangat menyukainya. Tapi juga merasa bersalah terhadap Min Woo, hatiku bagai terbelah dua sekarang.

Apalagi ketika Nam Gil Oppa meletakkan tangannya di pipiku, hangat telapak tangannya seolah merambati kulitku. Dan akhirnya hal itu terjadi.selang beberapa detik kemudian, Nam Gil Oppa menempelkan bibirnya di bibirku. Bagai sentuhan marshmellow yang ringan dan manis, dia menciumku lembut. Karena keterkejutan ini, aku hanya diam tidak bereaksi, mencari dan mendengar suara hatiku yang terus berteriak agar aku menolaknya, tapi otakku menginginkannya.

Karena sensasinya seakan berbeda, seperti kau mendapati ciuman pertamamu lagi. Merasa hal ini tidak benar tapi kau tidak bisa menolaknya. Selama beberapa menit, kami berciuman. Aku tak menyangkal bahwa aku juga membalasnya dengan ragu-ragu. Otakku berhenti bekerja, dan jantungku berdebar lebih kencang. Kemudian karena takut, aku tidak bisa menguasai diriku, aku melepaskan diri dari raupan bibirnya. Dia hanya menatapku dengan pandangan lembut dan mengusap bibirku dengan jempolnya pelan.

“Kau menyukaiku…” gumamnya dengan nada penuh harap. Aku tidak bisa menyimpulkan apakah aku menyukainya atau hanya perasaan simpati saja atas nasibnya. Tapi bersamanya aku merasa terlindungi dan merasa aman.

“Tidak---“ bantahku. “Aku hanya---mianhe Oppa! Aku tidak bisa menyukaimu, aku sangat tahu dimana posisiku. Oppa hanya melihatku sebagai Mi Young, itu tidak masalah bagiku, aku memahaminya”

“Hea In-ah, tidak benar. Mi Young adalah bagian dari masa laluku, aku selalu menyimpannya di dalam hatiku. Tapi aku benar-benar menyukaimu, dan akupun menyadari perasaan ini adalah salah. Tapi rasa cintaku tumbuh secara perlahan padamu, tanpa aku bisa menghentikannya”

“aku harap Oppa bisa menghentikannya. Aku tidak bisa menerimanya, ini tidak mungkin terjadi”

“Hea In-ah”

Tiba-tiba ponselku berdering, aku merasa lega dalam hati karenanya. Aku tidak sanggup lagi melihat kesedihan di matanya karena penolakanku, tapi alasanku sangat kuat. Aku wanita bersuami dan suamiku mencintaiku, selama ini aku tidak bisa melihat kekurangan Min Woo. Walau kadang Min Woo bersikap seperti anak kecil, tapi secara keseluruhan dia tidak mempunyai cela menjalankan perannya sebagai suami.

Akupun bangkit memburu ponselku yang diletakkan diatas meja tamu, sekilas kulirik ke arah wajah Nam Gil Oppa yang jelas menyiratkan ekspresi kecewa.

“Ya…jagiyaa” jawabku

“Kau dimana?”

“Di rumah”

“Benar ada di rumah?”

(aku menghela nafas kesal) “ada apa?”

“sekarang hampir jam 4 sore, kurasa masih ada waktu untuk kau bersiap-siap. Aku akan mengajakmu ke pesta makan malam bersama Direktur Lee pemilik Core Content Media”

“Apa? Mendadak sekali---”

“Masih banyak waktu untuk kau bersiap-siap, tenang saja! aku sedang dalam perjalan ke rumah sekarang. Sampai nanti”

“Keurom…”

Min Woo sedang dalam perjalan ke rumah?? Astaga, kalau Min Woo tahu Nam Gil Oppa ada di rumah sekarang, aku yakin Min Woo pasti akan marah besar. Walaupun sebelumnya aku sudah mempersiapkan diri tapi tetap saja dengan melihat Min Woo membentakku keras seperti tadi pagi, akan menimbulkan pertengkaran lagi, dan aku tidak mau itu terjadi. Seketika itu perasaanku berubah panik, terlebih karena tadi aku berciuman dengan Nam Gil Oppa. Oh Tuhan, aku melakukannya---aku telah berselingkuh!!

“Ehmm…Oppa… mianhe, tapi kurasa kau harus---“

“….pulang. Gwenchana, aku mengerti. Terima kasih atas makan siangnya juga dessertnya” kata Nam Gil Oppa sambil membereskan netbook dan barang-barangnya. Aku mengantar Nam Gil Oppa sampai ke foyer dan terus menatap pintu yang sudah tertutup.

“Terima kasih atas dessertnya? Es krim atau ciuman itu…” gumamku pelan dan berpikir, terus terang aku tersindir dengan pernyataannya. Dan rasa bersalahku semakin membesar,seolah membentuk rongga dalam hatiku.


~~ T B C ~~

By Author Mila

Tidak ada komentar:

Posting Komentar