Minggu, 18 Desember 2011

FF MY LOVE JOURNAL chap. 1 - Meet the Boss, A Bitch or A Devil?

FF MY LOVE JOURNAL - Chap. 1
Subtittle : Meet the Boss, a Bitch? Or a Devil?



Genre : Romance

Cast :

Cho Kyu Hyun Hyun      
Shin Min Ki
Kim Jong Woon (Yesung)
Shin Yoon Hee

Rated : PG 17

Language : mixed, pls don’t be confuse.

****

( SHIN MIN KI )

Pernahkah kau merasa terikat dengan sesuatu yang kau rencanakan?, sesuatu yang kau ingin lakukan? Tapi sampai detik ini kau belum dapat memenuhi apa yang menjadi harapanmu….
ini semacam target yang harus kau capai dalam hidupmu, agar jalan hidupmu lurus dan punya motivasi untuk memenuhi target itu.

Maksudku begini….
Setiap orang mempunyai rencana dalam hidupnya atau angan-angan. Begitu juga aku, rencanaku sederhana saja seperti kebanyakan wanita pada umumnya, mempunyai karier bagus, menikah dengan pria kaya nan tampan, mempunyai rumah berkolam renang di halaman belakang, punya sepasang anak yang lucu dan menggemaskan, lalu mempunyai tabungan yang cukup untuk menikmati masa tua bersama suami tercinta dengan berkeliling dunia…

Sederhana bukan? Tapi aku bukanlah orang yang dibesarkan dengan cerita dongeng semacam itu. Ya..siapa sih yang tidak mau mengalamai hal yang kusebut diatas, tapi kenyataan jauh sekali dengan angan-angan.

Oleh karena itu, aku hanya mempunyai target sederhana saja dalam setiap kehidupanku. Aku selalu menulis semua rencana dan targetku dalam jangka pendek di dalam jurnalku. Ini sudah menjadi kebiasaanku semenjak SMP, misalnya target sederhana untuk mendapat nilai minimal 80 pada ujian matematika besok.

Tapi namanya juga target, kadang berhasil kadang gagal---seringnya sih meleset.
Bila kuingat semua itu kadang-kadang aku ingin mempunyai mesin waktu untuk memperbaiki kegagalanku. Dan aku juga suka menulis tentang kegagalanku itu agar aku selalu mengingat kebodohan yang sudah kulakukan. Tapi tidak semuanya kutulis, soalnya aku takut bila adikku yang super ganjen atau kakakku yang extra konyol membacanya, bisa-bisa aku menjadi bahan olokan sepanjang hidupku.

Ok…jam di meja nakasku sudah menunjukkan jam 23.00. Udara Seoul saat ini sedang dingin-dinginnya karena ini bulan November---musim dingin sudah tiba. Aku menelungkupkan badanku di atas kasur single di kamarku yang sempit, kutopang daguku dengan siku seraya menulis di jurnalku…

November  Wish, Do and Not to do :

1. I hope my new boss is not a bitch : kinda rude?
Tidak---aku menulisnya dengan mencibirkan bibirku. Besok kantor Allure Magazine tempatku bekerja akan kedatangan seorang editor baru, sementara editor yang lama Nona Jang yang tubuhnya dipenuhi dengan sayatan pisau bedah plastic dikeluarkan oleh direktur karena suatu kasus.
Kedudukanku sebagai asisten chief editor, sangat berharap bahwa boss baruku tidak seperti Nona Jang yang materialistis dan kecentilan.

2. Sisihkan gaji untuk membeli tas Chloe kuning busuk impianku : target akhir bulan November harus kubeli.

3. Stop nongkrong di Handel & Gretel Café hanya untuk secangkir expresso seharga 25.000 won!!! Si Mr. X yang super cute itu tidak akan pernah melirikmu. : sepertinya ini hiburan termahal untukku.

4. Jangan biarkan Yoon Hee meminjam krim malammu lagi, itu harganya sangat mahal.

5. Violet adalah warna bulan novembermu. : artinya besok cari barang-barang bernuansa ungu.

6. Selesaikan baca buku “How to make you a perfect journalist” : buku setebal 365 halaman, baru kubaca sekitar 30 halaman. Kau pemalas, Min Ki.

Aku melamun sebentar untuk memikirkan apa lagi yang akan kutulis, tapi buntu. Akhirnya aku hanya membaca ulang seraya mengingat-ingat. Ini sudah cukup, putusku.

Setelah semua targetku kutulis, lalu akupun merebahkan badanku seraya menatap ke atap kamar apartemenku. Memejamkan mata dan memanjatkan doa agar harapanku terkabul. Kemudian aku bangkit menuju meja riasku, mencopot kacamataku dan meng-roll rambutku dengan roll extra besar agar poni rambutku tidak mengajakku berkelahi besok pagi.


****

“Min Ki….kalau bisa ibu tolong belikan bahan-bahan untuk membuat kue besok. Nyonya Sun pesan brownies 3 loyang” perintah ibuku yang tentunya tidak bisa kutolak, karena bila aku bergumam menolaknya, ibuku yang super bawel melebihi Kang Ho Dong akan menghadiahi aku dengan jitakan di keningku.

Ya Tuhan, ibu masih saja menganggap aku sebagai anak kecil yang bisa disuruh-suruh seenaknya. Padahal usiaku sekarang hampir 26 tahun. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara, kakak laki-lakiku Shin Dong Hee sedang menjalani wajib militer 4 bulan yang lalu. Kemudian adikku Shin Yoon Hee---si drama queen, masih kuliah. Sementara ayah dan ibu sudah bercerai semenjak aku duduk di bangku SMP.

Ibu otomatis menjadi single parent yang harus banting tulang menghidupi kami bertiga, ibuku hanyalah ibu rumah tangga biasa, ibu mencari uang dengan menjual kue-kue buatannya. Terus terang kue buatan ibuku adalah yang paling enak di seluruh dunia---menurutku.

Yah…walaupun harus kuakui kue buatan ibu kalah enak dengan kue buatan café-café yang harga seirisnya saja cukup membuatku puasa makan siang selama seminggu.

Bisnis kue ibuku bisa dibilang stagnan…tidak maju tidak mundur, jalan ditempat. Sebenarnya aku kasihan pada ibu, sebagian gajiku juga sudah kuberikan pada ibu untuk keperluan sehari-hari. Tapi namanya juga perempuan, ada saja kebutuhan yang harus dipenuhi.

Walaupun aku bukan golongan orang yang gila belanja dan gila mode tapi karena bekerja di perusahaan majalah fashion terkemuka. Tetap saja barang-barang merek ternama selalu menggoda dompetku, aku lebih senang membeli tas atau sepatu yang lebih awet dan dapat dipakai berkali-kali dibanding pakaian yang harus berganti-ganti model. Sangat tidak mungkin kau memakai pakaian yang sama berkali-kali, bukan? Ini kuanggap tidak efesien.

Kalau mengingat hal ini, aku mulai berpikir bahwa aku telah salah memilih perusahaan. Tapi bila ditinjau kembali  segi postifnya, bekerja di majalah ini juga tidak buruk, aku jadi tahu lebih awal trendsetter yang sedang happening. Dan juga demi kartu namaku yang terlihat keren, juga tempat kerjaku yang nyaman, lagipula untuk ukuran fresh graduate jurusan jurnalistik---gajiku tergolong lumayan.

Aku mengunyah nasiku cepat-cepat dan minum susu dengan terburu-buru hingga hampir tersedak. Kala kulihat jam sudah menunjukkan jam 07.30 pagi, bisa-bisa aku tidak kebagian bus nanti bila terlambat.

“Baik bu, sepulang kerja aku akan mampir ke supermarket. Ibu sms saja apa yang harus kubeli. Aku pergi…” kataku seraya menyambar tas Gucci krem kw. 2 milikku, yang aku akuin adalah barang BS kantor pada teman-temanku. Ini adalah salah satu kebohongan kecilku…sstt jangan ribut!!

Dan ketika aku akan memakai sepatu flat unguku, sang benda telah raib di raknya. Aku mengeram pelan karena sudah mengira kemana perginya sepatuku itu.

“Bu…apa Yoon Hee sudah pergi?” tanyaku kesal.

“Dia pagi-pagi sekali sudah pergi, katanya ada kuliah pagi” jawab ibuku berteriak dari dapur.

Aku mendengus sebal, seraya memarahi diriku sendiri karena lupa menyimpan sepatu itu di dalam kamarku. Yoon Hee---adikku, yang selalu dengan seenaknya memakai barang-barangku tanpa ijin tentunya. Dan kini aku terpaksa memakai  sepatu flat lain yang tidak mengandung unsur warna ungu.

Hal ini tentu saja merusak moodku, aku adalah orang yang selalu terorganisir. Aku ingin semua berjalan sesuai dengan rencana dan harapanku, bahkan untuk hal yang sepele semacam ini. Awas kau Yoon Hee…ancamku dalam hati.

“Min Ki..!!” teriak ibuku di balik punggungku.

“Apa bu?” tanyaku masih emosi.

“Roll ponimu! Kau lupa melepasnya!” ujar ibuku mengingatkan.

Astaga….ini adalah salah satu kegiatan rutin di pagi hari kala berangkat kerja. Roll rambut!! Aku selalu lupa melepasnya, bahkan pernah aku tidak melepasnya sampai seseorang dalam bus mengingatkan aku bahwa aku masih memakai roll tepat sebelum aku turun di depan halte kantorku.

Sialan! Pantas saja orang-orang melihatku seraya tertawa tertahan, senyum dikulum bahkan berbisik-bisik. Huh….bila mengingat itu semua rasanya aku ingin lenyap di muka bumi saat itu juga. Dan jangan tanya sudah berapa kali aku mengalaminya, hampir 5 kali dalam 3 bulan terakhir. Rekor yang memalukan.

“Hmm…iya bu…” ujarku lalu lari secepat mungkin ke kamarku untuk melepaskan roll rambutku. Setelah merapihkan poniku sebentar---yang untungnya mengelung sempurna ke dalam, aku keluar kamar dan mencium pipi ibu dengan penuh terima kasih karena mengingatkanku, menjauhkanku dari hal yang memalukan.

“Ibu…aku sayang padamu…” teriakku mengombal lalu menutup pintu depan.

****

“Meeting…meeting….” ujar manager editor, Son Jun Yong. Mengingatkan di depan meja kerjaku, aku tahu meeting ini diadakan untuk menyambut chief editor baru di Allure Magazine. Kabarnya chief editor ini ditunjuk langsung oleh kantor pusat di New York.

Miss Jang, chief editor lama terpaksa dikeluarkan dari majalah ini karena skandal keuangan yang cukup menghebohkan kantor. Dia memanipulasi laporan keuangan dan secara diam-diam menggunakan uang tersebut untuk membiayai operasi plastik wajah serta payudaranya.

Manager editor termasuk aku selaku asisten chief memasuki ruang meeting, semua sudah berkumpul dan tampak wajah-wajah cemas dan penasaran tergambar di raut mereka.

Aku membuka jurnalku, dan langsung kubaca point pertama…  I hope my new boss is not a bitch… kekekkk aku terkekeh dalam hati membayangkan sosok bossku yang baru, aku dengan pasti menebak bahwa bossku 100 % perempuan.

Bitch… membaca kata itu tiba-tiba tergambar dalam pikiranku, mungkin saja dia mempunyai ekor dan tanduk lalu memakai pakaian ketat leather skin berwarna merah, seperti tokoh Elizabeth Hurley di Bedazzled.

Tak lama kemudian, seorang wanita cantik berparas blasteran memasuki area kantor. Dia ditemani oleh Miss. Uhm---manajer personalia, mereka berdua berjalan berdampingan---tepatnya Miss Uhm berperan sebagai guide tour dadakan wanita itu.

Jangan-jangan…wanita itu yang akan menjadi boss baruku? Dia masih muda bahkan kukira usianya sama sepertiku. Tapi wajahnya tampak familiar, rasanya aku pernah melihat dia.... dimana ya? Pikirku mengingat-ingat. Tapi gagal, aku tidak menemukan petunjuk dimana aku pernah melihat wajahnya. Ah..nanti saja kuingat-ingat lagi.

“Nah…kalian sudah berkumpul disini rupanya. Silakan Nyonya---“ ucap Miss Uhm mempersilahkan wanita itu masuk dan duduk di kursi yang telah disediakan---kursi kehormatan sebagai seorang chief.

Aku menatap wanita itu dengan serius, dia benar-benar cantik. Matanya yang ekspresif memperlihatkan kecerdasan dan kejelian, gesture tubuhnya tampak luwes serasi sekali dengan setelan blazer dan pantalon baby blue. Rambut curly wave-nya dibiarkan tergerai melampui bahu. Dia tersenyum cerah seraya menatap kami satu persatu seolah-olah ingin mengingat wajah-wajah kami---para staffnya.

Nampaknya suatu awal yang baik, pikirku.

“Selamat pagi” sapanya. “Aku adalah chief editor yang akan menggantikan Miss Jang. Namaku Kang Hea In, kalian bisa memanggilku Hea In-ssi atau Nyonya Lee”

Perkenalan kami diawali dengan saling memperkenalkan nama dan jabatan masing-masing. Hingga giliranku tiba, aku ingin mendapatkan kesan bahwa aku adalah seorang asisten chief yang dapat dipercaya dan diandalkan, seraya berharap mendapatkan promosi jabatan, tentunya.

“Namaku Shin Min Ki, aku adalah asisten chief editor. Hea In-ssi” ucapku seraya membungkuk menghormat.

“Oh…kau adalah sekertarisku” tukasnya.

Mwo? Sekretaris? Aku cukup jengah dengan jabatan itu. Karena di kartu namaku bertengger “Asisten Chief Editor” itu adalah jabatan yang keren pikirku.

Rasanya mendengar kata sekertaris membuat aku berpikir bahwa jenjang karirku hanya berhenti di jabatan itu.

Aku adalah asistenmu….yang mewakilimu, yang memenuhi segala keperluanmu, yang mengatur jadwalmu, yang menyortir artikel yang akan kau edit serta penyambung komunikasi antara kau dan pegawai lainnya. Tampaknya orang ini perlu penyegaran Job Description, protesku.

Tapi demi kesan baik akan imageku, akhirnya aku hanya tersenyum mengangguk. Tanpa protes.

Dan meetingpun berlangsung lama bahkan terkesan membosankan, para senior dan manager hanya menjelaskan silsilah dan job desk mereka. Sekilas kulirik bahwa Hea In-shi juga tampaknya bosan.

Walaupun ia mendengarkan dengan sungguh-sungguh tapi raut wajahnya hanya datar tanpa ekspresi berbeda sekali dengan sorot mata yang kulihat saat dia memasuki ruangan ini.

“Ok…” katanya. “Aku akan menjabarkan rencanaku mengenai majalah ini. Aku tidak puas dengan penampilan majalah kita, terkesan tidak exclusive dan membosankan….bla…bla…bla…” selanjutnya aku hanya sepintas mendengarkan perkataannya.

Aku malah sibuk dengan pikiranku sendiri… kadang kala aku mempunyai pemikiran aneh yang menghantui kala menghadiri meeting, misalnya begini, bagaimana jika ditengah-tengah meeting yang serius lalu entah mengapa aku tertawa terbahak-bahak dan membuat orang memandang ngeri seolah aku ini sudah gila.

Hehe…tampaknya perlu dicoba sekali-kali, pikirku berkhayal.

Atau saat boss membutuhkan ide yang brillian lalu tiba-tiba aku berteriak lantang mengeluarkan ide segar yang tepat, sekaligus membuat orang terkesan. Sangat bagus bukan, melihat mereka bertepuk tangan penuh kekaguman kala melihatku melontarkan ide itu. Tapi tentu saja semua ini masih terkurung dalam pikiranku.

Ide…brain storming…image baru… rebranding… Tulisku dalam jurnal, saat menangkap kata-kata yang diucapkan Hea In-ssi.

“Min Ki-ssi!” kudengar boss baruku memanggil namaku. Eh..benar dia memanggilku… aku mendonggak terkejut.

“Nampaknya anda sangat antusias sekali dengan pendapatku mengenai majalah ini…bagaimana menurutmu?” tanya Hea In-ssi.

Bagaimana apa? Dia ngomong apa barusan? Aku tidak memperhatikan apa saja yang dia bicarakan. Sial! Makiku. Kenapa aku tidak konsentrasi ya?

Enggan dicap tidak perhatian serta semua mata memandangku seolah menunggu jawabanku. Aku melirik pada kata terakhir dalam jurnal yang kutulis. Tanpa pikir panjang, aku berkata lantang “Re-branding”

“Re-branding?” ulang Hea In, ia menaikkan alis sejenak---membuatku tegang.

“Ya tepat sekali….” Ucapnya.

Heh? Tepat? Benarkah? Aku sekilas tersenyum senang walau belum konek dengan apa yang kukatakan.

“Majalah kita harus mengadakan rebranding. Bila competitor menekankan pada trendsetter mode, kita harus menjadi leading mereka. Aku ingin kalian memberikan proposal mengenai rebranding ini, aku beri kalian waktu 3 hari. Ini berlaku bagi semua staff, aku ingin mereka menuangkan ide dari pikiran mereka masing-masing. Dan tentu saja aku akan mempertimbangkan kenaikan jenjang karir bila proposal kalian yang terbaik” putus Hea In-shi.

Seluruh ruangan meeting gaduh, membicarakan hal ini…bisa kulihat jelas ada yang tidak puas dan ada yang antusias. Sedangkan aku hanya diam terhenyak, itu tadi ideku bukan. Rebranding? Itu aku yang melontarkannya lalu kemudian sang boss menerimanya. Haha…aku tertawa senang, kau memang cerdas Shin Min Ki.

*****

( SHIN YOON HEE )

Benci…benci…benci….
Aku paling tidak suka kuliah pagi!!
Bayangkan saja, aku harus bangun extra pagi untuk mengejar bus, belum lagi harus mandi dan berdandan. Aku merasa waktu tidurku yang sangat berharga terpotong kenikmatannya demi bangun pagi.

Padahal aku sudah lelah bekerja shift malam di café. Dan malam itu adalah malam tersial dalam hidupku. Aku dipecat!! Rasanya kesal dan ingin menyiram bensin ke muka si Nona Senior yang wajahnya sejelek toilet.

Karena masih kesal, alhasil semalaman aku tidak bisa tidur dan hanya berguling-guling tidak jelas di ranjang. Aku baru saja menutup mataku selama setengah jam lalu weker pororo-ku beryanyi nyaring. Heh? Bila tidak mengingat bahwa hari ini aku ada janji dengan Hyo Rin---rasanya malas pergi kuliah.

“Yoon Hee!!” panggil Hyo Rin melambaikan tangannya dari atas anak tangga menuju halaman kelas. “Teleponmu kok tidak diangkat?” protesnya.

“Tidak kedengaran” jawabku malas.

“Mana?” dia mengulurkan tangannya menagih sesuatu.

Aku segera membuka backpack-ku dan mengeluarkan box sepatu lalu menyerahkan padanya. Dia terlihat begitu gembira dan hampir melonjak ketika melihat isi box tersebut.

“Ini flat shoes dari Marc Jacob kan? Asli?” tanyanya tanpa memalingkan wajah dari box tersebut, mengagumi benda di dalamnya.

“Ini asli…! kau pikir kakakku membeli yang palsu?” protesku. Aku terpaksa mengambil---ehh….salah meminjam sepatu kakakku untuk 1 minggu, sebagai upah pada Hyo Rin karena hari ini dia berjanji akan mencarikanku pekerjaan sampingan di tempatnya bekerja.

Hyo Rin yang awalnya malas-malasan membantuku, mendadak antusias kala dia mengeluh harus pergi ke undangan perkawinan saudaranya tapi tidak memiliki sepatu yang cocok untuk menyeragamkan pakaian pestanya yang berwarna ungu.

Aku tahu Hyo Rin tidak menyukai memakai high heels sepertiku---maka dengan spekulasi penuh resiko, aku menawari dia untuk meminjam sepatu kakakku yang kebetulan warnanya senada.

Dan tampaknya resiko akan dibunuh kakakku harus dibayar mahal dengan bantuan Hyo Rin mencarikan lowongan pekerjaan di café. Kurasa cukup setimpal bukan? Pikirku menyampingkan perasaan bersalah.

“Ya sudah kalau begitu ayo kita pergi ke café” ajak Hyo Rin.

“Sepagi ini?”

“Iya…kau pikir mereka akan menerima pegawai saat menjelang siang. Biasanya manager akan menilai kita itu sangat rajin bila datang lebih pagi”

“Tapi kuliah…bagaimana?”

“Kita masuk kelas selama 5 menit hanya untuk absensi lalu kabur” tawar Hyo Rin menaikkan alisnya. Dan aku segera mengangguk setuju. Kadang kala sesuatu harus dimanipulasi untuk mendapatkan sesuatu yang besar, pikirku berlebihan.

****

“Jong Woon-shi…” panggil Hyo Rin, memanggil seorang pria berkaus hijau botol yang sedang sibuk mencatat sesuatu.

Pria itu berbalik dan sekejap aku terkesiap mengenali wajahnya yang familiar---Kim Jong Woon, biasanya dia dipanggil Yesung oleh teman –teman dekatnya, apakah benar dia adalah Kim Jong Woon yang kukenal saat SMA dulu. Kalau benar berarti dia adalah mantan pacarku. Tidak mungkin, batinku mendadak panik.

Aku segera menenggelamkan wajahku di syal kotak-kotak merah yang melilit leherku agar wajahku tidak kentara jelas olehnya.

“Ya..Hyo Rin-shi?” tanyanya.

“Apa lowongan untuk waiter shift masih tersedia. Aku membawa teman kuliahku, dia berminat bekerja disini?”

“Hmm…apa dia pernah pengalaman kerja di café?”

“Iya…hanya kemarin malam dia baru saja dipecat karena terkena efesiensi, café itu mendadak bangkrut” bela Hyo Rin, yang membuatku tersenyum sekilas di tepi syalku.

Padahal bukan karena efesiensi, itu karena aku membangkang pada senior jelek yang menyuruhku membersihkan lantai dan mencuci peralatan dapur tanpa uang lembur. Ih…enak saja, memangnya aku ini tampang manusia tertindas? Aku curiga bahwa dia sebenarnya iri padaku, pada wajahku yang cantik, pada senyumku yang manis, sehingga aku memperoleh tip dari para customer yang lumayan banyak.Bila kuingat hal itu, aku kembali menggeram emosi.

“Iya…lowongan itu masih tersedia. Dia teman kuliahmu? Baiklah, aku akan mengajaknya bicara di kantorku” kata Ye Sung seraya berjalan memasuki ruangan yang merupakan kantor kerjanya.

“Hey Yoon Hee, tuh kau dipanggil ke ruangannya. Ayo…” ujar Hyo Rin.

“Kau tidak bilang kalau nama managernya Kim Jong Woon?” keluhku.

“Memangnya kau kenal dia?”

“Dia itu mantan pacarku, tahu”

“Heh? Aissh….sudahlah. kan cuma mantan ini. Kau ini mau kerja atau tidak?” tanya Hyo Rin mulai tidak sabar.

Aku mendengus pelan, Hyo Rin benar Ye Sung cuma mantan. Dia pasti seseorang yang professional kan? Tidak akan mencampurkan urusan pribadi yang telah lalu, dan harus kuakui bahwa akulah yang sangat bersalah padanya waktu itu.

Hyo Rin mendorong punggungku agar aku cepat masuk ke dalam ruangan. Sedikit ragu membuatku badanku kaku, tapi aku sangat membutuhkan pekerjaan ini, aku sangat membutuhkan uang. Tidak mungkin rasanya harus selalu minta uang pada ibu dan kakakku, lagipula biaya perawatan dan penampilan untuk seorang gadis sepertiku kan tidaklah murah.

Aku duduk di di depan meja Ye Sung yang masih belum melihat ke arahku---dia sepertinya sibuk mencari sesuatu.

“Dimana ya mapnya?” gumamnya mengacak-acak isi laci. Kemudian dia menemukan sebuah map dan menarik selembar berkas.

“Ini isilah data-data di sini” perintahnya menyodorkan selembar kertas. “Kau membawa  surat lamaranmu kan?” tanyanya kemudian melihat ke arahku.

Aku berusaha sebisa mungkin menyembunyikan wajahku dengan menggunakan rambutku yang tergerai ke depan. Aku menarik kertas data dan mulai mencari pulpen di dalam tasku.

“Eh…kau…bukankah…” Ye Sung meneliti wajahku. Sial! Ya..bagaimanapun juga pasti ketahuan kan?

“Yoon Hee…” gumamnya tanpa ekspresi.

Aku tersenyum hambar melihat ke arahnya. “Apa kabar?” tanyaku seadanya.

“Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu disini” katanya tenang. Membuatku heran, karena kupikir dia akan terkejut lalu memasang tampang dingin atau bahkan memarahiku dan mengusirku keluar.

“eh…iya…”

“sudah sekian lama bukan hampir 1 tahun?”

“iya…mungkin selama itu... Kau menjadi manager disini?”

“Aku pemilik tempat ini” jawabnya tenang. Dan jawabannya membuatku tidak tenang, bahkan membuatku terlonjak kaget. Dia memiliki tempat ini, tempat sebagus ini. Aku hampir tidak percaya, café ini termasuk café franchise yang terkenal dan mewah, pengujungnya pun bukan orang sembarangan. Kadang-kadang para artis terkenal mampir kesini untuk sekedar ngopi-ngopi. Bagaimana bisa?

“Benarkah?” tanyaku tidak percaya.

Dia tersenyum tipis, “Oh…kau mau bekerja disini? Isilah data-data ini lalu simpan CV-mu di atas meja. Aku akan keluar sebentar, lalu kita lanjutkan dengan sesi wawancara” ucapnya tanpa menjawab pertanyaanku. Sombong sekali…

****

“Jam 7.00 pagi, kau harus datang ke café. Untuk membantu membersihkan seluruh ruangan serta menyiapkan penataan meja. Untuk saat ini kau bisa bertanya pada Hyo Rin mengenai letak barang-barang yang harus kau urus” ucap Ye Sung memberi petunjuk padaku.

Aku hanya mengangguk-angguk dan mengingat apa yang dia perintahkan. Tadi interview hanya berlangsung singkat dan sangat resmi, Ye Sung tidak menunjukkan sikap bahwa pernah ada rasa diantara kami. Sikap biasanya itulah yang membuatku canggung, ia bahkan tidak menanyakan kabarku selama berpisah dengannya. Dan ini membuatku sebal, kami seperti orang yang baru pertama kali kenal. Huh? Ada apa sebenarnya?

****

( SHIN MIN KI )

“Tidak baik mengintip profile orang” kata seseorang di belakang punggungku. Suaranya begitu dekat dengan telingaku sehingga hembusan nafasnya menerpa tempat itu. Aku terlonjak kaget karenanya.

Aku memutarkan leherku untuk melihat orang itu, namun dia segera menghilang dan pindah ke depanku seraya menyerahkan binder di atas mejaku. Senyuman jahil segera tergambar diwajahnya kala melihatku yang masih kaget bercampur kesal.

“Kyu Hyun…kau!” ucapku sebal.

“Mana boss baru kita?” tanyanya cuek.

“Dia sedang keliling ke area produksi” jawabku ketus.

“Namanya Kang Hea In kan? Boss baru kita itu?” tebaknya.

“Iya”

“Aku kenal dengannya, dia satu kampus denganku. 2 tingkat diatasku” terangnya.

“Ah..iya..aku tahu. Aku baca di profilenya. Dia itu mantan model? Pantas saja aku seperti pernah melihat wajahnya”

“Yup” Kyu Hyun menjawab singkat.

“Ini apa?” tunjukku pada binder yang diserahkan Kyu Hyun padaku.

“Hasil pemotretan kemarin sore. Aku ingin noona memilih backgroundnya untuk edisi kita bulan depan”

“Mengapa kau berikan padaku, seharusnya kau koordinasi dengan bagian desain”

“Bagian desain itu banyak protes daripada menghargainya. Aku tidak bebas mengembangkan konsepku sendiri. Lagipula editor yang baru ini pasti akan menyukai hasil karyaku” ucapnya penuh percaya diri.

“Cih…atas dasar apa kau begitu yakin?” cibirku.

“Karena aku mengenalnya” ulangnya lagi.

“Terserah…”

Kyu Hyun adalah fotographer yang bekerja di majalah ini. Baru sekitar 1 tahun dia bekerja disini, dia salah satu pegawai Allure yang dekat denganku. Tepatnya mendekatkan diri---entahlah, itu hanya perasaanku saja atau bukan. Yang jelas si dongsaeng ini selalu punya cara untuk mengakrabkan diri denganku.

Sifatku yang pendiam jelas berbanding terbalik dengan sifatnya yang suka seenaknya. Mungkin sikap cueknya itu hanya berlaku padaku, karena baginya aku ini orang yang amat sangat baik hati dan mudah memaafkan.

“Noona..” panggilnya.

“hm..” jawabku mendonggak kala aku serius memperhatikan beberapa hasil jepretan Kyu Hyun. “Eh..duduklah yang benar. Jauhkan bokongmu itu dari mejaku” protesku seraya mendorong tubuhnya, dia setengah duduk dengan santai ditepi meja kerjaku yang berlapis kaca.

“Santailah sedikit” tukasnya.

“Tidakkah kau punya pekerjaan? Agar kau menyingkir dari sini?” sindirku.

“Ah..tenang saja, lebih nyaman disini. Ruangannya lebih sejuk” Kyu Hyun beralasan. “Ehh..noona, boleh aku tanya sesuatu?”

“Aku sibuk” tolakku ketus.

“jawab saja Ya atau Tidak. Semacam psikotes” tawarnya pantang menyerah.

Aku membereskan foto-foto Kyu Hyun lalu memasukkannya ke binder kembali. “Mau tanya apa sih?” sahutku malas-malasan. Aku meraih mouse lalu mulai mengklik file agenda harian chief, memeriksa dan menganti nama file tersebut menjadi milik Kang Hea In---bossku.

“Baiklah kita mulai. Jawab saja Ya atau Tidak” tegasnya kemudian berdeham kecil.

“Apakah noona menyenangi pekerjaan ini?”

Pertanyaan macam apa itu? Aku mendonggak mellihat ke arah Kyu Hyun dengan binggung.

“Ya atau Tidak?” ulang Kyu Hyun sebagai balasan tatapanku.

“Ya” jawabku ragu.

“Apakah noona puas dengan gaji yang diberikan?”

“Lumayan…”

“Ya Ampun….hanya Ya atau TIdak!” tekannya sekali lagi, kali ini nada suaranya berubah galak.

“Ya” jawabku.

“Menurutmu apakah pekerjaanmu membosankan?”

“Ya”

“Apa karena kurang tantangan?”

“Ya”

“Apa noona ingin diberikan kesempatan untuk membuat artikel?”

“Ya”

“Apakah noona akan mentraktirku makan siang?”

“Ya”….. “Eh….” Selaku kemudian tersadar dari jebakan Kyu Hyun.

“Asiiikk….terima kasih Noona. Kita makan siang bersama, ok!” ujarnya seraya terkekeh senang, senyumnya semakin lebar kala melihatku menatapnya gemas.

“Kyu Hyun… kau!!” teriakku protes tapi segera kutahan karena kulihat bossku nampaknya sudah selesai melakukan tour ke tiap ruangan kantor. Dan ia kembali menuju ruang kerjanya.

Sekilas kulirik Kyu Hyun mengangkat tangan kirinya, memperlihatkan jam tangan yang dikenakannya serta mengetuk ringan jam tangan tersebut dengan telunjuk tangan kanannya---sebagai tanda bahwa aku harus menepati janji makan siang.

Janji? Janji darimana? Dia sendiri yang memutuskan begitu! Dasar dongsaeng kurang ajar.

“Well…Nona Shin, bisa ke ruanganku?” perintah Hea In sebelum melenggang masuk kantornya. Aku mengangguk dan mengikutinya.

Hea In-shi, duduk dan mempersilahkanku duduk di kursi di depan mejanya.

“Jadwalku, aku ingin kau menulisnya dan mengingatkanku” ujarnya.

Aku membuka jurnalku dan bersiap menulis yang diperintahkannya.

“Ini jadwal rutinku, jam 10.00 pastikan aku harus menelepon putriku di TK. Jam 12.00 aku harus menelepon rumahku. Sebelum jam 17.00 kau harus mengambil laundry di gedung sebelah, dan memasukkannya ke dalam bagasi mobilku---ini hanya untuk sementara. Aku ingin 2 block gula untuk setiap kopi yang kuminum. Aku sangat menghargai bila kopi itu masih panas ketika aku masuk ruangan di pagi hari. Laporan dari setiap departemen harus ada di mejaku setiap pagi, lalu pastikan kau membeli majalah competitor yang baru terbit segera dan disimpan di mejaku”

Aku segera mencatat setiap kata-kata yang dilontarkan bossku secara runtut.

“oh ya…satu lagi, mengenai dirimu…” ucap Hea In-ssi menatapku wajahku lekat-lekat seolah sedang menilai sesuatu. “Berapa umurmu?” tanyanya.

“Hampir 26 tahun”

“Kau bekerja di majalah mode, tidak bisakah kau sedikit memperhatikan penampilanmu?”

Heh? Penampilan…penampilanku? Apa maksudnya? Kenapa dengan penampilanku? Aku nyaman dengan penampilanku saat ini, rambut pendek setelinga berpotongan oval dengan poni yang untungnya pagi ini sedang berfungsi dengan baik. Aku nyaman dengan pakaian kerjaku yang menurutku kasual, dress terusan yang dilapisi blazer hitam.

Yah…tapi memang aku akui bahwa dressku memang model tahun 90-an dengan berhias renda di lehernya lalu blazer hitamku yang kubeli dari kotak obralan 70% di sebuah mall. Apakah aku sangat old-fashion?

“Aku ingin pegawaiku mewakili image Allure yang fashionable. Bukankah kau sendiri yang bilang tentang re-branding?”

“Iya Hea In-shi…tapi---”

“Baiklah, kau mungkin masih binggung dengan pernyataan fashionable. Begini, kita ini para kritisi, penilai, dan penikmat mode. Jadi kau harus bisa menuangkan visi majalah kita dalam penampilanmu, kau berpendidikan bukan? Jadi kurasa kau bisa mencerna omonganku”

Aku segera terhenyak dengan kritiknya. Aku merasa direndahkan, memangnya apa yang salah dalam diriku? Aku kan kerja di dalam kantor bukan dipajang di majalah seperti para model. Pikiranku segera melayang ke beberapa butik yang berjejer di sepanjang Hongdae, bila aku harus berpenampilan modis dan fashionable berarti itu artinya BELANJA!

Belanja adalah menghabiskan uang! Uangku adalah Gajiku! Gajiku setengahnya adalah milik ibuku! Dan sisanya adalah milikku, uang transport, uang makan, biaya sosialisasi, tabungan, cicilan kartu kredit, dan uang ini…uang itu….

Aku segera menghela nafas putus asa dan wajahku mungkin tampak seperti orang bodoh yang binggung.

“Nona Min Ki?” kata Hea In-shi menyadarkanku.

“Heh?”

Hea In-shi menyunggingkan bibirnya seperti meremehkan.

“Kecepatan otak dalam menerima perintah adalah salah satu hal yang penting dalam pekerjaan, Min Ki-shi. Aku tidak suka asistenku tidak begitu tanggap” katanya datar.

“Ya…Hea In-shi”

“Baiklah kau boleh pergi, oh ya…bawakan aku kopi dan juga aku ingin melihat perkembanganmu dalam hal fashion selama seminggu ini” tambahnya.

“Baiklah” sahutku.

Sebelum aku meraih handle pintu menuju keluar ruangannya, aku mendengar dia berseru “Mana majalah competitor terbitan terbaru di mejaku?”

Oh Tuhan….. kini kutarik kembali penilaian tentang boss baruku. Harapanku dalam jurnalku pupus sudah, Point 1 harus dicoret tebal-tebal dengan tinta merah. She’s a BITCH!!

****

( SHIN YOON HEE )

“Meja ini harus bebas dari kotoran, tidak boleh berbau anyir. Dan jendela tidak boleh ada debu sedikitpun” ulang Ye Sung mencolek kusen sebuah jendela dan memeriksa kadar debu dengan kedua jarinya.

“Ini….” tunjuknya, memperlihatkan jarinya yang menurutku hanya beberapa butir debu yang menempel.

“Tapi kukira ini sudah bersih?” sergahku membela diri.

“Kau kira? Hanya perkiraanmu atau kenyataan yang ada di jariku ini” katanya mengacungkan jari telunjuknya nyaris mengenai ujung hidungku.

Aku mulai mendesah tidak sabar, ini sudah kesekian kalinya pagi ini, Ye Sung terus memprotes hasil kerjaku. Dari tatatan meja yang kurang rapi, caraku meletakkan botol saus, garam, merica dalam box khusus, tumpukan piring yang harus disusun 20 buah per susunan, mengelap gelas yang kurang kering bahkan dia memprotes letak sendok dan garpu yang kurang sejajar! Astaga….

Dia memperlihatkan wajah tidak bersahabatnya padaku kali ini, sangat berbeda dengan saat interview tadi---lebih galak. Tampaknya dia mulai memberikanku peringatan bahwa dia adalah boss yang berkuasa.

“Bersihkan dari sini sampai ke ujung sana!” perintahnya ketus. “Kerjakan cepat, sebelum kami buka ini harus sudah selesai dan juga…..” dia berhenti sejenak, ekor matanya menuju ke arah bar.

“Itu…dibawah lipatan meja bar, kau juga harus membersihkannya!” lanjutnya memberi perintah.

Oke…aku merasa darahku mendidih. Rasanya asap mengepul di kepalaku karena kurasa perintahnya sudah keterlaluan, dia pikir aku ini pesuruh atau apa?
aku mendelikkan mataku menatapnya tajam memperlihatkan bahwa aku tidak suka dengan caranya mengerjaiku.

Ye Sung menyadari hal itu, dia mengernyitkan dahinya “Kau tidak mau? Kau tidak suka melakukannya?” sergahnya cepat sebelum aku membuka suara.

Aku mendengus kesal dengan sengaja. “Tapi ini---“

“Ingat kau sudah menandatangani kontrak masa percobaan selama 3 bulan, bila kau mengundurkan diri maka kau tidak akan mendapat referensi dan tidak bisa bekerja dimanapun” katanya licik.

“Tapi ini penyiksaan” sergahku hampir meledak.

“Ini hanya tugas” jawabnya tenang. Lalu membalikkan badannya hendak meninggalkanku “Sudahlah kerjakan cepat, jangan menunda terlalu lama”

Aku mengepalkan tanganku dan mengarahkan pukulan pura-puraku di belakang punggungnya sebagai aksi protesku. “Dia……!! Benar-benar setan…..” geramku pelan.


~~ T B C ~~

By Mila ~Admin Heain~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar