Minggu, 18 Desember 2011

F A T E - Chap 2 - Fanfiction Super Junior -

CHAPTER 2




- Apartemen Ye-sung / Kim Jong-woon -    

Ye-sung merenggangkan tubuhnya di atas kasurnya yang empuk sambil mengerang dan menguap. Mengerjap-ngerjapkan mata beberapa detik, perlahan kantuknya hilang sepenuhnya. Beranjak duduk sambil menggaruk-garuk kepalanya, ia menatap ke jendela kamarnya yang tak tertutupi tirai dan membuat sinar matahari pagi menerobos masuk dengan bebas.             
     
 Ia berdiri dan menghampiri jendela tersebut untuk membukanya dan membiarkan udara segar masuk. Suasana begitu tenang dan damai pagi ini. Ye-sung menghirup udara pagi yang segar, lalu tersenyum. Tapi tiba-tiba teringat olehnya gadis aneh semalam.

Ye-sung menggeleng-gelengkan kepalanya. Semalam pasti cuma mimpi buruk, pikirnya meyakinkan diri sambil berjalan keluar dari kamarnya. Benar, semua hanya mimpi, batinnya, mengamati keadaan sepi, tenang, dan teratur apartemennya yang seperti biasa. Bahkan Ddangkoma pun terlihat nyaman bermala-malasan dalam kandangnya.

“Selamat pagi, Ddangkoma!” sapanya sebelum berbelok menuju kamar mandi, namun langkahnya terhenti ketika melihat pintu kamar tamunya yang terbuka. Kapan aku membukanya? batinnya dalam hati sembari melangkah mendekati kamar itu. “Astaga!” serunya, terkejut bukan kepalang, melihat gadis yang dipikirnya hanya berasal dari mimpi buruknya, kini tengah duduk santai di depan meja rias kamar tamunya.

Dan yang lebih mencengangkan—membuat Ye-sung berpikir bahwa dirinya sebenarnya masih tidur dan sedang berada dalam dunia mimpi—adalah cara gadis itu berdandan. Ia tidak menggunakan tangannya sendiri untuk menyisir dan mengikat rambutnya dalam tatanan yang rumit tersebut, melainkan benda-benda seperti sisir, pita, jepit rambut, dan semacamnya itu, melayang-layang di udara, bergerak-gerak sendiri untuk menata dan menghias rambut gadis itu, sementara ia sendiri tengah asyik membaca buku!

Ye-sung menampar pipinya sendiri untuk membuktikan bahwa ia hanya sedang bermimpi, namun rasa panas yang menyengat pipinya itu membuatnya mengaduh kesakitan.

Juny yang sedang asyik membaca buku kumpulan mantra, mendongak ketika mendengar suara Ye-sung. Melalui cermin mereka beradu pandang, sebelum dengan cepat Ye-sung melesat ke ruang tengah untuk menelepon satpam agar mengusir Juny keluar. Walau tidak tahu apa yang sebenarnya hendak dilakukan pria itu, tetapi Juny mempunyai firasat Ye-sung akan melakukan sesuatu yang tidak akan disukainya, karena itu ia bergegas mengikuti, dengan diiringi sisir, jepit, dan pita yang masih melayang-layang mengitari kepalanya.

“Halo? Ini Kim Jong-woon, dari apartemen nomor 1313! Tolong usir gadis—“

Dengan segera Juny melambaikan tongkatnya, dan dalam sekejap, gagang telepon tersebut berubah menjadi bayi buaya dengan mulut yang menganga lebar.

Berteriak kanget dan ngeri, kontan saja Ye-sung melempar gagang telepon / bayi buaya tersebut, dan membelalakkan matanya ke arah Juny yang tengah bersedekap santai mengamatinya.

Rasa takut yang mencekam Ye-sung membuatnya berlari menuju pintu untuk kabur keluar. namun kemudian handle pintu yang dipegangnya tiba-tiba berubah menjadi ular cobra yang siap mematuk.

“Aaa…!!! Tolooong!!!” teriak Ye-sung, melepas pegangannya dari handle pintu / ular cobra tersebut, dan melompat sejauh mungkin.

Juny mengamati semua itu dengan senyum tipis. Sebenarnya binatang-binatang itu hanya ilusi yang diciptakan oleh sihir Juny, namun tentu saja ia tak akan memberitahu Ye-sung. Ini jelas menguntungkan baginya. Ia dapat mengendalikan pria itu dengan menakutinya.

Melangkah mendatangi Ye-sung yang terpojok duduk di sudut ruangan, Juny dengan santai memain-mainkan tongkat sihirnya, menyadari mata Ye-sung terus tertuju pada benda tersebut.

“Si… siapa kau sebenarnya…?” tanya Ye-sung gugup.

“Bukankah semalam aku sudah memperkenalkan diri?” Juny balik bertanya dengan nada datar. “Aku Juny Killarney. Jodohmu.”




Setengah jam kemudian, duduk berhadapan di meja makan, setelah melakukan pembicaraan panjang mengenai alasan kehadiran Juny di rumahnya ini, Ye-sung menatap gadis itu dalam diam dengan serius.

“Makanlah. Aku sudah membuatkan sarapan ini untukmu,” perintah Juny, menunjuk roti panggang, telur dadar, dan sosis yang telah tersedia di meja makan. Walaupun tak menginginkan Ye-sung, tetapi tetap saja Juny merasa dirinya memiliki kewajiban untuk melayani pria itu selayaknya istri yang baik terhadap suaminya—hal yang ditanamkan ibunya sejak kecil padanya.

Namun Ye-sung masih terlalu larut dalam pikirannya sendiri untuk mendengarkan perkataan Juny.

Juny Killarney seorang penyihir—tak ada keraguan sedikitpun tentang hal tersebut setelah ia melihat sendiri apa yang dilakukan gadis itu. penyihir dari Irlandia, yang “terpaksa” datang ke Korea, dan tinggal bersamanya, karena menurut Cermin Jodoh yang legendaris, dirinya adalah jodoh gadis itu. semua itu terdengar mustahil! Tapi… bila gagang telepon bisa berubah menjadi bayi buaya, dan handle pintu menjadi ular—juga tak lupa sisir dan aksesoris yang melayang-layang di atas kepala Juny tadi—rasanya tak ada lagi hal yang terlalu mustahil untuk terjadi.

Tapi bagaimana bisa nasibku seperti ini? Ye-sung bertanya-tanya dalam hati dengan fustasi. terbayang di benaknya kehidupan percintaan sahabat-sahabatnya; Si-won menikah dengan gadis semanis Dae-jia. Eun-hyuk berpacaran dengan Shin-woo—yang juga sahabat Dae-jia—yang keanehannya satu-satunya hanyalah jarang dapat mengekspresikan emosinya. Dan Han Geng, walaupun masih dirahasiakan, bertunangan dengan Suin Yung kecil yang lucu dan polos dari kampung halamannya di China. Memikirkan gadis-gadis itu, hanya satu yang melintas dibenak Ye-sung. Normal.

Kenapa!? Ye-sung bertanya pada dirinya sendiri dengan frustasi. Kenapa aku!? Diantara begitu banyak wanita yang tersebar di seluruh penjuru dunia ini, kenapa aku justru mendapatkan gadis dari “dunia lain” ini!?

Juny meneliti ekspresi merenung Ye-sung yang serius. Kelihatannya dia tidak senang berjodoh denganku, pikirnya tersinggung. Ia, Juny Killarney, penyihir muda paling berbakat abad ini, yang berasal dari keluarga terpandang karena hubungan baik dan kesetiaan keluarganya pada kerajaan sihir Irlandia, merupakan incaran para pria di negerinya! Tapi seorang pria Asia non-penyihir seperti Ye-sung malah tak menginginkanku!? Ini penghinaan! makinya dalam hati. seharusnya dia bersyukur berjodoh denganku!

“Begini Nona,” mulai Ye-sung, berusaha sopan. “Mungkin terjadi kekeliruan. Mungkin cermin itu melakukan kesalahan? Bagaimana mungkin kita berjodoh, kan?” Ye-sung mencoba bercanda dan tertawa hambar, namun segera menghentikannya karena tak mendapat tanggapan dari Juny yang hanya menatapnya dingin.

“Kau menghina cermin jodoh yang keramat?” tanya Juny dengan nada datar.

Keramat? Sial, batin Ye-sung. “Oh tidak, tentu saja tidak. Mana mungkin aku begitu.”

“Walaupun aku juga amat berharap ramalan itu salah, namun nyatanya tidak mungkin. Memang kau lah… jodohku,” Juny mengucapkan kata terakhir dengan tak rela.

“Bagaimana bila kita berpura-pura saja ramalan itu tidak ada?” usul Ye-sung, yang segera dibalas dengan tatapan mematikan Juny. “Oh, sepertinya bukan ide bagus,” gumamnya sembari berdeham gugup.

“Aku lebih memilih menurunkan derajatku dengan bersamamu, dibanding mendapat hukuman para dewa!”

“Menurunkan… apa!? kau bilang apa!?” Ye-sung yang tersinggung sudah berdiri dari kursinya karena terlalu emosi, namun seketika emosinya mereda ketika melihat Juny menyusurkan jari telunjuknya di tongkat sihirnya.

“Ibuku memberi batas waktu, paling tidak tahun depan kita sudah harus menikah—“

“Menikah!?” seru Ye-sung dengan nada suara meninggi.

“Kita tak mungkin selamanya begini,” kata Juny tenang. “Aku sudah bermurah hati untuk menunggu sebentar agar kita bisa lebih mengenal satu sama lain, tapi pernikahan harus dilakukan secepatnya.”

Mulut Ye-sung terbuka dan mengatup berulang kali, seolah ada yang ingin disampaikannya, namun terlalu bingung untuk memulai dari mana.

“Sepertinya kau sudah mengerti,” komentar Juny. “Sekarang, makanlah.”

“Aku… kita… kau… hah… astaga! menikah tidak semudah itu!” akhirnya Ye-sung mengeluarkan bantahan. “Kau tidak tahu siapa aku!? Ye-sung, member Super Junior! Kami terikat kontrak, dan kewajiban pada para penggemar. Aku tidak bisa menikah seenaknya seperti yang sudah ‘kau’ rencanakan sendiri!” katanya keras. “dan kau juga tak bisa tinggal di sini! akan terjadi skandal besar bila orang-orang tahu aku hidup bersama wanita asing! Ini tak akan bagus untuk karirku!”

“Apa karirmu lebih penting daripada keselamatanku!?” tuntut Juny. “Menurut ramalan, siapapun yang mengingkari takdir yang ditetapkan para dewa, ia akan dikenai hukuman dan mendapat kesialan seumur hidupnya! Aku tak sudi membahayakan nyawaku sendiri!”

“omong kosong! Bagaimana bisa kau begitu egois!?” serang Ye-sung.

“Kau pun egois karena lebih memikirkan karirmu, bukan begitu?” balas Juny.

“karena itu kita tak seharusnya bersama!” seru Ye-sung marah.

“Kau tak boleh menolakku!” Juny balas membentak. Bersamaan dengan itu, semburan emosinya yang berpadu dengan energy sihir, menimbulkan angin kencang yang bertiup masuk melalui jendela-jendela dan pintu menuju balkon yang terbuka, begitu kencangnya hingga nyaris menerbangkan Ye-sung.

“Hentikan! Tolong, hentikan! Maafkan aku!” seru Ye-sung, berpegangan erat pada meja makannya.

Seketika hembusan angin itu reda, menyisakan ruangan apartemen Ye-sung yang acak-acakan.

Menghela napas lelah, Ye-sung mengusap wajahnya. “Begini, mengertilah, aku seorang idola. Aku tak bisa bertindak sesuka hatiku sendiri, karena public menyoroti tiap langkahku,” Ye-sung mencoba bicara baik-baik.

Juny terdiam merenungkan perkataan pria itu. “Kita bisa berkompromi,” katanya pada akhirnya. “Bila memang sepenting itu, kita bisa merahasiakan keberadaanku di sini hingga tiba waktunya kita menikah—“

“Maksudku—“ Ye-sung terdiam dan mendesah, menyadari tak ada gunanya bicara dengan penyihir keras kepala yang sialnya mengaku sebagai jodohnya tersebut.

Drtttt… suara getar ponselnya yang ditaruh di atas meja mengejutkan Ye-sung. Tanpa melihat lebih dulu siapa peneleponnya, ia segera menerimanya, bersyukur mendapat kesempatan melarikan diri dari Juny. “Halo? Oh, astaga! Kau benar! Tenang saja, aku segera datang!”

“Aku bahkan belum mengucapkan apa-apa!” protes Eun-hyuk dari seberang telepon. “Kau ini kenapa?”

“Iya, aku tahu aku sudah sangat terlambat. Maaf. aku akan segera kesana, Shin-dong, tenang saja,” lanjut Ye-sung dengan mencengangkan mampu terlihat tenang dan meyakinkan sambil beranjak dari kursinya.

“Shin-dong!? Shin-dong!? Kau menyebutku Shin-dong!? kau gila!? Apa tubuhku terlihat sebesar dia!?” protes Eun-hyuk.

Rupanya Eun-hyuk, pikir Ye-sung, akhirnya mengenali suara peneleponnya. “Aku mengerti. Maaf membuat kalian menunggu lama. Baiklah, aku segera mandi dan berangkat. Sampai jumpa di kantor,” katanya sambil berjalan menuju kamar mandi tanpa menghiraukan protesan Eun-hyuk.

“Hei! Kau—“ klik. Ye-sung memutus sambungan teleponnya. Di depan kamar mandi, ia menoleh menatap Juny. “Maaf, aku sibuk, dan harus segera berangkat ke kantor. Kita bicarakan lagi nanti.”



“Aku pergi dulu,” pamit Ye-sung, walaupun sebenarnya ia merasa tak perlu melakukan itu terhadap gadis yang seenaknya menjajah rumahnya.

“Apa kau akan pulang cepat?” tanya Juny.

“Tidak tahu,” jawab Ye-sung, dan menambahkan dalam hati; aku akan pulang selarut mungkin. Dan saat aku kembali kuharap dia sudah pergi! “aku pergi,” katanya lagi.

“Kak Ye-sung!” suara ceria yang menyapanya mengejutkan Ye-sung. Teringat keberadaan Juny di dalam rumahnya, buru-buru ia menutup pintu.

“Eh, kau lagi…” gumam Ye-sung, berusaha terlihat santai.

Kim Hae-sa, gadis berusia delapan belas tahun yang merupakan tetangga dan juga penggemar berat Ye-sung, tersenyum lebar ke arah idolanya itu. “Selamat pagi! Aku senang kakak belum berangkat. Ini, aku buatkan makanan untukmu,” katanya, menyorongkan kotak bekal makanan ke arah Ye-sung.

“Eh, aku sudah pernah bilang, kau tak perlu merepotkan diri seperti ini,” kata Ye-sung tak enak hati.

“Tidak, aku melakukannya dengan senang hati karena ini kubuat khusus untukmu,” bantah Hae-sa.

“Ehm… baiklah, terima kasih,” gumam Ye-sung, mengulurkan tangan untuk menerima bekal tersebut. “eh!?” seru Ye-sung terkejut, ketika tiba-tiba seorang gadis lain keluar dari persembunyiannya di balik dinding untuk memotret penyerahan bekal tersebut.

Hae-sa yang memang sudah menanti hal tersebut—karena si fotografer tak lain dan tak bukan adalah sahabatnya sendiri, Karin—tersenyum lebar ke arah kamera sambil membentuk tanda V dengan jarinya.

“Yak, sudah,” ucap Karin, gadis blasteran Korea-Inggris itu mengamati hasil fotonya sambil mengunyah permen karet.

“Kakak harus memakannya ya,” pinta Hae-sa.

“Ah, ya. Sekali lagi terima kasih,” ucap Ye-sung, sambil menyunggingkan senyum yang menghipnotis Hae-sa.

Selagi sahabatnya mengobrol dengan Ye-sung, Karin yang tak berminat pada idola satu itu, menjauh dan mengamati pintu-pintu apartemen lain yang tertutup. Didengarnya dari Hae-sa, banyak idola yang tinggal di gedung apartemen ini. dan katanya lagi, Jessica SNSD dan adiknya, Krystal f(x), bertetangga dengan Ye-sung.

Di apartemen nomor berapa mereka tinggal? batin Karin penasaran. Anak-anak pria disekolahnya banyak yang mengidolakan dua bersaudara itu. bila ia bisa mendapatkan foto mereka, ia yakin akan mendapat banyak uang dari para fanboy yang membeli foto-foto tersebut.

Klik. Tiba-tiba sebuah pintu di ujung lorong sebelah kiri terbuka. Buru-buru Karin bersembunyi dan mengintip. Senyum merekah di bibirnya, karena secara tak terduga melihat Jessica yang mengenakan pakaian olahraga keluar dari sana. Rupanya ini hari keberuntunganku, batinnya puas. Diam-diam dipotretnya gadis idola para pria itu. tapi senyum itu berubah menjadi ketercengangan ketika dilihatnya sesosok pria yang juga berpakaian olahraga ikut keluar dari sana.

“Bukankah itu… Taec-yeon... 2PM?” gumam Karin pada diri sendiri.

“…sampai jumpa besok,” sayup-sayup Karin mendengar perkataan Taec-yeon pada Jessica yang tengah tersenyum lembut pada pria itu.

Mengikuti nalurinya, bahkan ditengah kebingungannya, Karin terus mengambil gambar pasangan tersebut. Ia nyaris tersedak permen karetnya sendiri ketika melihat Taec-yeon mengecup pipi Jessica sebelum akhirnya benar-benar pergi.

“Mereka… pacaran…?” bisik Karin tak percaya. Tapi perlahan, sebuah seringai terukir di wajahnya. Ini gossip panas! Berapa yang akan kudapat bila menjualnya ke media? Otak bisnis Karin berputar cepat. Begitu asyik dengan pikiran tersebut, sampai-sampai ia tak menyadari Hae-sa telah berada di sisinya.

“Ayo kita pergi,” ajak Hae-sa, menggandeng lengan Karin. “Kak Ye-sung, sampai jumpa nanti!” tambahnya, berseru dan melambai ke arah Ye-sung.

“Siapa gadis tadi?”

“Ya Tuhan! kau mengejutkanku!” seru Ye-sung, menggerutu ketika tiba-tiba kepala Juny menyembul di celah pintu yang terbuka. Kelabakan melihat sekelilingnya, didorongnya kepala Juny masuk ke dalam rumah. “Jangan sampai ada yang melihatmu!” omel Ye-sung.

Juny menepis tangan pria itu dengan kasar. “Siapa gadis tadi?” ulangnya.

“Tetangga dan salah satu penggemarku,” jawab Ye-sung. “sudahlah, aku pergi. Jangan sampai kau terlihat orang. bila ada yang datang dan mengetuk pintu, tak usah kau hiraukan, mengerti?”

“Aku bukan anak-anak atau orang bodoh,” balas Juny dingin.

“Baguslah. Ya sudah kalau begitu,” komentar Ye-sung sambil berbalik pergi.

“Tunggu. Itu. bekal? Kau mau membawanya?” tanya Juny.

“Tentu saja. Sudahlah. Tutup pintunya,” perintah Ye-sung, sebelum benar-benar pergi.

“Dia tak mau memakan sarapan buatanku, tapi menerima bekal buatan gadis tadi!?” geram Juny sambil membanting pintu dengan keras.



- SM Entertainment -        

Entah keberapa ratus kalinya, Ye-sung mendesah sambil memasuki lobby gedung SM Entertainment,  memikirkan nasibnya sekarang ini.

Ryeo-wook dan Eun-hyuk yang tengah mengobrol di dekat tangga, melihat kedatangannya dan memanggil pria itu.

“Oh, kalian,” sapanya tak bersemangat.

“Ada apa denganmu? Di telepon tadi kau juga aneh. Bahkan salah menyebut namaku,” komentar Eun-hyuk.

Ye-sung menatap wajah polos kedua adik Super Junior-nya itu sambil sekali lagi mendesah. “Kalian tak tahu apa yang aku hadapi…” gumamnya dramatis.

“Memangnya ada apa?” tanya Ryeo-wook.

“Kuceritakan pun kalian tak akan percaya,” sahut Ye-sung muram.

“Lihat, ada orang asing,” kata Eun-hyuk tiba-tiba, menatap ke arah pintu masuk.

Mendengar kata “orang asing” segera membuat Ye-sung waspada. “Eh? Bukankah itu si Gadis Sapu menyeramkan yang semalam di café?” timpal Ryeo-wook, meyakinkan kekhawatiran Ye-sung.

Perlahan, Ye-sung menoleh, dan melihat Juny, mengenakan gaun hitamnya gothic-nya, lengkap dengan membawa sapu, berderap ke arahnya. sial, batin Ye-sung.

“Siapa dia?” tanya Eun-hyuk pada Ryeo-wook.

“Penggemar kak Ye-sung,” jawab Ryeo-wook polos, tak menyadari delikan Ye-sung.

Penggemar macam apa yang menerorku dengan sihirnya!? keluh Ye-sung dalam hati. “Kenapa kau kemari?” bisiknya saat Juny sampai di hadapannya.

“Aku bosan dirumah,” jawab Juny enteng.

“Bukankah kau sudah berjanji akan merahasiakan keberadaanmu!?”

“Aku berjanji akan merahasiakan tentang kita yang hidup bersama, tapi aku tidak berjanji tak akan mengikutimu. Kapan kita akan saling mengenal dan siap menikah bila aku dirumah saja dan kau berkeliaran!?”
     
“Tetap saja, kau tidak boleh—“ Ye-sung terdiam ketika melihat Juny mengeluarkan tongkat sihir dari saku tersembunyi di gaunnya. “Tak adil bila kau terus mengancamku dengan cara seperti ini,” desis Ye-sung.

“Ada apa?” tanya Eun-hyuk, mendekati mereka.

Ye-sung menatap Juny, yang balas menatapnya dengan menantang. Ia mendesah. “Tidak apa-apa. ayo, kita mulai berlatih,” ajaknya.

“Eh? Penggemarmu ini ikut?” tanya Eun-hyuk kaget, melihat Juny mengekori Ye-sung.

“Dia—“

“Kenapa?” tantang Juny, menatap Eun-hyuk dengan tajam. “Bermasalah untukmu bila aku di sini?”

Sekujur tubuh Eun-hyuk langsung merinding ngeri. “Dia asistenku,” kata Ye-sung cepat, mencari alasan. “Ayolah, kita mulai latihannya,” ajaknya.



“Kau benar-benar merekrutnya sebagai asistenmu?” tanya Han Geng ketika latihan hari itu usai, sambil melirik Juny yang duduk di pojokan ruang latihan.

Ye-sung berdeham. “Begitulah.”

“Kau bisa mempercayainya? Bukankah baru kemarin kalian bertemu?” tanya Ryeo-wook.

“Dia sebatang kara. Aku hanya ingin menolongnya,” karang Ye-sung.

“Woah… tak kusangka hatimu begitu baik,” komentar Shin-dong.

“Juny!” panggilnya buru-buru, tak ingin membahas masalah ini lebih jauh, takut membongkar kebohongannya sendiri. “Ayo kita pergi,” ajaknya.

“Kalian mau ke mana?” tanya Sung-min.

“makan siang.”

“Kau tak mengajak kami juga?”

“Lain kali saja,” jawab Ye-sung lagi. “Ayo,” ditariknya tangan Juny untuk segera keluar dari ruang latihan.

“Kak Ye-sung.” Suara bernada lembut yang memanggil namanya itu membuat Ye-sung menghentikan langkahnya dan segera melepas pegangannya di tangan Juny. Ia mengenali suara itu.

“Yoo-na,” sapa Ye-sung amat sangat ramah. Terpesona melihat senyum di wajah cantik member SNSD itu.

“Maaf, kemarin aku tidak sempat membalas SMS-mu karena terlalu sibuk,” kata Yoo-na manis.

Sedekat ini dengan gadis yang ditaksirnya membuat Ye-sung gugup dan bersikap malu-malu. Dan semua itu diperhatikan oleh Juny yang berdiri diam di sisinya.

“Tak apa. aku mengerti kesibukanmu,” sahut Ye-sung.

“Terima kasih atas kiriman bunganya,” kata Yoo-na, masih dengan tersenyum.

“Kau suka?” tanya Ye-sung penuh harap.

Yoo-na mengangguk. “Sangat.”

Ye-sung tersipu malu. “Syukurlah…”

Tak bisa bertahan lebih lama melihat kemesraan menjijikan dihadapannya itu, Juny merangsek maju, menggeser Ye-sung ke belakangnya dan berhadapan dengan Yoo-na. memang, ia tidak menyukai Ye-sung. Memang, ia tak menginginkan Ye-sung. Tetapi pria itu telah berjodoh dengannya. pria itu akan menjadi suaminya. Tak akan dibiarkannya perempuan kurus kering dihadapannya ini merebut miliknya.

“Eh? Kak, siapa ini?” tanya Yoo-na pada Ye-sung.

“Dia—“

“Aku ada di hadapanmu. Bila ada yang ingin kau tanyakan, langsung katakan padaku,” sergah Juny dingin.

Tak terbiasa mendapat sikap kasar seperti itu, Yoo-na mendengus. Diamatinya penampilan Juny, dan tertawa geli merendahkan sebelum cepat-cepat menahan tawanya. Penyuka cosplay rupanya? mungkin cukup cantik, tapi gadis semenyeramkan ini bukan apa-apa dibandingkan denganku, pikir Yoo-na percaya diri.

“Penggemar yang menguntitmu, ya? Kenapa tidak menyuruh satpam mengusirnya?” masih menolak bicara dengan Juny, Yoo-na kembali bertanya pada Ye-sung.

“Eh, itu—“

Juny tersenyum jahat sambil bersedekap. Sejujurnya, melihat senyum itu, juga “aura kegelapan” yang menyelubungi Juny, nyali Yoo-na pun sedikit menciut, namun kenyataan bahwa mereka berada di SM Entertainment, wilayah kekuasaannya, dengan Ye-sung yang diketahuinya mengaguminya, ia merasa lebih aman.

“Aku ingin lihat bagaimana cara satpam itu mengusirku, bila Ye-sung sendiri menginginkanku di sisinya,” balas Juny.

Yoo-na menggelengkan kepalanya sambil tersenyum prihatin palsu. “Terkadang memang ada fans yang mengalami delusi parah,” komentarnya.

Juny berkacak pinggang, berniat meladeni adu mulut ini lebih lanjut, namun Ye-sung yang sudah tegang sejak tadi, takut Juny kelewat geram dan mengutuk Yoo-na dengan sihirnya, berpikir gerakan Juny itu untuk mengambil tongkat sihir dari dalam saku gaunnya. Cepat-cepat ditariknya Juny, dan merangkul gadis itu, dengan terpaksa dihadapan Yoo-na, demi menenangkan Juny.

“Dia asistenku,” kata Ye-sung pada Yoo-na. “Ah, maaf tak bisa lama-lama mengobrol denganmu. Aku harus mengurus seseuatu. Permisi.”

“Oh… ya,” gumam Yoo-na, masih kelewat terkejut melihat Ye-sung bisa merangkul gadis lain dihadapannya, padahal selama ini pria itu terus berusaha mencari perhatiannya, dan kenyataan bahwa gadis asing tadi ternyata asisten Ye-sung… “sejak kapan dia berganti asisten?” gumamnya pada diri sendiri.



Setelah cukup jauh dari Yoo-na, Ye-sung menarik tangannya dari bahu Juny sambil menghela napas lega. Sementara itu, Juny diam membisu. Tangannya terangkat menyentuh bahu kirinya yang dirangkul Ye-sung tadi. selain Ayah dan kakak laki-lakinya, Kennard, tak pernah ada pria yang menyentuhnya seperti tadi.

“Apa kita makan di atap saja?” tawar Ye-sung, mengangkat kotak bekal pemberian Hae-sa sebagai penegasan tentang apa yang akan menjadi menu makan siang mereka. namun bobotnya yang terasa ringat, membuat Ye-sung curiga. Dibukanya kotak bekal itu, dan menemukan isinya kosong. “Ke mana hilangnya makanan di sini!?”

Tersadar dari lamunannya, Juny melirik Ye-sung yang kebingungan. “Kuberikan pada salah satu pemuda yang katanya trainee,” jawabnya tenang.

“Apa!?”

Juny mempersempit jarak diantara dirinya dan Ye-sung. “Dengar ini baik-baik, karena aku hanya memperingatkan sekali saja,” katanya dingin. “Kau jodohku. Calon suamiku. Kau tak boleh menatap, menyentuh, atau menyukai gadis lain. Dan hanya masakankulah yang akan kau makan mulai saat ini, bukan dari wanita lain.”

“Apa—“

“Kau terikat denganku,” sela Juny tegas tak terbantahkan, menusuk dada pria itu dengan tongkat sihirnya, membuat Ye-sung berjengit dan refleks melangkah mundur. “Bila tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu… atau pada gadis lain itu… jangan pernah berani berselingkuh dariku.”



To Be Continued...


By Destira ~Admin Park~

2 komentar:

  1. Sungguh malang nasib.na yesung,,
    Critanya smakin menarik.. :)

    BalasHapus
  2. KANGEEEEEENNNNNNNNNNNNNNN

    Ini udh ada yg k 3 pan....

    BalasHapus