Annyeong Semuaa!! aiishh...lama sekali saia tidak nongol, Miaan yaa....terutama buat Geng GeJeh hehe....PulsaQ abis Ciin...belom lagi koneksi Inet yg lelot plus tugas menumpuk *curcol daa*. tapi aku datang membawa oleh-oleh atas cuti-ku kemarin hehe.....maklum lagi GeJeh, jadi yang keluar FF GeJeh daa, padahal ALS ngendap lama tuu hihihi....*mian, ada kemungkinan ALS gak lanjot* :p...tapi mudah2an bisa bikinin One Shot aja dee buat kalian..soalnya klo bikin TBC suka gak lancar gitu ^^
Semoga gak pada bosen bacanya yaa....dan harapanku cuma satu, semoga kalian semua terhibur dengan FF Aneh bin GeJeh ini ...^^
Ah...udah kebanyakan bacot saia nii, langsung aje dee....ni FF GeJeh masih tetap tentang keluarga Kim, walaupun sekarang bukan hari spesialnya Nam-gil Oppa, tapi gak ada salahnya kan klo bikin FF GeJeh lagi...ah...masih aje berbacot ria diriku ini hehe.....oke dah langsung aje ye....CEKIDOOT!!FF ini kupersembahkan untuk Sista2...GENK GEJEHq tercintaa.... (Destira Andari Fikri (Admin Park), Mila Minuhae dan Teresia Dian).
-Lee-
_________________________________________________________
Finally She’s Come Out...!!! (Kim’s Family Fanfiction)
-Salon Kecantikan, Seoul-
Hari Minggu adalah hari yang paling menyenangkan bagi Dae-jia, karena di hari ini, ia bebas dari segala sesuatu yang harus ia kerjakan. Mulai dari mengurus suami-suaminya, mengurus pacar-pacarnya sampai mengurus selingkuhan-selingkuhannya *wkwkwkwk*. Di hari Minggu ia bisa bersantai, memanjakan dirinya, merawat tubuhnya dan tentu saja penampilannya. Ia menyebut hari ini sebagai ‘Me Time’. Yeah hari dimana ia bisa menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri.
“Ah...nyaman sekali,” desahnya saat si Balon alias banci salon memijat-mijat kulit kepalanya lembut.
“Miss, kukunya mau dicat warna apa?” tanya pegawai wanita yang bertugas untuk me-‘medicure-pedicure’ kuku jari kaki dan tangannya. Hari ini, ia menginginkan ‘full service’ dari ujung kepala hingga ujung kaki tak boleh terlewatkan.
“Hmm...warna pink saja,” jawab Dae-jia santai sambil tetap memejamkan matanya menikmati pijatan lembut di kulit kepalanya.
Tanpa diperintah lagi, pegawai wanita itu pun duduk bersimpuh dan memohon ampunan eh salah mulai melaksanakan pekerjaannya memotong kuku-kuku Dae-jia dan mengoleskan cairan kental berwarna pink yang menimbulkan sensasi dingin di saraf-saraf jarinya. Namun, baru setengah jalan si pegawai wanita membubuhkan cat warna eh cat kuku ke kuku-kuku lentik Dae-jia, tiba-tiba lagu ‘Sorry-sorry’ dari Suju mengalun dari ponselnya yang ia letakkan di tas tangannya. Dae-jia merutuk pelan karena lupa mematikan ponselnya, “Haiiishh.....siapa sih yang menggangguku?”
“Mau saya ambilkan Miss?” tawar si Balon dengan nada lembut mengalun bagai alunan biola yang senarnya putus. “Dari Kim’s House Miss, mau diangkat atau tidak?” si Balon membacakan nama si penelepon.
Kim’s House?, tanya Dae-jia dalam hati. “Tumben Yoo-hee Onnie tidak menelepon menggunakan ponselnya,” gumamnya pelan. “Apa mungkin dia kehabisan pulsa?” *curcol*
“Miss?” tanya si Balon lagi sembari menyodorkan ponsel Samsung galaxy-tab berwarna pink *emang ada?* ke arahnya.
“Eh, iya. Tolong diangkat dan dekatkan ke teligaku,” perintah Dae-jia. Si Balon menurut. “Yoboseyo!” sapa Dae-jia pada si penelepon.
“Nyonya Dae-jia?” sapa si penelepon, yang ternyata Bibi Ma, pelayan di rumah mereka.
“Eh, Bibi Ma. Kukira Yoo-hee Onnie, ada perlu apa Bi?”
“Anu, itu...Nyonya Yoo-hee, mau melahirkan...” jawab Bibi Ma terbata, “Di sini tidak ada orang lain lagi,” tambahnya buru-buru. “Bisakah Nyonya membantu saya?”
“Mwo? Jigem?”
“I...iya.”
“Hah...ya sudahlah, sebentar lagi saya ke sana,” jawab Dae-jia kesal dan menutup teleponnya eh lupa si balon yang nutup *Author geblek*. “Hah...merepotkan saja, seandainya Yoo-hee Onnie tidak menolak mencari Nam-ja lain, pasti tidak akan merepotkan begini,” keluh Dae-jia. “Kalian,” Dae-jia berkata pada si Balon dan pegawai wanita tadi yang baru setengah jalan menyelesaikan pekerjaannya, “aku ada urusan penting, dan harus pergi sekarang juga.”
“Ta...tapi Miss, pekerjaan saya belum selesai,” protes si pegawai wanita. Tapi Dae-jia tak mengacuhkannya dan segera menarik tangannya untuk bersiap.
“Miss, rambut anda belum saya cuci bersih, masih ada sedikit cream di sana,” seru si Balon panik.
“Hah...Kau ini, kenapa lambat sekali sih kerjanya?” protes Dae-jia.
“Ta...tapi kan—“
“Ah...sudahlah, ayo cepat bersihkan! Aku tidak punya banyak waktu,” perintah Dae-jia tak sabar.
-Kediaman Keluarga Noh-
Hea-in sedang bergerilya membuka kancing kemeja Min-woo sambil tetap saling memagut bibir dengan suaminya itu, bagaikan dua singa yang sedang lapar karena satu minggu tidak makan. Begitu pula sebaliknya, Min-woo sibuk membuka blus Hea-in dengan sedikit tak sabar. Sudah 5 hari mereka tak bertemu, karena kesibukan Min-woo syuting drama terbarunya. Dan hari ini, adalah pelampiasan kerinduan mereka. ‘Tidak ada yang boleh mengganggu’ begitu kata mereka.
Tetapi alunan dering ponsel Hea-in tak mau berhenti sejak tadi. Walaupun ia sudah bertekad untuk tak mengacuhkan panggilan masuk di ponselnya. Tetap saja, ponsel itu tak mau berhenti berdering *maksa banget*. “Aiiissh......siapa sih yang menelepon, maksa banget!” gerutu Hea-in setengah menggeram. “Tidak tau apa kalau aku lagi tiiiiiiit *sensor :p*” ~gimana bisa tau? Wkwkwkwk~ setengah terpaksa, setengah kesal Hea-in meraih ponselnya di nakas ~seneng bisa ganggu Sist Mil yadongan :p~. “Dae-jia? Ada perlu apa dia menelepon?” gumam Hea-in, “Ap—“
“Onnie, tolong jemput Oppa di Gangnam ya, Yoo-hee Onnie mau melahirkan, aku mau mengantarnya ke rumah sakit dulu,” cerocos Dae-jia tanpa memberi kesempatan Hea-in berbicara.
“Ta—“
“Aku tunggu di rumah sakit, oke!” tut...tut...tut....Dae-jia menutup teleponnya sebelum Hea-in sempat memprotes.
“Sial!” maki Hea-in.
“Dari siapa Chagiy?” Min-woo bertanya saat melihat wajah Hea-in yang berubah cemberut.
“Bagaimana ini? aku harus menjemput Nam-gil Oppa di Gangnam karena Yoo-hee mau melahirkan,” sahut Hea-in lesu. Mendengar hal itu, Min-woo juga terlihat sangat kecewa lalu dengan geram melemparkan tubuhnya yang sudah betelanjang dada ke ranjang.
“Ya sudah, pergi saja sana!” sahut Min-woo datar.
“Kau tidak marah kan Chagiy?” tanya Hea-in sembari beringsut mendekati suaminya, “aku janji, nanti kita lanjutkan lagi, oke?”
“Ya, ya...sudah pergi sana! Aku mau tidur saja,” jawab Min-woo sedikit tak sabar. Dengan enggan, Hea-in pun pergi meninggalkan kamarnya dan menghela nafas berat.
“Hah...awas Kau Yoo-hee!” geramnya.
-Teras Kediaman Keluarga Shin-
“Sekarang giliranku ya,” seru Zhoumi sembari menyeringai ke arah Yuri yang terlihat cemberut. Mereka berdua tengah bersantai di teras rumah sembari bermain tebak-tebakan. Karena sudah dua kali kalah dari Zhoumi, Yuri sedikit kesal dan mulai mengerucutkan bibirnya tanda bahwa dia tak terima telah dikalahkan. “Oke, sekarang tebak, kenapa Ayam memiliki tanduk di kaki-nya?” Zhoumi mulai mengajukan pertanyaan.
Yuri mulai berfikir, dan mengetuk-ngetukan jarinya di dahi, kebiasaan yang selalu ia lakukan saat sedang berfikir keras. Kali ini aku tidak boleh gagal lagi, gumamnya dalam hati. Karena kalau sampai kalah, ia akan menerima jitakan untuk yang ketiga kalinya dari Zhoumi *kesian banget wkwkwkwk*. “Hmmm....karena, tanduk di kakinya berguna untuk mengeker-ngeker tanah,” hah...jawaban apa itu? gerutunya dalam hati.
Zhoumi tertawa mendengar jawaban bodoh Yuri, “ah...sepertinya Kau harus menerima jitakan lagi dariku,” Zhoumi menyeringai jahil.
Saat tangan Zhoumi mulai terangkat untuk menjitak kepala Yuri. Gadis itu bangkit berdiri, “Tunggu dulu!” selanya, “kali ini aku pasti benar,” ujar Yuri yakin.
Zhoumi terlihat meragukannya,”oke, aku beri Kau kesempatan sekali lagi,” sahutnya.
“Hmm...karena daun telinga saja ayam tak punya, bagaimana tanduknya bisa di kepala?” jawab Yuri yakin.
Zhoumi terkekeh geli mendengar jawaban Yuri tadi, “salah! Kau terlalu serius menanggapi pertanyaan tebakan Yuri,” serunya,”karena kalau di kepala, bukan ayam namanya, tapi kerbau,” Zhoumi menjawab sembari tertawa geli dan kembali menjitak kepala Yuri keras, hingga gadis itu mengaduh kesakitan. “Masa’ begitu saja Kau tidak bisa,” ledeknya, membuat Yuri semakin kesal dan merengut.
“Yuri!” panggil Hea-in setengah tergesa menghampiri mereka berdua, karena rumah mereka yang berdekatan, hingga Hea-in bisa dengan berjalan kaki saja menuju ke rumah adiknya itu.
“Onnie? Ada apa?” tanya Yuri melihat kegelisahan di wajah Hea-in.
“Kau bisa mengantarku ke Gangnam kan? Aku tidak bisa menyetir dalam keadaan panik,” tanya Hea-in.
“Gangnam? Memangnya Pak Jung mana?” Yuri menanyakan supir keluarga Noh yang biasanya mengantar Hea-in kemana pun ia pergi.
“Pak Jung sedang cuti, karena anaknya sedang sakit,” jawab Hea-in.
“Tapi—“
“Hah...ya sudah kalau Kau memang tidak mau,” sergah Hea-in melihat keengganan di wajah adiknya.
“Hya...ya, Onnie, begitu saja marah, baiklah aku akan mengantarmu, tapi aku ganti baju dulu.”
“Tidak usah, pakai baju itu saja. Ini darurat,” ujar Hea-in tak sabar.
“Darurat?” seru Yuri dan Zhoumi bersamaan.
“Kita harus ke rumah sakit secepatnya, setelah itu.”
“Rumah sakit? Maksudmu, Kau mau menjenguk anak Pak Jung?” tukas Yuri dengan polosnya.
Kesal, Hea-in menoyor kepala adiknya. “Kau ini bodoh atau dungu sih, untuk apa aku ke tempat Pak Jung, lagi pula anaknya tidak dirawat di rumah sakit. Yoo-hee mau melahirkan,” ujar Hea-in kesal.
“Hya...Onnie, sakit!” gerutu Yuri kesal sembari mengelus-ngelus kepalanya. Setelah dijitak Zhoumi sebanyak tiga kali, sekarang dia harus kembali menerima toyoran Onnie-nya *wkwkwkkwk*.
-Rumah Sakit Bersalin, Seoul-
Dae-jia sedang memapah Yoo-hee yang sejak tadi masih saja meringis kesakitan. “Aah!” seru Yoo-hee tiba-tiba berhenti berjalan, membuat Dae-jia semakin panik.
“Onnie, tidak apa-apa?” tanya Dae-jia khawatir sembari memperhatikan wajah Yoo-hee yang meringis dan berkeringat menahan sakit.
Yoo-hee berhasil menggeleng, “tidak apa-apa, ayo kita—“ tiba-tiba Yoo-hee tersenyum geli.
Dae-jia yang bingung karena tiba-tiba Yoo-hee merubah ekspresinya, bertanya “Kenapa Onnie tersenyum?”
“Kau lucu Dae-jia, demi membantuku, sampai-sampai Kau tidak menyelesaikan kegiatanmu sendiri,” sahut Yoo-hee geli sembari menunjuk kuku jari Dae-jia yang baru separuh berwarna pink.
Dae-jia mencibir, “itu semua gara-gara Onnie,” gerutu Dae-jia seraya memonyongkan bibirnya beberapa centi.
“Aaah!!” Yoo-hee kembali menjerit kesakitan.
“Astaga! Onnie, Kau membuatku panik!” gumam Dae-jia bingung. Mereka pun mempercepat langkah menuju ke rumah sakit di depan mereka.
Sementara itu, Hea-in dan Yuri yang telah menjemput Nam-gil di Gangnam dengan secepat kilat segera menuju ke rumah sakit bersalin di mana Yoo-hee saat ini berada. Tapi langkah mereka terhenti saat tiba-tiba melihat Dae-jia dan Yoo-hee sedang berjalan ke arah mereka.
“Lho? Kenapa kalian masih di sini?” tanya Hea-in bingung.
“Apa Dokter-nya tidak ada?” tanya Nam-gil khawatir sambil terus maju dan merangkul pinggang Yoo-hee *asyyiikk!! Wkwkwkwk*.
Dae-jia mendesah, “tanya saja pada Yoo-hee Onnie,” sahutnya kesal.
“Jangan bilang kalau Kau tidak jadi melahirkan!” tebak Hea-in gusar.
Yoo-hee hanya menunduk, menyadari kesalahannya. Saat mereka masuk ke ruang bersalin tadi, dokter yang memeriksanya malah mengatakan bahwa belum saatnya bayi-nya keluar, karena frekuensi timbulnya kontraksi masih belum terlalu sering. Atau dengan kata lain, Yoo-hee salah mengartikan tanda-tandanya. “Maaf,” ujar Yoo-hee menyesal.
“Arrggh!!” Hea-in menjerit frustasi, “Kau tau tidak, gara-gara Kau aku harus...ah...Sial!”
“Maafkan aku Onnie, Kau tau kan kalau ini pengalaman pertamaku. Jadi wajar kan kalau aku bisa saja salah,” Yoo-hee membela diri.
“Iya, tapi—“
“Sudahlah!” Nam-gil menengahi, “karena kita sudah berkumpul, bagaimana kalau kita makan siang bersama saja? Pasti kalian sudah lapar kan? Sekalian untuk menebus kesalahan Yoo-hee,” tawar Nam-gil.
“SETUJU!” seru Yuri mulai bersuara, dia memang paling bersemangat untuk urusan makan *wkwkwkwk*.
“Ah...tidak...tidak...aku masih ada urusan yang harus diselesaikan!” kilah Hea-in mengingat Min-woo yang saat ini sedang menunggunya di kamar *ehemm*.
“Ayolah Onnie!” bujuk Yuri, “Aku sudah lapar nih, kan lumayan dapat makan gratis!” Yuri menarik-narik lengan baju Onnie-nya, merajuk.
“Benar kata Yuri, makanlah dulu, nanti kalau sudah selesai, Kau bisa melanjutkan pekerjaanmu yang tertunda itu” bujuk Nam-gil dengan sabar karena tak ingin membuat Hea-in semakin emosi. Mendengar kata-kata Nam-gil dan tatapan sabar suami sirri-nya itu membuat Hea-in luluh juga.
“Baiklah kalau begitu,” sahutnya membuat Yuri terlonjak gembira.
“Joengmal Gomawo, Oppa!” gumam Yoo-hee pelan, karena masih merasa bersalah. ~padahal seneng, abis bikin orang gelagapan wkwkwkwk~. Nam-gil hanya memberikan senyum menawannya sebagai jawaban perkataan Yoo-hee.
-Garden Restaurant, Seoul-
Mereka berlima telah menempati salah satu meja di sebuah restoran mewah di pusat kota Seoul, sembari menyantap makanan mewah yang telah disajikan mereka saling berbincang menanyakan kabar masing-masing. Karena sudah lama sekali mereka tak bertemu, karena kesibukan masing-masing.
“eh, ngomong-ngomong...dimana Shin-woo?” tanya Nam-gil saat melihat ketidakhadiran istri keempatnya itu.
“Dia sedang di luar negeri Oppa, menemani kekasihnya Eun-hyuk, dan suaminya Lee-teuk,” jawab Dae-jia. Sebenarnya, ia juga diajak menemani suaminya Si-won yang saat ini sedang show di luar negeri bersama teman satu grup-nya di Super Junior. Tetapi karena ia sudah berjanji, minggu ini akan menghabiskan waktu bersama Ho-young suami ketiganya *banyak amat lakinya*, ditambah lagi janji nge-date-nya dengan Yong-hwa, Chansung, Rain, Joo Sang-wook *banyak banget, sebutin sendiri aje dee Park :p* membuatnya dengan berat hati menolak tawaran Si-won.
“Oh, pantas dia tidak ikut berkumpul,” gumam Nam-gil, manggut-manggut.
“Aku sudah selesai,” ujar Hea-in tiba-tiba, sembari bangkit berdiri. Ia sengaja mempercepat makannya, karena sudah tidak sabar ingin segera pulang, dan melanjutkan urusannya yang sempat tertunda dengan Min-woo.
“Cepat sekali?” protes Yuri, yang masih mengunyah steak-nya.
“Duduklah dulu Hea-in, apakah Kau tidak merindukanku?” ujar Nam-gil seraya menunjukkan senyum mautnya, yang mampu membuat orang terhipnotis *preeet*. Hea-in pun terpaksa duduk lagi di tempatnya dan mendesah pelan.
“Tentu saja aku merindukanmu Oppa,” rajuknya.
Nam-gil tersenyum melihat tingkah istri-nya itu. “Kalau Kau memang merindukanku, kenapa Kau terburu-buru seperti itu? kita ngobrol saja dulu, sembari menunggu Yuri menyelesaikan makannya. Lagi pula, sangat jarang kan kita bisa berkumpul seperti ini? kita harus berterima kasih pada anakku yang telah mengumplkan kita,” kata Nam-gil bangga, sembari mengelus perut buncit Yoo-hee *horeee!!! Wkwkwk Authornya keenakan*.
Setelah beberapa menit berlalu, mereka pun meninggalkan restoran itu dengan mobil masing-masing. Yuri dan Hea-in yang dari tadi sudah tak sabar untuk pulang segera menaiki mobil BMW biru Hea-in sedangkan Yoo-hee, Dae-jia dan Nam-gil, naik mobil Dae-jia yang tadi digunakan untuk mengantar Yoo-hee ke rumah sakit. Nam-gil memutuskan untuk bermalam di rumahnya saja, karena ia sudah terlanjur meminta cuti pada officer-nya. Jadi, lebih baik dimanfaatkan, begitu yang ia katakan pada Yoo-hee dan Dae-jia. Lagi pula, Yoo-hee bisa saja melahirkan dalam waktu dekat ini.
-Kediaman Keluarga Kim-
“Kau tidak mampir dulu Dae-jia?” tawar Nam-gil saat istri ketiga-nya itu menghidupkan mesin mobilnya kembali.
“Aku sudah janji untuk menemui Ho-young Oppa, kapan-kapan saja aku mampir Oppa!” sahut Dae-jia, “lagi pula, aku masih harus ke salon untuk meneruskan meni-pediQ,” Dae-jia menambahkan sembari menunjuk jari-jari-nya yang masih separuh berwarna pink.
Nam-gil tersenyum geli, “Baiklah kalau begitu,” ujarnya lalu mengecup pipi Dae-jia lembut. “Hati-hati di jalan.”
“Gomawo Dae-jia!” seru Yoo-hee. Dae-jia pun mulai melajukan mobilnya menuju ke salon kecantikan ternama di kawasan Seoul.
“Ayo, sayang. Kita masuk!” ajak Nam-gil sembari merangkul pundak Yoo-hee *hohohoho....jangan ngiri yee! :p* dan menggiringnya masuk ke dalam rumah.
Keesokan harinya.....pada dini hari.....
“Aaahh!!” jerit Yoo-hee, merasakan perutnya kembali berkontraksi. Nam-gil yang kini berada di sebelahnya segera terbangun dari tidurnya dan menyalakan lampu kamarnya. Nam-gil melirik jam weker di nakas yang masih menunjukkan pukul 2 pagi.
“Sakit lagi?” tanya Nam-gil khawatir, sembari memperhatikan istrinya.
“Oppa!...ahh!” jerit Yoo-hee lagi.
“Apakah kali ini akan keluar?” tanya Nam-gil, dia terlihat sedikit bingung, karena ini pengalaman pertamanya.
“Entahlah..Ahh!” jawabYoo-hee sembari menahan sakit. “Menurut Dokter Yoon tadi, ahh...kalau frek...ahh...kuensi sakitnya..ahh...”
“Sudahlah...aku tak tahan melihatmu kesakitan seperti itu,” sergah Nam-gil, lalu buru-buru membopong Yoo-hee dalam gendongannya dan membawanya ke mobil. ~suami SIAGA euy!~
-Rumah Sakit, Seoul-
Sudah 2 jam dia mondar-mandir seperti setrikaan *Lho?* di ruang bersalin. Sebentar di dalam memberi semangat dan dukungan pada istrinya yang saat ini tengah berjuang melahirkan buah cinta-nya *huehehehe* dan sebentar di luar memperhatikan alam musim gugur yang tampak indah dengan sentuhan warna merah dari daun pohon maple yang beguguran di taman rumah sakit.
“Oee...oeee...!!”
Tepat pukul 4 lewat 12 menit, terdengar suara bayi menangis dari dalam ruang bersalin, membuat Nam-gil buru-buru masuk ke ruangan tersebut dan dilihatnya sesosok bayi mungil yang masih bersimbah darah merah, tengah diangkat oleh perawat.
“Selamat Tuan, bayi anda sempurna dan cantik!” ujar perawat tersebut pada Nam-gil yang kini terpaku diambang pintu, mengetahui dirinya telah resmi menjadi seorang ayah *terharuuw hueee...aih..ngerusak suasana saia*. Nam-gil menghampiri perawat tersebut dan memperhatikan makhluk mungil itu dengan penuh kasih sayang.
“Bagaimana keadaan istriku?” tanya Nam-gil.
Perawat itu tersenyum, “Istri Anda baik-baikk saja, Tuan Kim.” Nam-gil mendesah lega, dan kembali memperhatikan putrinya yang sangat cantik. “Saya akan membersihkan bayi anda dulu!” Nam-gil mengangguk dan menghampiri istrinya yang kini terbaring lemah di matras.
“Bayi kita sangat cantik!” ujar Nam-gil bangga, membuat Yoo-hee terharu dan menitikkan air mata ~tapi gak sampe ngelap ingus Lho ya? Hahaha*. Nam-gil mengecup kening Yoo-hee lembut, “istrirahatlah, aku akan mengabari yang lainnya.” Yoo-hee mengangguk setuju.
Setelah mengabari yang lainnya melalui SMS, Nam-gil kembali ke kamar dan melihat bayi-nya sudah bersih dan sedang dibaringkan di sebelah Yoo-hee dengan hanya memakai kain penutup berwarna putih. Putrinya tertidur pulas dan terlihat sangat mungil. Nam-gil mendekatkan wajahnya ke tubuh putrinya yang masi tertidur pulas dan menyentuh jari-jari mungilnya, lembut.
“Annyeong Eun-hee ah! Selamat datang ke dunia...Appa No Sarang-hae!”
FIN
Sampai Jumpa di edisi GeJeh selanjutnya!! ^^
Semoga gak pada bosen bacanya yaa....dan harapanku cuma satu, semoga kalian semua terhibur dengan FF Aneh bin GeJeh ini ...^^
Ah...udah kebanyakan bacot saia nii, langsung aje dee....ni FF GeJeh masih tetap tentang keluarga Kim, walaupun sekarang bukan hari spesialnya Nam-gil Oppa, tapi gak ada salahnya kan klo bikin FF GeJeh lagi...ah...masih aje berbacot ria diriku ini hehe.....oke dah langsung aje ye....CEKIDOOT!!FF ini kupersembahkan untuk Sista2...GENK GEJEHq tercintaa.... (Destira Andari Fikri (Admin Park), Mila Minuhae dan Teresia Dian).
-Lee-
_________________________________________________________
Finally She’s Come Out...!!! (Kim’s Family Fanfiction)
Kim Eun-hee, bayi Kim Nam-gil & Lee Yoo-hee |
-Salon Kecantikan, Seoul-
Hari Minggu adalah hari yang paling menyenangkan bagi Dae-jia, karena di hari ini, ia bebas dari segala sesuatu yang harus ia kerjakan. Mulai dari mengurus suami-suaminya, mengurus pacar-pacarnya sampai mengurus selingkuhan-selingkuhannya *wkwkwkwk*. Di hari Minggu ia bisa bersantai, memanjakan dirinya, merawat tubuhnya dan tentu saja penampilannya. Ia menyebut hari ini sebagai ‘Me Time’. Yeah hari dimana ia bisa menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri.
“Ah...nyaman sekali,” desahnya saat si Balon alias banci salon memijat-mijat kulit kepalanya lembut.
“Miss, kukunya mau dicat warna apa?” tanya pegawai wanita yang bertugas untuk me-‘medicure-pedicure’ kuku jari kaki dan tangannya. Hari ini, ia menginginkan ‘full service’ dari ujung kepala hingga ujung kaki tak boleh terlewatkan.
“Hmm...warna pink saja,” jawab Dae-jia santai sambil tetap memejamkan matanya menikmati pijatan lembut di kulit kepalanya.
Tanpa diperintah lagi, pegawai wanita itu pun duduk bersimpuh dan memohon ampunan eh salah mulai melaksanakan pekerjaannya memotong kuku-kuku Dae-jia dan mengoleskan cairan kental berwarna pink yang menimbulkan sensasi dingin di saraf-saraf jarinya. Namun, baru setengah jalan si pegawai wanita membubuhkan cat warna eh cat kuku ke kuku-kuku lentik Dae-jia, tiba-tiba lagu ‘Sorry-sorry’ dari Suju mengalun dari ponselnya yang ia letakkan di tas tangannya. Dae-jia merutuk pelan karena lupa mematikan ponselnya, “Haiiishh.....siapa sih yang menggangguku?”
“Mau saya ambilkan Miss?” tawar si Balon dengan nada lembut mengalun bagai alunan biola yang senarnya putus. “Dari Kim’s House Miss, mau diangkat atau tidak?” si Balon membacakan nama si penelepon.
Kim’s House?, tanya Dae-jia dalam hati. “Tumben Yoo-hee Onnie tidak menelepon menggunakan ponselnya,” gumamnya pelan. “Apa mungkin dia kehabisan pulsa?” *curcol*
“Miss?” tanya si Balon lagi sembari menyodorkan ponsel Samsung galaxy-tab berwarna pink *emang ada?* ke arahnya.
“Eh, iya. Tolong diangkat dan dekatkan ke teligaku,” perintah Dae-jia. Si Balon menurut. “Yoboseyo!” sapa Dae-jia pada si penelepon.
“Nyonya Dae-jia?” sapa si penelepon, yang ternyata Bibi Ma, pelayan di rumah mereka.
“Eh, Bibi Ma. Kukira Yoo-hee Onnie, ada perlu apa Bi?”
“Anu, itu...Nyonya Yoo-hee, mau melahirkan...” jawab Bibi Ma terbata, “Di sini tidak ada orang lain lagi,” tambahnya buru-buru. “Bisakah Nyonya membantu saya?”
“Mwo? Jigem?”
“I...iya.”
“Hah...ya sudahlah, sebentar lagi saya ke sana,” jawab Dae-jia kesal dan menutup teleponnya eh lupa si balon yang nutup *Author geblek*. “Hah...merepotkan saja, seandainya Yoo-hee Onnie tidak menolak mencari Nam-ja lain, pasti tidak akan merepotkan begini,” keluh Dae-jia. “Kalian,” Dae-jia berkata pada si Balon dan pegawai wanita tadi yang baru setengah jalan menyelesaikan pekerjaannya, “aku ada urusan penting, dan harus pergi sekarang juga.”
“Ta...tapi Miss, pekerjaan saya belum selesai,” protes si pegawai wanita. Tapi Dae-jia tak mengacuhkannya dan segera menarik tangannya untuk bersiap.
“Miss, rambut anda belum saya cuci bersih, masih ada sedikit cream di sana,” seru si Balon panik.
“Hah...Kau ini, kenapa lambat sekali sih kerjanya?” protes Dae-jia.
“Ta...tapi kan—“
“Ah...sudahlah, ayo cepat bersihkan! Aku tidak punya banyak waktu,” perintah Dae-jia tak sabar.
-Kediaman Keluarga Noh-
Hea-in sedang bergerilya membuka kancing kemeja Min-woo sambil tetap saling memagut bibir dengan suaminya itu, bagaikan dua singa yang sedang lapar karena satu minggu tidak makan. Begitu pula sebaliknya, Min-woo sibuk membuka blus Hea-in dengan sedikit tak sabar. Sudah 5 hari mereka tak bertemu, karena kesibukan Min-woo syuting drama terbarunya. Dan hari ini, adalah pelampiasan kerinduan mereka. ‘Tidak ada yang boleh mengganggu’ begitu kata mereka.
Tetapi alunan dering ponsel Hea-in tak mau berhenti sejak tadi. Walaupun ia sudah bertekad untuk tak mengacuhkan panggilan masuk di ponselnya. Tetap saja, ponsel itu tak mau berhenti berdering *maksa banget*. “Aiiissh......siapa sih yang menelepon, maksa banget!” gerutu Hea-in setengah menggeram. “Tidak tau apa kalau aku lagi tiiiiiiit *sensor :p*” ~gimana bisa tau? Wkwkwkwk~ setengah terpaksa, setengah kesal Hea-in meraih ponselnya di nakas ~seneng bisa ganggu Sist Mil yadongan :p~. “Dae-jia? Ada perlu apa dia menelepon?” gumam Hea-in, “Ap—“
“Onnie, tolong jemput Oppa di Gangnam ya, Yoo-hee Onnie mau melahirkan, aku mau mengantarnya ke rumah sakit dulu,” cerocos Dae-jia tanpa memberi kesempatan Hea-in berbicara.
“Ta—“
“Aku tunggu di rumah sakit, oke!” tut...tut...tut....Dae-jia menutup teleponnya sebelum Hea-in sempat memprotes.
“Sial!” maki Hea-in.
“Dari siapa Chagiy?” Min-woo bertanya saat melihat wajah Hea-in yang berubah cemberut.
“Bagaimana ini? aku harus menjemput Nam-gil Oppa di Gangnam karena Yoo-hee mau melahirkan,” sahut Hea-in lesu. Mendengar hal itu, Min-woo juga terlihat sangat kecewa lalu dengan geram melemparkan tubuhnya yang sudah betelanjang dada ke ranjang.
“Ya sudah, pergi saja sana!” sahut Min-woo datar.
“Kau tidak marah kan Chagiy?” tanya Hea-in sembari beringsut mendekati suaminya, “aku janji, nanti kita lanjutkan lagi, oke?”
“Ya, ya...sudah pergi sana! Aku mau tidur saja,” jawab Min-woo sedikit tak sabar. Dengan enggan, Hea-in pun pergi meninggalkan kamarnya dan menghela nafas berat.
“Hah...awas Kau Yoo-hee!” geramnya.
-Teras Kediaman Keluarga Shin-
“Sekarang giliranku ya,” seru Zhoumi sembari menyeringai ke arah Yuri yang terlihat cemberut. Mereka berdua tengah bersantai di teras rumah sembari bermain tebak-tebakan. Karena sudah dua kali kalah dari Zhoumi, Yuri sedikit kesal dan mulai mengerucutkan bibirnya tanda bahwa dia tak terima telah dikalahkan. “Oke, sekarang tebak, kenapa Ayam memiliki tanduk di kaki-nya?” Zhoumi mulai mengajukan pertanyaan.
Yuri mulai berfikir, dan mengetuk-ngetukan jarinya di dahi, kebiasaan yang selalu ia lakukan saat sedang berfikir keras. Kali ini aku tidak boleh gagal lagi, gumamnya dalam hati. Karena kalau sampai kalah, ia akan menerima jitakan untuk yang ketiga kalinya dari Zhoumi *kesian banget wkwkwkwk*. “Hmmm....karena, tanduk di kakinya berguna untuk mengeker-ngeker tanah,” hah...jawaban apa itu? gerutunya dalam hati.
Zhoumi tertawa mendengar jawaban bodoh Yuri, “ah...sepertinya Kau harus menerima jitakan lagi dariku,” Zhoumi menyeringai jahil.
Saat tangan Zhoumi mulai terangkat untuk menjitak kepala Yuri. Gadis itu bangkit berdiri, “Tunggu dulu!” selanya, “kali ini aku pasti benar,” ujar Yuri yakin.
Zhoumi terlihat meragukannya,”oke, aku beri Kau kesempatan sekali lagi,” sahutnya.
“Hmm...karena daun telinga saja ayam tak punya, bagaimana tanduknya bisa di kepala?” jawab Yuri yakin.
Zhoumi terkekeh geli mendengar jawaban Yuri tadi, “salah! Kau terlalu serius menanggapi pertanyaan tebakan Yuri,” serunya,”karena kalau di kepala, bukan ayam namanya, tapi kerbau,” Zhoumi menjawab sembari tertawa geli dan kembali menjitak kepala Yuri keras, hingga gadis itu mengaduh kesakitan. “Masa’ begitu saja Kau tidak bisa,” ledeknya, membuat Yuri semakin kesal dan merengut.
“Yuri!” panggil Hea-in setengah tergesa menghampiri mereka berdua, karena rumah mereka yang berdekatan, hingga Hea-in bisa dengan berjalan kaki saja menuju ke rumah adiknya itu.
“Onnie? Ada apa?” tanya Yuri melihat kegelisahan di wajah Hea-in.
“Kau bisa mengantarku ke Gangnam kan? Aku tidak bisa menyetir dalam keadaan panik,” tanya Hea-in.
“Gangnam? Memangnya Pak Jung mana?” Yuri menanyakan supir keluarga Noh yang biasanya mengantar Hea-in kemana pun ia pergi.
“Pak Jung sedang cuti, karena anaknya sedang sakit,” jawab Hea-in.
“Tapi—“
“Hah...ya sudah kalau Kau memang tidak mau,” sergah Hea-in melihat keengganan di wajah adiknya.
“Hya...ya, Onnie, begitu saja marah, baiklah aku akan mengantarmu, tapi aku ganti baju dulu.”
“Tidak usah, pakai baju itu saja. Ini darurat,” ujar Hea-in tak sabar.
“Darurat?” seru Yuri dan Zhoumi bersamaan.
“Kita harus ke rumah sakit secepatnya, setelah itu.”
“Rumah sakit? Maksudmu, Kau mau menjenguk anak Pak Jung?” tukas Yuri dengan polosnya.
Kesal, Hea-in menoyor kepala adiknya. “Kau ini bodoh atau dungu sih, untuk apa aku ke tempat Pak Jung, lagi pula anaknya tidak dirawat di rumah sakit. Yoo-hee mau melahirkan,” ujar Hea-in kesal.
“Hya...Onnie, sakit!” gerutu Yuri kesal sembari mengelus-ngelus kepalanya. Setelah dijitak Zhoumi sebanyak tiga kali, sekarang dia harus kembali menerima toyoran Onnie-nya *wkwkwkkwk*.
-Rumah Sakit Bersalin, Seoul-
Dae-jia sedang memapah Yoo-hee yang sejak tadi masih saja meringis kesakitan. “Aah!” seru Yoo-hee tiba-tiba berhenti berjalan, membuat Dae-jia semakin panik.
“Onnie, tidak apa-apa?” tanya Dae-jia khawatir sembari memperhatikan wajah Yoo-hee yang meringis dan berkeringat menahan sakit.
Yoo-hee berhasil menggeleng, “tidak apa-apa, ayo kita—“ tiba-tiba Yoo-hee tersenyum geli.
Dae-jia yang bingung karena tiba-tiba Yoo-hee merubah ekspresinya, bertanya “Kenapa Onnie tersenyum?”
“Kau lucu Dae-jia, demi membantuku, sampai-sampai Kau tidak menyelesaikan kegiatanmu sendiri,” sahut Yoo-hee geli sembari menunjuk kuku jari Dae-jia yang baru separuh berwarna pink.
Dae-jia mencibir, “itu semua gara-gara Onnie,” gerutu Dae-jia seraya memonyongkan bibirnya beberapa centi.
“Aaah!!” Yoo-hee kembali menjerit kesakitan.
“Astaga! Onnie, Kau membuatku panik!” gumam Dae-jia bingung. Mereka pun mempercepat langkah menuju ke rumah sakit di depan mereka.
Sementara itu, Hea-in dan Yuri yang telah menjemput Nam-gil di Gangnam dengan secepat kilat segera menuju ke rumah sakit bersalin di mana Yoo-hee saat ini berada. Tapi langkah mereka terhenti saat tiba-tiba melihat Dae-jia dan Yoo-hee sedang berjalan ke arah mereka.
“Lho? Kenapa kalian masih di sini?” tanya Hea-in bingung.
“Apa Dokter-nya tidak ada?” tanya Nam-gil khawatir sambil terus maju dan merangkul pinggang Yoo-hee *asyyiikk!! Wkwkwkwk*.
Dae-jia mendesah, “tanya saja pada Yoo-hee Onnie,” sahutnya kesal.
“Jangan bilang kalau Kau tidak jadi melahirkan!” tebak Hea-in gusar.
Yoo-hee hanya menunduk, menyadari kesalahannya. Saat mereka masuk ke ruang bersalin tadi, dokter yang memeriksanya malah mengatakan bahwa belum saatnya bayi-nya keluar, karena frekuensi timbulnya kontraksi masih belum terlalu sering. Atau dengan kata lain, Yoo-hee salah mengartikan tanda-tandanya. “Maaf,” ujar Yoo-hee menyesal.
“Arrggh!!” Hea-in menjerit frustasi, “Kau tau tidak, gara-gara Kau aku harus...ah...Sial!”
“Maafkan aku Onnie, Kau tau kan kalau ini pengalaman pertamaku. Jadi wajar kan kalau aku bisa saja salah,” Yoo-hee membela diri.
“Iya, tapi—“
“Sudahlah!” Nam-gil menengahi, “karena kita sudah berkumpul, bagaimana kalau kita makan siang bersama saja? Pasti kalian sudah lapar kan? Sekalian untuk menebus kesalahan Yoo-hee,” tawar Nam-gil.
“SETUJU!” seru Yuri mulai bersuara, dia memang paling bersemangat untuk urusan makan *wkwkwkwk*.
“Ah...tidak...tidak...aku masih ada urusan yang harus diselesaikan!” kilah Hea-in mengingat Min-woo yang saat ini sedang menunggunya di kamar *ehemm*.
“Ayolah Onnie!” bujuk Yuri, “Aku sudah lapar nih, kan lumayan dapat makan gratis!” Yuri menarik-narik lengan baju Onnie-nya, merajuk.
“Benar kata Yuri, makanlah dulu, nanti kalau sudah selesai, Kau bisa melanjutkan pekerjaanmu yang tertunda itu” bujuk Nam-gil dengan sabar karena tak ingin membuat Hea-in semakin emosi. Mendengar kata-kata Nam-gil dan tatapan sabar suami sirri-nya itu membuat Hea-in luluh juga.
“Baiklah kalau begitu,” sahutnya membuat Yuri terlonjak gembira.
“Joengmal Gomawo, Oppa!” gumam Yoo-hee pelan, karena masih merasa bersalah. ~padahal seneng, abis bikin orang gelagapan wkwkwkwk~. Nam-gil hanya memberikan senyum menawannya sebagai jawaban perkataan Yoo-hee.
-Garden Restaurant, Seoul-
Mereka berlima telah menempati salah satu meja di sebuah restoran mewah di pusat kota Seoul, sembari menyantap makanan mewah yang telah disajikan mereka saling berbincang menanyakan kabar masing-masing. Karena sudah lama sekali mereka tak bertemu, karena kesibukan masing-masing.
“eh, ngomong-ngomong...dimana Shin-woo?” tanya Nam-gil saat melihat ketidakhadiran istri keempatnya itu.
“Dia sedang di luar negeri Oppa, menemani kekasihnya Eun-hyuk, dan suaminya Lee-teuk,” jawab Dae-jia. Sebenarnya, ia juga diajak menemani suaminya Si-won yang saat ini sedang show di luar negeri bersama teman satu grup-nya di Super Junior. Tetapi karena ia sudah berjanji, minggu ini akan menghabiskan waktu bersama Ho-young suami ketiganya *banyak amat lakinya*, ditambah lagi janji nge-date-nya dengan Yong-hwa, Chansung, Rain, Joo Sang-wook *banyak banget, sebutin sendiri aje dee Park :p* membuatnya dengan berat hati menolak tawaran Si-won.
“Oh, pantas dia tidak ikut berkumpul,” gumam Nam-gil, manggut-manggut.
“Aku sudah selesai,” ujar Hea-in tiba-tiba, sembari bangkit berdiri. Ia sengaja mempercepat makannya, karena sudah tidak sabar ingin segera pulang, dan melanjutkan urusannya yang sempat tertunda dengan Min-woo.
“Cepat sekali?” protes Yuri, yang masih mengunyah steak-nya.
“Duduklah dulu Hea-in, apakah Kau tidak merindukanku?” ujar Nam-gil seraya menunjukkan senyum mautnya, yang mampu membuat orang terhipnotis *preeet*. Hea-in pun terpaksa duduk lagi di tempatnya dan mendesah pelan.
“Tentu saja aku merindukanmu Oppa,” rajuknya.
Nam-gil tersenyum melihat tingkah istri-nya itu. “Kalau Kau memang merindukanku, kenapa Kau terburu-buru seperti itu? kita ngobrol saja dulu, sembari menunggu Yuri menyelesaikan makannya. Lagi pula, sangat jarang kan kita bisa berkumpul seperti ini? kita harus berterima kasih pada anakku yang telah mengumplkan kita,” kata Nam-gil bangga, sembari mengelus perut buncit Yoo-hee *horeee!!! Wkwkwk Authornya keenakan*.
Setelah beberapa menit berlalu, mereka pun meninggalkan restoran itu dengan mobil masing-masing. Yuri dan Hea-in yang dari tadi sudah tak sabar untuk pulang segera menaiki mobil BMW biru Hea-in sedangkan Yoo-hee, Dae-jia dan Nam-gil, naik mobil Dae-jia yang tadi digunakan untuk mengantar Yoo-hee ke rumah sakit. Nam-gil memutuskan untuk bermalam di rumahnya saja, karena ia sudah terlanjur meminta cuti pada officer-nya. Jadi, lebih baik dimanfaatkan, begitu yang ia katakan pada Yoo-hee dan Dae-jia. Lagi pula, Yoo-hee bisa saja melahirkan dalam waktu dekat ini.
-Kediaman Keluarga Kim-
“Kau tidak mampir dulu Dae-jia?” tawar Nam-gil saat istri ketiga-nya itu menghidupkan mesin mobilnya kembali.
“Aku sudah janji untuk menemui Ho-young Oppa, kapan-kapan saja aku mampir Oppa!” sahut Dae-jia, “lagi pula, aku masih harus ke salon untuk meneruskan meni-pediQ,” Dae-jia menambahkan sembari menunjuk jari-jari-nya yang masih separuh berwarna pink.
Nam-gil tersenyum geli, “Baiklah kalau begitu,” ujarnya lalu mengecup pipi Dae-jia lembut. “Hati-hati di jalan.”
“Gomawo Dae-jia!” seru Yoo-hee. Dae-jia pun mulai melajukan mobilnya menuju ke salon kecantikan ternama di kawasan Seoul.
“Ayo, sayang. Kita masuk!” ajak Nam-gil sembari merangkul pundak Yoo-hee *hohohoho....jangan ngiri yee! :p* dan menggiringnya masuk ke dalam rumah.
Keesokan harinya.....pada dini hari.....
“Aaahh!!” jerit Yoo-hee, merasakan perutnya kembali berkontraksi. Nam-gil yang kini berada di sebelahnya segera terbangun dari tidurnya dan menyalakan lampu kamarnya. Nam-gil melirik jam weker di nakas yang masih menunjukkan pukul 2 pagi.
“Sakit lagi?” tanya Nam-gil khawatir, sembari memperhatikan istrinya.
“Oppa!...ahh!” jerit Yoo-hee lagi.
“Apakah kali ini akan keluar?” tanya Nam-gil, dia terlihat sedikit bingung, karena ini pengalaman pertamanya.
“Entahlah..Ahh!” jawabYoo-hee sembari menahan sakit. “Menurut Dokter Yoon tadi, ahh...kalau frek...ahh...kuensi sakitnya..ahh...”
“Sudahlah...aku tak tahan melihatmu kesakitan seperti itu,” sergah Nam-gil, lalu buru-buru membopong Yoo-hee dalam gendongannya dan membawanya ke mobil. ~suami SIAGA euy!~
-Rumah Sakit, Seoul-
Sudah 2 jam dia mondar-mandir seperti setrikaan *Lho?* di ruang bersalin. Sebentar di dalam memberi semangat dan dukungan pada istrinya yang saat ini tengah berjuang melahirkan buah cinta-nya *huehehehe* dan sebentar di luar memperhatikan alam musim gugur yang tampak indah dengan sentuhan warna merah dari daun pohon maple yang beguguran di taman rumah sakit.
“Oee...oeee...!!”
Tepat pukul 4 lewat 12 menit, terdengar suara bayi menangis dari dalam ruang bersalin, membuat Nam-gil buru-buru masuk ke ruangan tersebut dan dilihatnya sesosok bayi mungil yang masih bersimbah darah merah, tengah diangkat oleh perawat.
“Selamat Tuan, bayi anda sempurna dan cantik!” ujar perawat tersebut pada Nam-gil yang kini terpaku diambang pintu, mengetahui dirinya telah resmi menjadi seorang ayah *terharuuw hueee...aih..ngerusak suasana saia*. Nam-gil menghampiri perawat tersebut dan memperhatikan makhluk mungil itu dengan penuh kasih sayang.
“Bagaimana keadaan istriku?” tanya Nam-gil.
Perawat itu tersenyum, “Istri Anda baik-baikk saja, Tuan Kim.” Nam-gil mendesah lega, dan kembali memperhatikan putrinya yang sangat cantik. “Saya akan membersihkan bayi anda dulu!” Nam-gil mengangguk dan menghampiri istrinya yang kini terbaring lemah di matras.
“Bayi kita sangat cantik!” ujar Nam-gil bangga, membuat Yoo-hee terharu dan menitikkan air mata ~tapi gak sampe ngelap ingus Lho ya? Hahaha*. Nam-gil mengecup kening Yoo-hee lembut, “istrirahatlah, aku akan mengabari yang lainnya.” Yoo-hee mengangguk setuju.
Setelah mengabari yang lainnya melalui SMS, Nam-gil kembali ke kamar dan melihat bayi-nya sudah bersih dan sedang dibaringkan di sebelah Yoo-hee dengan hanya memakai kain penutup berwarna putih. Putrinya tertidur pulas dan terlihat sangat mungil. Nam-gil mendekatkan wajahnya ke tubuh putrinya yang masi tertidur pulas dan menyentuh jari-jari mungilnya, lembut.
“Annyeong Eun-hee ah! Selamat datang ke dunia...Appa No Sarang-hae!”
FIN
Sampai Jumpa di edisi GeJeh selanjutnya!! ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar