Minggu, 24 April 2011

A BIRTHDAY PARTY (Kim's Family) - Kim Nam Gil Fanfiction - Gejeh Edition -

Wah...ini sebenarnya udah lama sekali ngepost-nya di page 'elfanfic' (Facebook) tapi karena kesibukan *preeeett* jadi blog-nya sempet gak keurus hehe....mian semua!! ^^

Moga terhibur dengan FF GeJeh ini yaa....

-Lee-
_________________________________________________

Kim's Family


A BIRTHDAY PARTY (Kim's Family) - Kim Nam Gil Fanfiction - Gejeh Edition -



-6 Maret 2011, de Ferts Cafe`-

Tiga orang wanita cantik nan modis sedang berkumpul dan bercengkrama di salah satu meja cafe` de Ferts, yang terletak di tengah kota Seoul. Suasana cafe` yang menyenangkan membuat mereka bertiga larut dalam perbincangan seru dan menghibur. Sesekali ketiganya tertawa bersama, memperlihatkan kekompakan yang sama sekali tak dibuat-buat. Bagi orang yang melihat, pasti tak akan pernah terbersit dalam pikiran mereka bahwa ketiga wanita itu—sebenarnya empat, tetapi karena kesibukan yang terlalu padat *lebayyy* wanita yang satu lagi harus datang terlambat—adalah istri-istri dari seorang pria yang sama. Menurut akal sehat, hal itu pasti aneh dan tak mungkin terjadi, karena pasti tak akan ada satu wanita pun yang mau dimadu oleh suaminya.

Tetapi keajaiban itu terjadi di keluarga Kim Nam-gil. Yeah, siapa yang tak mengenal Kim Nam-gil, seorang pria tampan menawan, sekaligus aktor yang terkenal hingga seantero jagat raya *lebayy lagi, ni Author lebay mulu dari tadi, haha....abaikan, kita lanjot lagi nyok!*. Hingga membuatnya dipuja dan digilai banyak wanita. Banyak wanita di seantero negeri yang sangat memujanya, dan berharap menjadi istri atau kekasihnya. Oleh karena itu, ketiga wanita yang beruntung ini *eh salah empat* demi cintanya kepada suaminya, hingga rela berbagi suami dan tetap terlihat kompak tanpa dendam sedikit pun *hebat bener, aslinya gak mau ni :p*.

“Mana Shin-woo? kok dia lama sekali?” tanya Hea-in—istri sirri Kim Nam-gil—mulai terlihat tak sabar, “aku ada janji dengan Min-woo nih, sekitar satu jam lagi.” Hea-in melirik jam weker, eh salah jam tangannya untuk yang ke sepuluh kalinya *rajin bener ya Author ampe ngitungin*.

“Hah...iya nih, Shin-woo lama sekali. Aku kan juga harus bertemu dengan Si-won Oppa,” gerutu Dae-jia—istri ketiga Kim Nam-gil—tak mau kalah, ia duduk di sebelah kanan Hea-in.

Yoo-hee, yang merupakan istri pertama dan paling dicintai Kim Nam-gil *dikeroyok bini-bini laen :p*, mendesah lelah. Kehamilannya yang memasuki trimester pertama membuatnya sedikit pusing dan mual-mual, morning sick ceritanya.

“Kau tidak apa-apa Yoo-hee?” tanya Hea-in khawatir saat melihat wajah Yoo-hee yang berubah pucat.


Yoo-hee menggeleng, “Tidak apa-apa, Onnie!” jawabnya berbohong, dia tau kini dirinya sedang tidak baik-baik saja. Tetapi demi suami tercintanya, dia rela menahannya *preeet*.

Sebenarnya kedatangan mereka ke cafe` ini bukan tanpa tujuan, mereka sengaja berkumpul hari ini, untuk membicarakan rencana pesta kejutan untuk suami tercintanya, Kim Nam-gil, yang jatuh pada tanggal 13 Maret, minggu depan. Jika tidak, tak mungkin mereka akan menyempatkan waktu untuk berkumpul seperti ini, sementara kesibukan mengurus suami-suami lain—karena Hea-in, Dae-jia dan Shin-woo juga memiliki suami lain selain Nam-gil *pantes, mau dimadu haha*—jadi waktunya tak memungkinkan jika hanya untuk bersantai bersama. Beruntung, suami mereka yang saat ini tengah menjalani wamil, ditempatkan di belakang meja. Hingga hari ulang tahunnya, yang kebetulan tahun ini jatuh di hari Minggu, dapat mereka rayakan bersama—kantor pemerintah pada hari Minggu, libur.

Akhirnya, yang mereka tunggu-tunggu datang juga. Shin-woo baru saja keluar dari sedan biru tua milik Lee-teuk, setelah mengecup pipi Lee-teuk—suami kedua Shin-woo, yang merupakan member suju *gak ada yang nanya*—Shin-woo melangkah menuju meja di mana ketiga wanita itu berada.

Dengan meringis, Shin-woo menyapa mereka, “Maaf, aku terlambat!” sesalnya, lalu buru-buru duduk di kursi kosong sebelah Yoo-hee. “Kalian sudah lama menunggu ya?”

“Bukan lama lagi, tapi kita sudah ‘garing kriuk-kriuk’ di sini,” sahut Mila sedikit kesal, dengan menambahkan sedikit penekanan di kata ‘garing kriuk-kriuk’.

Shin-woo kembali meringis, “Mianhae!”

“Ya sudah, kita segera selesaikan saja pembahasan *udah kayak laporan aja* ini” saran Yoo-hee yang kini semakin terlihat lelah.

“Oke, oke” timpal Mila setuju. “Hya! Dae-jia!” panggil Hea-in sembari mengguncang bahu Dae-jia agak keras, saat melihat wanita itu malah asyik bermain mata dengan pria tampan yang duduk tidak jauh dari meja mereka.

Yoo-hee menggeleng-geleng heran, “Apa tidak cukup kehadiran Si-won dan Ho-young di sampingmu?” oloknya.

Dae-jia memberikan senyum terbaiknya, “Selama masih ada pria tampan yang tergoda dengan kecantikanku, tidak ada yang cukup bagi seorang Park Dae-jia,” ujarnya dengan keangkuhan yang sedikit dibuat-buat. “Lagi pula, bukan hanya Si-won dan Ho-young, aku masih punya banyak kekasih lain yang sangat memujaku.”

Yoo-hee mendengus, “Hah...kau ini,” gumam Yoo-hee heran.

“Kau tidak tau sih rasanya memiliki banyak kekasih, benar-benar menyenangkan! Iya Kan Hea-in Onnie?” tanyanya pada Hea-in. Hea-in hanya membalas perkataan Dae-jia tadi dengan mengangguk mantap. “Ayo lah Onnie, jangan terlalu serius, carilah pria tampan lain, selama Nam-gil Oppa masih wamil, kau kan harus ada yang menjaga juga, apalagi sekarang Kau sedang hamil” bujuk Dae-jia pada Yoo-hee.

Yoo-hee menggeleng mantap, “Tidak...tidak, aku sama sekali tidak berminat! Terima kasih” tolaknya.

Kali ini Hea-in mendengus, “Tidak berminat?” ujarnya tak percaya, jelas sekali terlihat kekesalan di wajahnya.

Yoo-hee menatap Hea-in, bingung. “Iya, aku kan istri paling setia selama ini,” sombongnya.

“Cih...sepertinya kau lupa, dulu aku pernah memergokimu berduaan dengan suami keduaku, Dong-hae, lalu dengan bangganya Kau bilang, Kau lah istri paling setia?”

“Kau cemburu?” tanya Yoo-hee, ia tertawa tanpa rasa humor. “Aku tidak ada hubungan apa-apa dengannya, aku hanya—“

“Hya! Sebenarnya kita ke sini untuk membicarakan masalah Oppa atau untuk melihat pertengkaran kalian sih?” Shin-woo mulai bersuara saat melihat ketiga temannya justru tidak membicarakan masalah yang sebenarnya menjadi tujuan mereka berkumpul saat ini.

Kontan Hea-in dan Yoo-hee menghentikan pertengkarannya. “Maaf,” cetus Yoo-hee, “sebaiknya nanti saja kita bicarakan masalah ini berdua Onnie, sekarang kita bahas tentang pesta kejutan itu saja.”

Mereka pun mulai membicarakan mengenai rencana pesta kejutan itu, ketegangan yang semula tercipta di antara mereka, kini mulai mencair kembali, seiring perpindahan topik yang mereka bicarakan. Kim Nam-gil memang topik yang mampu menyatukan mereka.
Di tengah kesibukan keempatnya mendiskusikan masalah itu, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kedatangan Yu-ri, adik tiri Hea-in. Yu-ri datang sembari menggendong bocah laki-laki yang berumur sekitar 2 tahun, dan saat ini sedang merengek-rengek meminta perhatian. “Onnie, Min-jae tidak mau diam dari tadi,” gerutu Yu-ri kesal.

Hea-in meraih putranya dan meletakkannya di pangkuannya. Tadi sebelum berangkat ke cafe` ini, dia sengaja menitipkan putranya kepada adik tirinya—anak dari ayah tiri-nya, yang menikah dengan ibunya ketika ibunya bercerai dengan ayahnya *yaiyalah, ribet bener yaa*—agar tidak mengganggu percakapannya dengan teman-temannya. Seketika Min-jae diam saat berada dalam pangkuan Hea-in.

“Hah...” desah Yu-ri, “untung aku membawanya kemari, ternyata dia ingin bersamamu Onnie!”

Hea-in mengangguk, “Yah, terima kasih karena Kau telah berbaik hati membawanya kemari.”

“Tidak apa-apa, aku jadi punya alasan untuk keluar bersama Zhoumi,” ujarnya sembari menyeringai senang. Gadis itu melirik sekilas ke arah pria yang mengantarnya tadi, pria itu tengah berdiri di samping mobilnya. “Ah, ya sudah...aku pamit dulu, Onnie,” ujarnya pada keempat wanita itu dan berjalan dengan semangat yang cukup tinggi hingga bergoyang-goyang pinggul *apaan si?* menuju ke arah Zhoumi yang tengah menunggunya dan kepanasan di luar *kasian amat ya Zhoumi*.

Setelah rencana tersebut dibicarakan dengan matang, keempat wanita itu pun telah mencapai kesepakatan dalam mengatur pesta ini. Mereka mulai beranjak dari kursinya dan melangkah keluar cafe` dengan gaya bak superstar kehilangan kendali *hahaha gak penting*.

“Sampai jumpa semuanya!” seru Dae-jia sembari melambaikan tangannya ke arah teman-temannya dan buru-buru menyambut suami keduanya-Choi Si-won, dengan pelukan erat, serta ciuman memabukkan *tetep*. Semua orang tau,bahwa Dae-jia sangat mencintai suami keduanya itu, dan sudah maklum akan hal itu.

Sembari menggendong Min-jae dan sedikit mendesah, karena keberatan—maksudnya beratnya anaknya yang udah gede—wajahnya berubah lega saat melihat mobil Min-woo akhirnya tiba. Min-woo keluar dari mobil dan mengecup kening Hea-in lembut. Melirik kedua temannya, Hea-in melambaikan tangan, eh salah...dia kan lagi gendong anaknya ya, hahaha....cukup berkata selamat tinggal pada kedua temannya, lalu masuk ke dalam mobil Min-woo.

Sementara, Shin-woo yang tak membawa mobil—karena tadi diantar Lee-teuk—memutuskan untuk menyupir mobil sedan putih milik Yoo-hee, yang terparkir di dekat tiang listrik *GaPe*. Mengingat kondisi Yoo-hee yang saat ini tengah hamil muda. “Ayo Onnie, kita pulang juga. Kau kan harus beristirahat,” ajaknya yang disambut anggukan antusias Yoo-hee.


-12 Maret 2011, Kediaman Keluarga Kim-

Satu hari menjelang hari H, keempat istri Nam-gil—ditambah Yuri, yang dengan senang hati, menawarkan dirinya membantu—tengah sibuk berbenah di rumah besar keluarga Kim. Mereka semua tampak sibuk, Yoo-hee sibuk memasak di dapur, Yuri dan Shin-woo sibuk mendekorasi ruangan, Hea-in sibuk membungkus kado sembari menemani Min-jae bermain, dan Dae-jia sibuk berciuman dengan Si-won *Lho?*.

“Hya! Dae-jia, ayo bantu kami!” gerutu Shin-woo kesal, sembari meneruskan pekerjaannya menghias ruangan dengan pernak-pernik khas pesta ulang tahun, mulai dari balon sampai pohon hias *ni natal apa ultah si?*.

“Iya, iya!” gerutu Dae-jia, seraya beranjak dengan enggan dari sebelah Si-won. “Kita lanjutkan nanti saja ya Seobangnim,” rayunya dengan membuat suaranya seolah-olah lembut gemulai. Si-won tampak sedikit kesal, mendapati kegiatannya terganggu *ni pasangan di mana-mana, selalu ye?*.

Baru beberapa langkah Dae-jia berjalan, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh keributan dari arah dapur. Kontan mereka terkesiap kaget mendengarnya.

“Tolong, Nyonya Yoo-hee pingsan!” seru Bibi Ma—yang sedari tadi membantu Yoo-hee memasak—panik.

Mereka pun berhambur menuju dapur, dan dilihatnya Yoo-hee telah tergeletak tak berdaya di lantai. Si-won yang merupakan satu-satunya pria di tempat itu, dengan cekatan membopong Yoo-hee ke sofa ruang tengah, walaupun sempat mendapat lirikan tajam dari Dae-jia *ngamok beneran ni kayaknya Park*.

Nampaknya, karena terlalu lelah mempersiapkan acara tersebut, sementara dirinya dalam kondisi hamil muda, membuatnya jatuh pingsan. “Untung saja, Tuan tidak ada di tempat,” gumam Bibi Ma, penuh Syukur. “Kalau tidak, dia pasti akan memarahi saya, karena memperbolehkan Nyonya memasak sampai pingsan begini.” Dia benar, Tuannya pasti akan marah besar kalau sampai tau tentang ini.

“Bibi Ma, tolong bawakan alkohol ke sini,” perintah Shin-woo, sembari memindahkan kepala Yoo-hee ke pangkuannya.

“B-baik!” sahut Bibi Ma, gugup.

Setelah menghirup aroma alkohol dari tangan Shin-woo, Yoo-hee mulai membuka kelopak matanya, perlahan. Terdengar gumaman lega dari teman-temannya. “Ada apa denganku?” tanya Yoo-hee bingung, dan segera bangkit duduk sembari menekan-nekan tengkuknya yang terasa nyeri.

“Nampaknya Kau terlalu lelah, sebaiknya Kau istirahat saja Yoo-hee,” saran Hea-in, “biar Dae-jia yang meneruskan memasak bersama Bibi Ma di dapur.”

“Apa?!” seru Dae-jia kaget, “Aku?” Dae-jia memang tak begitu pandai memasak, dia hanya bisa memasak yang mudah-mudah saja, seperti menggoreng telur dan membuat omelet. Jadi, tentu saja dia keberatan meneruskan tugas Yoo-hee memasak. “Bagaimana kalau kita memesan katering saja?” usul Dae-jia buru-buru.

“Untuk acara kecil begini?” tanya Yuri heran.

“Siapa bilang ini acara kecil,” sanggah Dae-jia, “ini kan acara istimewa untuk suami kita tercinta.” Mendengar itu, Si-won tampak kurang suka, dan melirik Dae-jia dengan tatapan memprotes. Melihat hal itu, Dae-jia buru-buru mengoreksi kata-katanya, “Dan tentu saja Kau yang paling kucintai,” ujarnya lembut pada Si-won sambil bergelayut manja di lengannya.

“Ya sudah,” timpal Hea-in gusar, “Terserah Kau, mau bagaimana, semua kuharap sudah siap besok.”

“Tenang saja!” sahut Dae-jia santai, sembari melambaikan tangannya agar Hea-in tenang.


-13 Maret 2011, kediaman Keluarha Kim-

Hari ini, hari Minggu yang cerah. Suasana di luar yang terang oleh cahaya mentari pagi yang hangat, tak berbeda jauh dengan kondisi rumah keluarga Kim saat ini. Ruang tamu yang luas itu telah dihias dengan berbagai pernak-pernik berkilauan. Balon-balon dan kertas hias dengan berbagai warna menghiasi setiap sudut ruangan, menampakkan kemeriahan pesta yang akan segera dilaksanakan. Ada tulisan


SAENGIL CHUKHAE
Uri Saranghaneun Nampyeon KIM NAM GIL


di salah satu sisi ruangan, menggunakan kertas berkilauan berwarna campuran merah marun, kuning dan hijau *Lho? Kayak lampu lalu lintas aje*.

Sementara di dapur rumah itu, sudah dipenuhi dengan berbagai menu makanan yang menggugah selera *Authornya ikutan ngiler*, mulai dari masakan barat berupa cake-cake kecil, es krim dengan aneka rasa, puding beraneka warna, salad, soup, steak, spagheti, vetuccini, pizza, ikan panggang dan ayam panggang bumbu lada hitam yang merupakan favorit suaminya, hingga makanan tradisional Korea, berupa kimchi, samgyetang, bibimbab, bokumbab, kimbab, bulgogi, galbi, dan tteokbokki *sebutin semua dah makanannya hahaha*. Yang paling penting, dan tak boleh ketinggalan adalah sebuah kue tart berukuran sedang dengan warna hijau muda bertuliskan angka 30 yang merupakan usia Kim Nam-gil saat ini. kue itu, berhasil dibuat Yoo-hee sebelum dia pingsan kemarin *maksa ceritanya hahaha*. Kado-kado dengan berbagai macam pembungkus berwarna-warni dari berbagai kalangan (Fans, istri-istri dan teman-teman Kim Nam-gil) bertumpuk di tepi ruangan.

Sesuai rencana, Nam-gil awalnya akan dibuat kaget dengan berita sakitnya Yoo-hee. Karena kondisi kehamilannya, hingga sangat memungkinkan dirinya menjadi bahan penipuan itu *penipuan?*. Dan hal itu, tidak sepenuhnya bohong, kemarin Yoo-hee memang benar-benar pingsan kan? *kena batunya tuh kayaknya, makanya jangan suka nipu haha*


“Hei, Shin-woo! cepat jemput Oppa, dan ingat Kau harus berpura-pura sedih di depannya,” perintah Hea-in.

“Iya, iya,” gumam Shin-woo lalu bergegas menuju mobil ke Rumah kontrakan Nam-gil di daerah Gangnam.

Selagi Shin-woo menjemput Nam-gil, yang lainnya sibuk menyiapkan segala sesuatunya di rumah. Yoo-hee yang sudah beristirahat kemarin, hari ini nampak segar bugar dengan memakai baju pink berpotongan lebar di bagian perut untuk menutupi perutnya yang mulai membuncit, berkardigan putih dan dipadu dengan celana panjang putih.

“Kau nampak segar hari ini Yoo-hee!” ujar Hea-in sembari menatapnya turun dari tangga.

Hea-in yang tinggal bersama suami syahnya, Noh Min-woo, datang pagi-pagi sekali untuk menyiapkan semua ini. Yoo-hee membalas sapaan Hea-in dengan senyuman, “Yah Syukurlah, terima kasih karena Kau mau datang pagi-pagi sekali ke mari,” ujarnya penuh syukur. “Di mana Min-woo?” Yoo-hee bertanya melihat ketidakhadiran Min-woo.

“Dia tidak ikut, karena saat ini sedang sibuk Syuting drama terbarunya,” sahut Hea-in, terlihat ekspresi kecewa di wajahnya.

“Dong-hae?”
Hea-in menggeleng, “Tidak, aku sedang marah dengannya,” gumam Hea-in.

“Marah?”

“Sudahlah, jangan bicarakan dia, aku tak mau merusak hari ini dengan membicarakan masalah ini,” tolak Hea-in.

“Yeah, baiklah. Maaf—“

“Hai semua!” sapa Dae-jia yang baru saja tiba bersama suaminya Si-won. Dae-jia yang mengenakan mini dress biru tua tengah bergelayut manja di lengan Si-won.

“Kemana saja Kau? Kenapa baru datang?” tanya Yoo-hee.

Dae-jia menyeringai, “Maaf, banyak urusan yang harus kulakukan tadi. Yang penting kan, makanannya sudah siap,” memang benar, kemarin Dae-jia telah memesan makanan-makanan itu dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya, syukurlah semua biayanya ditanggung oleh suami keduanya yang kaya raya sampe punya pulau segala *Lho?*, siapa lagi kalau bukan Si-won.

“Kau datang sendiri Onnie?” tanya Dae-jia pada Hea-in. Hea-in yang tadi sudah menjawab pertanyaan yang sama dari Yoo-hee sedikit kesal mendengarnya.

“Tidak, aku bersama Yuri dan Min-jae,” jawab Hea-in datar.

“Lalu dimana mereka?” tanya Yoo-hee.

“Mereka ada di dapur,” ujar Hea-in sembari menunjuk ke arah dapur. “tadi Min-jae minta makan es krim.” Yoo-hee dan Dae-jia hanya ber-ooh panjang mendengarnya.


-Rumah Kontrakan, Gangnam-

Shin-woo mengetuk pintu rumah kontrakan itu beberapa kali, saat tiba-tiba pintu dibuka dia mulai memasang ekspresi kalut dan sedih di wajahnya. Tapi bukan Nam-gil yang keluar, melainkan teman kerjanya. “Dimana Nam-gil Oppa?” tanya Shin-woo tak sabar.

“Oh, ada di dalam,” ujar pria itu sembari mengamati Shin-woo, “Sebentar, kupanggilkan dulu.” didengarnya pria itu berseru memanggil Nam-gil. Beberapa detik kemudian, Nam-gil keluar juga.

“Oppa,” panggil Shin-woo dengan nada sedih yang dibua-buat.

“Shin-woo? ada ap—“

“Yoo-hee Onnie...” ujarnya sembari terisak, sebenarnya dia telah memakai obat tetes mata sebelumnya untuk memberikan efek menangis *wkwkwk tipuan lama*.

“Yoo-hee? jangan bilang kalau—“

“Ayo Oppa, kita harus segera pulang!” ajak Shin-woo.

Nam-gil yang kaget dan kalut mendengar berita itu karena takut terjadi sesuatu pada istri dan anaknya, tak lagi memperhatikan penampilannya. Dia buru-buru mengikuti Shin-woo ke mobilnya, setelah berpamitan sejenak dan meminta ijin kepada teman-temannya.


-Kediaman Keluarga Kim-

Setelah menunggu selama satu setengah jam, mobil yang ditumpangi Shin-woo dan tentu saja membawa Nam-gil di dalamnya, tiba. Kontan yang di dalam rumah, menjadi tegang. “Begitu mereka membuka pintu, kita kejutkan, oke?!” kata Hea-in. Yoo-hee, Dae-jia dan Yuri mengangguk dan menunggu dengan sabar.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara kenop pintu dibuka. Sosok Nam-gil muncul setengah tergesa, mulutnya melengkung membentuk kata “Yoo—“

“SURPRISE!!” seru keempat wanita di depannya menyela perkataan Nam-gil. Tak lupa Si-won mengabadikan ekspresi keterkejutan Nam-gil itu dengan handycam-nya. “Saengil Chukhahamnida....Saengil Chukhahamnida....Saranghaneun Kim Nam-gil, Saengil Chukhahamnida....” nyanyi mereka kompak walaupun agak fals *hahaha*.

Ekspresi tegang Nam-gil berubah menjadi keharuan melihat adegan ini. Hea-in maju menyodorkan kue tart hijau muda dengan lilin menyala di atasnya. “Ayo Oppa, Make a Wish, lalu tiup lilin ini,” ujarnya.

Nam-gil menurut, memejamkan mata sejenak dengan khidmat, lalu meniup lilin itu. Tepuk tangan bergema ke seluruh ruangan, begitu lilin itu padam. “Selamat Ulang Tahun Oppa!” ujar Hea-in sembari memeluk dan mencium pipi Nam-gil. Begitu pula Dae-jia ikut maju, dan mengucapkan selamat. Diikuti Shin-woo, Yoo-hee dan Yuri. Eh, Si-won juga *ketinggalan* haha....

“Hah...kalian membuatku takut, kau tau, aku sudah berpikir yang tidak-tidak tentang keselamatan Yoo-hee dan calon bayiku,” gumam Nam-gil sembari menatap istrinya satu per satu dengan tatapan sayang. Keempat istrinya menyunggingkan seringaian senang. “Dan Kau Shin-woo, kau pandai juga berakting begitu?” Shin-woo yang mendapat pujian itu, tersenyum puas.

“Tapi kami berhasil kan Oppa!” seru Dae-jia senang.

“Ya, kalian memang istri-istri-ku yang paling baik,” rayu Nam-gil membuat keempat istrinya merona. Nam-gil merangkul istri-istrinya itu *gimana caranya ya?* lalu menggiringnya masuk ke dalam rumah. “Rupanya kalian sudah menyiapkan semua ini,” tambah Nam-gil terperangah saat melihat dekorasi rumahnya dan makanan-makanan yang disajikan di meja makan keluarga.

“Kalau boleh tau, apa yang Kau harapkan sebelum meniup lilin barusan Oppa?” tanya Yoo-hee penasaran.

Nam-gil tersenyum, menunjukkan gigi-gigi putihnya yang berderet rapi, membuatnya semakin terlihat tampan. Ia berdeham singkat. “Bagiku, hidupku sudah sempurna saat ini,” jeda sejenak, saat Nam-gil menatap mereka satu per satu, “Aku hanya berharap, untuk keselamatan dan keutuhan keluarga kita, karena bagiku, tidak ada yang lebih sempurna selain kalian istri-istriku, yang cantik dan pengertian, tak lupa juga calon bayiku,” ujar Nam-gil, dengan mata berkaca-kaca penuh haru. Keempat istrinya pun mulai terharu mendengar ucapan Nam-gil tersebut, bahkan ada yang sampai melap ingus karena menangis sesenggukan *iiiyyy...yang jelas bukan aku wkwkwk, ahh....aku jadi ngerusak suasana gini*.

“Ayo kita bersulang untuk keselamatan dan keutuhan keluarga kita!” cetus Shin-woo sembari mengangkat gelas sampagne-nya ke atas.

“Bersulang!” seru yang lain kompak. Mereka semua bersulang, dan meminum Sampagne-nya, hanya Yoo-hee yang minum orange jus, karena terhalang kehamilannya.

“Melihat makanan-makanan ini, aku jadi lapar,” celetuk Yuri tanpa malu-malu.

Nam-gil tersenyum mendengarnya, “Ya, ayo kita makan, aku juga sudah lapar karena tak sempat sarapan tadi,” sahut Nam-gil. Mereka pun mulai menyantap makanan-makanan yang tersaji itu dengan lahap.


Setelah acara makan bersama itu, mereka berkumpul di ruang keluarga untuk bercengkrama. Wajar saja, karena mereka sangat merindukan Kim Nam-gil yang selama ini sibuk dengan tugas negara-nya, ditambah kursus bahasa Inggris dan kuliahnya di Han-kuk University, yang baru saja dimulainya. Hanya Yuri yang masih sibuk menyantap makanan penutup di dapur *rakus amat Yuri? Wkwkwk*.

“Bagaimana kabarmu Oppa? Kudengar sekarang Kau sibuk kuliah lagi ya?” tanya Hea-in yang memang sudah lama tak bertemu suami sirri-nya itu, ia begitu sibuk mengurus suami syah-nya, Noh Min-woo dan anaknya Min-jae, selain itu, juga sibuk menemani suami keduanya, Dong-hae, konser ke berbagai negara.

“Istri macam apa Kau, sampai-sampai tak tau kabar suamimu sendiri?” olok Dae-jia. Hea-in melengos tak peduli dengan kata-kata Dae-jia barusan.

“Kujamin, Kau juga pasti tak tau tentang ini,” ujar Hea-in, yakin. Seketika wajah Dae-jia memerah.

“Sudah...sudah, tak perlu bertengkar begini,” sela Nam-gil, “Kabarku baik Hea-in, seperti yang Kau lihat, bahkan aku sedang senang saat ini, karena sebentar lagi hidupku akan semakin sempurna dengan kehadiaran seorang anak dan aku maklum kalau Kau tak mengetahui kabar itu, karena memang kita jarang bertemu,” tambah Nam-gil penuh kesabaran.

“Memangnya Oppa, mengambil jurusan apa di Han-kuk?” tanya Shin-woo kemudian.

“Bahasa asing,” jawab Nam-gil, “Aku ingin selain bahasa Inggris, aku juga menguasai bahasa Mandarin, hingga semua fans-ku dari berbagai negara, dapat berkomunikasi dengan lebih mudah bersamaku. Kau tau kan, mereka bukan Cuma dari Korea saja, tetapi juga dari berbagai negara lain.”

“Kau memang idola yang hebat Oppa, demi Fans Kau rela melakukan semua itu,” timpal Dae-jia dengan mata berbinar. Nam-gil hanya tersenyum menanggapi kata-kata Dae-jia barusan.

“Tapi tentu saja, Oppa lebih hebat sebagai suami,” Yoo-hee menimpali, membuat senyum Nam-gil semakin lebar.

“Bagaimana kalau kalian berfoto bersama!” cetus Si-won, dia berbaik hati menjadi seksi dokumentasi hari ini. Tentu saja tawaran Si-won itu tak ditolak oleh mereka.

“Dengan senang hati!” sahut Nam-gil senang, yang saat ini tengah duduk di sofa bersama Yoo-hee, sembari mengelus perut istrinya dan mengecupnya *maunya*.

“Ayo, silahkan berpose!” seru Si-won, ia mulai menyiapkan kamera-nya.

Yuri yang baru saja tiba membawa sepiring cake kecil untuk diletakkan di ruang keluarga segera menghambur ke arah mereka karena tak ingin ketinggalan dan begitu saja melepaskan piring berisi cake itu, hingga piringnya pecah menghantam lantai. Kaget, Nam-gil dan yang lainnya menoleh, memandang ke arah sumber keributan itu.

Yuri yang merasa bersalah, merona hingga ke telinga *haha...kapok*. ia meringis, “Maaf!” ujarnya menyesal.

Seketika itu juga, suara tawa menyeruak mengisi seluruh ruangan. “Kau lucu sekali Yuri” olok Dae-jia yang tertawa paling keras, ia tertawa hingga nyaris menangis melihat ekspresi bersalah di wajah Yuri. Mendengar itu, Yuri cemberut, ia mengerucutkan bibirnya hingga beberapa centi *BIMOLI (BIbir MOnyong Lima CentI)*.

“Sudahlah! Ayo kita berfoto saja!” ajak Nam-gil menengahi, karena tak ingin pestanya dihancurkan hanya karena pertengkaran tak penting antara Dae-jia dan Yuri. “Kemarilah Yuri!” Yuri menurut, dan berdiri di sebelah pohon hias di belakang Nam-gil, ia melayangkan pandangan marah pada Dae-jia yang masih saja terkikik geli.

“Sudah siap?” tanya Si-won di belakang standing kamera dan bergaya bak fotografer profesional, saat mereka sudah berpose mengelilingi Nam-gil. “1...2...3.....” Ckreeekk!!! Suara kamera bergema dan blitz menyala memantulkan cahaya yang memekakkan mata *lebay*.

“Yaahh!!! Aku terlambat!” terdengar seruan Young-in, adik Yoo-hee yang baru saja tiba, karena harus menemani Kyun-hyun kekasihnya, setengah merajuk. Kontan, seluruh isi ruangan kembali tertawa mendengarnya.


THE END (FIN)

Mian kalo hasilnya mengecewakan....*bow*


by Yuli ~ Admin Lee ~ 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar