Kamis, 21 Juli 2011

Is This Love? -Chap 4-

Chapter 4




-Kediaman Keluarga Yoon-

Ah-ra baru saja selesai bersiap untuk berangkat ke rumah sakit. Saat ia turun ke lantai bawah, ia melihat Ayahnya baru saja tiba dari kebun organik di sebelah rumahnya dengan membawa sekeranjang sayur dan buah-buahan. Untuk mengisi waktu senggangnya—karena Ah-ra melarang Ayahnya kembali bekerja—Tuan Yoon memiliki hobi berkebun, dan membuat sebuah rumah kaca berisi tanaman-tanaman organik yang sewaktu-waktu bisa dipanen untuk mereka konsumsi sendiri. “Lho, kau belum berangkat?” tanya Tuan Yoon yang melihat kehadiran putrinya di ujung tangga.

Ah-ra menggeleng, “aku masuk siang hari ini Ayah, karena semalam baru saja piket jaga,” sahut Ah-ra bergerak mendekat pada Ayahnya lalu mencomot tomat segar di keranjang yang dibawa Ayahnya.

Saat ia baru saja akan menggigit buah segar itu, Tuan Yoon menahannya, “dicuci dulu buahnya!” katanya memperingatkan, lalu merebut buah tomat di tangan Ah-ra itu dan mencucinya di wastafel, setelah sebelumnya meletakkan keranjang yang dibawanya di counter dapur. “kau ini seorang Dokter, kenapa masih belum sadar akan kebersihan!”

“Ah...Ayah, ini kan tomat organik,” protes Ah-ra, “jadi, tak perlu khawatir ada zat-zat kimia berbahaya yang masih menempel di kulitnya.”

“Iya, Ayah tau. Tapi masih ada bakteri-bakteri yang menempel di kulitnya kalau kau tak mencucinya dulu,” Tuan Yoon menyerahkan tomat yang sudah dicuci itu pada putrinya. “Kudengar kau sudah bertemu dengan Jung-soo.”


Ah-ra sempat tersedak air yang sedang ia minum saat mendengarnya. Ia menatap Ayahnya dengan pandangan bingung dan kening berkerut, “Darimana Ayah tau?” tanyanya, karena sejak pertemuannya dua hari yang lalu dengan Park Jung-soo putra dr. Park Jung-ho sang direktur rumah sakit, ia belum bercerita pada Ayahnya. Ia masih galau dengan perasaannya sendiri, melihat Taec-yeon berpelukan dengan Kang Hea-in malam itu di rumah sakit, membuat hatinya perih.

“Apa kau lupa kalau dr. Park Jung-ho adalah sahabat Ayah!” Tuan Yoon mengingatkan.

Ah...Bodohnya, kenapa aku bisa lupa?, batin Ah-ra. Ayahnya memang sahabat dekat dr. Park Jung-ho. Ia sempat mendengar cerita dari dr. Park bahwa dulu mereka adalah teman semasa kuliah dan sempat bekerja menjadi Dokter di rumah sakit yang sama. “Jadi, dr. Park sudah memberitahu Ayah?”

Tuan Yoon mengangguk dan tersenyum, “Ya, tadi pagi ia menelponku. Katanya kalian sudah bertemu. Bagaimana menurutmu?”

“Apa maksud Ayah?”

“Kau masih bertanya apa maksud Ayah?”

“Ah...sudahlah, aku harus segera berangkat. Aku ada janji dengan salah seorang pasien,” sergah Ah-ra, lalu meraih tas tangannya yang ia letakkan di atas meja makan, dan mengecup pipi Ayahnya lembut. “Sampai nanti Ayah!”

Tuan Yoon hanya bisa memandang punggung putrinya, pasrah. Ia mengerti, tak seharusnya ia mengatur hidup putrinya seperti ini. Tapi menurutnya, inilah cara terbaik untuk membuat Ah-ra kembali mau menjalin hubungan dengan seseorang. Setelah putus dari Taec-yeon, putrinya itu belum pernah sekali pun menunjukkan ketertarikan pada pria lain. Semua itu membuatnya merasa bersalah. Karena dirinya, karena kesalahannya putrinya harus berpisah dengan orang yang sangat dicintainya. Dan kini, tekadnya adalah tak akan membiarkan putrinya itu terus sendirian dalam  hidupnya. Ia harus memiliki pendamping yang tepat, pikir Tuan Yoon.



-Kantor OK Group-

“Kau lihat akibat perbuatanmu?” tukas Hea-in kesal, sesaat setelah ia menutup pintu ruang direktur. Ia benar-benar tak menyangka hal itu akan terjadi. Tuan Ok Gi-taek menyuruh mereka menikah.

“Apa kau tidak bisa bicara dengan suara pelan Nona Hea-in?” balas Taec-yeon sambil melirik ke kiri dan ke kanan, takut ada yang mendengar pembicaraan mereka.

“Kenapa? Apa kau takut semua orang mengetahui kesalahanmu?”

Taec-yeon berdeham singkat, untuk mengembalikan wibawa-nya dan menegakkan tubuhnya. Ia tak ingin terlihat lemah dan bersalah di hadapan gadis itu. “Untuk apa aku harus takut?” katanya, “aku sama sekali tidak bersalah.”

Hea-in mendengus pelan, “Begitukah?” tanyanya tak percaya, “kalau begitu, katakan pada Ayahmu kalau semua ini adalah kesalahpahaman!” Hea-in berputar dan melangkah cepat meninggalkan Taec-yeon.

“Tunggu Nona Hea-in!” panggilnya cepat dan menangkap bahu Hea-in lalu memutarnya hingga menghadapnya kembali.

“Apa lagi?” tanya Hea-in ketus, sembari menepis tangan Taec-yeon dari bahunya.

“Kau mau kemana? Kau harus ikut membantuku menjelaskan semua ini pada Ayah!” gertaknya. “karena kalau tidak—“

“Kalau tidak apa? kau akan memecatku?” bentak Hea-in. “Aku sudah bilang padamu, bahwa hari ini aku akan menemani adikku di rumah sakit. Jadi aku tak punya waktu untuk semua ini.” Hea-in kembali melangkah pergi meninggalkan Taec-yeon.

“Oke, Baiklah! Urusi saja adikmu itu!” Taec-yeon berkata nyaring, “tapi kalau aku tak berhasil meyakinkan Ayah. Kau harus mau menikah denganku!” tegasnya. Kontan kata-kata Taec-yeon itu membuat semua orang di sekitarnya mengeluarkan gumaman-gumaman pelan. Karena terlalu emosi, ia lupa kini dirinya berada di tengah-tengah meja karyawan yang hanya disekat oleh penyekat kayu.

Hea-in sempat menghentikan langkahnya dan menoleh sejenak ke arah pria itu, sebelum akhirnya ia kembali pergi dengan perasaan kesal dan geram. Ia tau mulai hari ini, dirinya harus siap menghadapi gunjingan orang-orang di sekitarnya, yang akan membicarakan tentang gosip pernikahannya dengan Taec-yeon.

Sementara Taec-yeon yang baru menyadari bahwa dirinya telah melakukan kesalahan besar, berusaha terlihat tenang di hadapan para karyawannya itu. “Apa yang kalian lihat? Kembali bekerja!” perintahnya membuat karyawan-karyawan itu menghentikan gumaman-gumaman mereka dan dengan terpaksa kembali bekerja di meja mereka masing-masing.



-Seoul Medical Centre-

Hea-in memijat keningnya ringan. Saat ini, ia tengah duduk di kursi ruang tunggu, sementara adiknya, Hyo-jin, sedang diperiksa di dalam. Sembari menunggu, pikirannya melayang pada kejadian di kantor tadi, saat secara tiba-tiba tuan Ok Gi-taek menyuruhnya menikah dengan Taec-yeon.



“Kalian menikah saja!” kata Tuan Ok Gi-taek, mengawali pertemuan mereka siang tadi.

“Tapi Ayah, apa maksudmu?” Taec-yeon yang kaget, tak bisa menahan diri untuk bertanya.

“Ayah berubah fikiran, maafkan Ayah, karena kupikir wanita pilihanmu bukan wanita yang tepat untukmu,” kata Tuan Ok tenang, “tapi saat menyaksikan cara Nona Kang mempresentasikan formula baru tadi di ruang rapat, Ayah menyetujui hubungan kalian.”

“Hubungan?” kata Hea-in dan Taec-yeon hampir bersamaan.

Tuan Ok tersenyum melihatnya, “Kenapa? Kalian kaget aku mengetahuinya?”

“Tapi—“

“Malam itu, saat melihat kalian saling bertengkar dan berpegangan tangan di Basement, aku curiga ada sesuatu di antara kalian,” Tuan Ok menyela protes dari Taec-yeon, “oleh karenanya, aku meminta anak buahku untuk mengikuti kalian malam itu,” lanjutnya tanpa memberi kesempatan Taec-yeon dan Hea-in untuk membantah. “Dan, anak buahku melihat semuanya, saat kalian berpelukan di rumah sakit itu.”

“Ayah, kau salah—“

“Sebelumnya, maafkan aku Nona Kang,” Tuan Ok berkata pada Hea-in, “karena malam itu, aku membuntuti kalian dan menyelidiki latar belakang keluargamu,” katanya. Tuan Ok memang tak berkata dengan nada tinggi atau memerintah, tapi kata-katanya yang tegas dan sosoknya yang berwibawa membuat Hea-in hanya bisa menelan ludah dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat tanpa bisa mengelak. “Aku hanya tak ingin, kesalahan di masa lalu kembali terulang,” tambah Tuan Ok, tampak sedikit mengenang sesuatu.

“Tapi Tuan—“

“Ya sudah, segini saja. Pembicaraan lebih lanjut tentang rencana pernikahan kalian, kita bicarakan nanti,” sela Tuan Ok, “Taec-yeon, ini sudah waktu makan siang. Ajaklah Nona Kang makan siang bersama, pasti dia sudah lapar setelah seharian bekerja,” saran Tuan Ok, “Aku akan beristirahat dulu.” Sebenarnya Hea-in masih ingin memprotes, tapi Taec-yeon buru-buru menarik lengan Hea-in keluar ruangan.



“Selamat siang Nona Kang!” sapa Dokter Yoon yang baru saja tiba, membuatnya tersadar dan segera bangkit berdiri.

“S-siang Dokter!” sambut Hea-in sopan dan agak sedikit tergagap karena terkejut.

“Maaf, aku terlambat. Masih banyak urusan lain yang harus kuselesaikan,” kata dr Yoon penuh sesal, “Apakah Nona Hyo-jin sudah di dalam?”

“Ya, dia sudah di dalam, katanya suster akan mengambil sampel urine dan darahnya.”

“Oh, ya. Kalau begitu, aku masuk dulu!”

“Silahkan Dok!”

“Ah...sebelum masuk, aku ingin—“ Ah-ra tampak ragu sejenak, “Ah...sudahlah!” elaknya tiba-tiba, “kalau Anda lelah, sebaiknya beristirahat saja, biar nanti suster yang mengantar Nona Hyo-jin kembali ke kamar.”

“Eh?” walau heran, Hea-in akhirnya mengangguk tanda setuju, “yah, baiklah Dok. Terima kasih sebelumnya.”



-Kantor OK Group-

Sementara di kantor, Taec-yeon masih berusaha meyakinkan Ayahnya bahwa apa yang dilaporkan dan dilihat oleh mata-mata Ayahnya di rumah sakit waktu itu salah besar, “Ayah, bukankah aku sudah bilang padamu, itu semua tidak benar.”

“Lalu, tolong jelaskan pada Ayah. Apa yang sebenarnya terjadi?” tantang Tuan Ok, karena dari tadi Taec-yeon hanya bisa membantah tapi tak memberikan alasan yang jelas. “Apa yang kau lakukan di rumah sakit itu? dan mengapa kau dan Nona Kang berpelukan? Jelaskan pada Ayah!”

“Ya, karena...” Taec-yeon benar-benar dalam dilema, karena tak mungkin ia mengatakan pada Ayahnya bahwa ia ke rumah sakit itu untuk menemui Yoon Ah-ra. Hal itu pasti akan mengungkit emosi Ayahnya.

“Karena apa?”

“Ah...sudahlah Ayah! Itu tidak penting,” sergah Taec-yeon bingung.

“Bagaimana kau bisa bilang itu tidak penting?” kata Tuan Ok, “kalian berpegangan tangan di depan Ayah dan kau mengantar Nona Kang ke rumah sakit, lalu kalian berpelukan di sana. Ayah sudah berbaik hati dengan merestui hubungan kalian. Dan sekarang kau bilang pada Ayah, bahwa itu semua salah?” tuntut Tuan Ok, “Aku benar-benar tak mengerti denganmu Taec-yeon.”

“Ayah, kumohon!”

“Hah...Ayah tak mau dengar lagi. Kalau kau bicara begitu hanya untuk mengulur waktu agar Ayah tak menyuruhmu segera menikah, dan hanya ingin bermain-main saja dengan Nona kang, kau tak akan berhasil,” tegas Tuan Ok, namun sebelum ia menutup pintu ruang direktur, Tuan Ok kembali menambahkan, “Sampaikan salamku untuk keluarga Nona Kang yang sedang sakit, dan tolong berikan bingkisan pada mereka untuk menyampaikan doaku,” kemudian ia berlalu meninggalkan Taec-yeon yang melongo seorang diri dalam ruangan.

“Sialan, dia tau semuanya!” maki Taec-yeon. Walau bersyukur ayahnya dan anak buahnya tak menyadari keberadaan Ah-ra malam itu. Tapi kini ia dihadapkan pada masalah baru. Menikah dengan Kang Hea-in.



-Seoul Medical Centre-

Ah-ra baru saja selesai memeriksa seorang pasien dan saat ini tengah beristirahat di ruangannya, dengan malas ia mulai mengecek ponselnya. Ada sebuah pesan masuk di sana.


Siang Ah-ra, Ayah menyuruhku menjemputmu nanti malam. Karena kami akan mengadakan pesta barbeque di rumah.

-Park Jung-soo-


Seketika Ah-ra menegakkan diri di kursinya saat membaca nama Park Jung-soo di bagian akhir pesan tersebut. Ia mengulangi lagi dan lagi, nama itu masih saja sama. Ia sadar, perjodohan itu pasti akan segera terjadi, semenjak ia mendengar Ayahnya mulai merencanakan hal itu. Tapi, ia masih merasa bahwa putra dr. Park tak akan begitu saja menerima perjodohan ini. Mengingat, sebelumnya Park Jung-soo tak hadir saat ingin mempertemukan mereka beberapa bulan yang lalu. Lantas sekarang, kenapa ia menuruti perintah Ayahnya?, batin Ah-ra bertanya-tanya.

Kembali teringat olehnya pertemuan pertamanya dengan Park Jung-soo di ruang rawat inap malam itu. Saat ia salah mengira, bahwa pria itu adalah Kim Hee-chul, salah satu pasien rawat inap di rumah sakit ini. Seketika wajahnya memanas karena malu. Tapi aku tak sepenuhnya salah, kenapa dia tidur di ranjang rumah sakit?, sergahnya dalam hati.



Sementara itu, Hea-in tengah menyeka adiknya yang baru saja menjalani pemeriksaan Lab. “Kak, aku ingin jalan-jalan,” rengek Hyo-jin, karena sudah cukup lama ia hanya terbaring lemah di tempat tidur.

“Tapi sayang—“

“Ayolah Kak!” pintanya memohon.

Akhirnya Hea-in mengangguk, “Baiklah, tapi tunggu sampai malam tiba yah. Kau ingat kata Dokter kan, kalau kau tak boleh terkena sinar matahari. Karena hal itu bisa memperparah penyakitmu.”

Hyo-jin mengangguk senang, “Tentu saja!” katanya mantap, “Biar aku sendiri yang memasang kancingnya,” ujarnya lalu menepiskan tangan kakaknya dan mulai memakai kancing piyamanya sendiri. Hea-in hanya bisa memandang adiknya, sendu. Tuhan, sembuhkanlah dia!, batinnya.

“Sore!” Hea-in sempat terkesiap saat mendengar seseorang membuka pintu kamar dan menyapa mereka.

“Kak Dae-jia? kau datang lagi?” seru Hyo-jin senang, melihat kehadiran kakak sepupunya itu.

“Ya, bagaimana kabarmu Hyo-jin?” Dae-jia bertanya sambil bergerak mendekat dan meletakkan bingkisan berisi buah-buahan di atas lemari besi di sebelah tempat tidur Hyo-jin.

“Kau tidak perlu repot Dae-jia,” kata Hea-in, merasa tak nyaman.

Dae-jia melayangkan tatapan kesal pada kakak sepupunya itu, “Apa maksudmu berkata begitu? Apa kau masih menganggap aku orang lain?”

Hea-in tersenyum, melihat tingkah Dae-jia, “Maksudku, kenapa tak kau bawa sekalian dengan kebun buahnya?” godanya membuat Dae-jia memukul bahunya ringan.

“Kau ini!” gerutu Dae-jia pura-pura marah.

“Kau datang sendiri?” tanya Hea-in sengaja sambil mencari-cari seseorang. Ia tak menyangka bahwa kini Dae-jia telah menjalin hubungan dengan Jung Ji-hoon, pria yang dulu diketahui Hea-in telah menghancurkan hubungannya dengan Yong-hwa.

Seketika pipi Dae-jia memerah, “Kau meledekku?” protes Dae-jia.

“Ceritakan padaku, sebenarnya apa yang terjadi? kenapa kalian bisa menjalin hubungan?” cecar Hea-in dengan senyum geli masih tersungging di bibirnya.

Dae-jia mencibir, “Aku akan menceritakan semuanya, asal kau mau menjelaskan. Ada hubungan apa antara kau dengan Kak Taec-yeon? Kenapa kalian berpelukan seperti itu?”

“Ssshh..!” Hea-in menempelkan jari telunjuknya di bibir sambil melirik ke arah Hyo-jin yang menatap penuh tanya ke arah mereka.



-Kediaman Keluarga Kim, Kamar Hee-chul-

“Dari tadi kau melihat jam terus Lee-teuk?” celetuk Shindong, memperhatikan Jung-soo yang sedari tadi terus melihat ke arah jam tangannya. Kim Hee-chul telah sembuh, tapi masih harus beristirahat di rumah selama beberapa hari sebelum ia bisa kembali beraktifitas. Seperti biasa, keempat sahabat tersebut berkumpul sambil bercanda dan mencari inspirasi untuk lagu yang akan mereka ciptakan selanjutnya.

“Sepertinya dia sudah tidak sabar bertemu dengan dr. Yoon,” timpal Hee-chul sembari terkekeh.

“dr. Yoon? Apakah mereka akan berkencan?” tanya Yesung penasaran.

“Aissh...kalian ini, kenapa tidak berhenti bergosip,” gerutu Jung-soo sembari beranjak dari tempat duduknya.

“Mau kemana kau?” tanya Hee-chul.

“Aku mau pulang.”

“Pulang? Bukankah kau harus menjemput dr. Yoon?” Hee-chul tak mau berhenti menggoda Jung-soo. Tentu saja kata-katanya itu membuat dua teman lainnya penasaran.

“Wah..wah..sepertinya hubungan mereka berkembang pesat!” gumam Shindong.

Jung-soo membelalakkan matanya mendengar kata-kata Hee-chul barusan, “darimana kau—“

“Kau tak perlu kaget begitu Lee-teuk. Kau pikir aku tak akan tau berita menggemparkan seperti itu?”

“Apakah Seung-mi yang memberitahumu?” Hee-chul tak menjawab dan hanya tertawa puas melihat ekspresi kaget sahabatnya itu.


Beberapa saat kemudian...


-Seoul Medical Centre-

Ah-ra baru saja keluar dari ruangannya saat tiba-tiba ia berpapasan dengan Park Jung-soo. Pria tampan itu tengah tersenyum ke arahnya. “Kau sudah siap?” tanyanya, dan hanya dijawab anggukan singkat oleh Ah-ra. Mereka pun berjalan meninggalkan rumah sakit bersama-sama.

Sementara itu di tempat parkir, seorang pria muda, Ok Taec-yeon, memperhatikan kemesraan dan kedekatan keduanya dengan menggertakkan gigi dan menggenggam erat kemudi mobilnya. Ia baru saja tiba untuk menyampaikan pesan Ayahnya pada Hea-in dan menyerahkan bingkisan seperti yang diminta Ayahnya juga, namun langsung dihadapkan pada pemandangan menyebalkan di depannya. Sial!, batin Taec-yeon marah.


Sedangkan Hea-in kini tengah menikmati semilir angin malam di taman rumah sakit, menemani Hyo-jin yang merengek-rengek untuk berjalan-jalan. Ditemani Dae-jia, akhirnya ia menemani Hyo-jin berjalan-jalan di taman. “Bagaimana? Kau senang?” tanya Dae-jia pada Hyo-jin sambil tetap mendorong kursi rodanya.

Hyo-jin mengangguk mantap, “Rasanya sudah lama sekali aku tidak menghirup udara segar,” gumamnya senang.

“Dae-jia, kalau kau lelah. Biar aku yang mendorong—“ kata-kata Hea-in terpotong oleh dering ponselnya sendiri. Saat melihat nama yang tertera di sana, senyum yang semula tersungging di bibirnya tiba-tiba menghilang.

“Ada apa Kak?” tanya Dae-jia penasaran melihat perubahan ekspresi Hea-in.

Hea-in menggeleng pelan, “Tidak ada, aku terima telepon dulu ya!” pamitnya lalu berjalan menjauh dari adiknya dan adik sepupunya itu. “Apa?” tanyanya ketus pada si penelepon.

“Begitukah sikapmu terhadap Boss-mu?” geram Taec-yeon, emosi. Dirinya yang memang sudah emosi sejak kedatangannya ke rumah sakit ini, ditambah dengan tidak berhasilnya dirinya menemukan Hea-in dan adiknya di ruangannya dan kini Hea-in menyapanya dengan cara seperti itu, membuat hatinya semakin meradang.

“Cepat katakan apa keperluanmu? Aku sedang sibuk.”

“Di mana kau? Kenapa kamar adikmu kosong?”

“Katakan sa...kau di sini?” tanya Hea-in tak percaya.

“Ya, ada hal penting yang harus kusampaikan padamu, menyangkut Ayahku.”

Deg...jantung Hea-in serasa berhenti berdetak. Jangan-jangan...ia tak berhasil meyakinkan Ayahnya!, batinnya resah.

“Nona Hea-in? Kau masih mendengarku?”

“Ya, baiklah! Tunggu aku di koridor,” Hea-in menutup sambungan telepon dan melirik ke arah Adiknya yang kini tengah bercanda dengan Dae-jia. “Dae-jia, ada yang harus kuurus, aku titip Hyo-jin dulu yah!” pamitnya.

“Oke!” jawab Dae-jia sembari menunjukkan tangan membentuk lambang Oke.

Dengan langkah tergesa, Hea-in menemui Taec-yeon yang kini tengah menunggunya di koridor rumah sakit. Saat melihat kehadiran gadis itu di ujung lorong, Taec-yeon segera berdiri dari kursinya. “Aku mencarimu, ke mana saja kau?”

“Aku menemani adikku,” jawab Hea-in datar, ia sudah tidak sabar mendengar kabar apa yang dibawa Taec-yeon, sampai-sampai ia repot-repot menemuinya di sini, “Sudahlah, katakan saja. Bagaimana hasilnya?” Alih-alih menjawab pertanyaan Hea-in Taec-yeon malah mengangkat bingkisan berisi makanan ringan dan roti yang dibentuk menjadi sebuah parcel lucu. “Apa maksudmu?”

“Kau lihat ini?”

“Oh, ayolah! Katakan saja apa maksud semua ini?” tanya Hea-in gelisah, “Apakah...” ia tak melanjutkan pertanyaannya karena tak sanggup untuk mengatakannya.

“Ini dari Ayah untuk adikmu, ia berpesan padaku untuk menyampaikannya dan ia mendoakan semoga lekas sembuh,” jelas Taec-yeon.

“Jadi...”

“Aku tak berhasil,” sela Taec-yeon membuat Hea-in menegang.



-Kediaman keluarga Park Jung-ho-

Acara pesta Barbeque di rumah dr. Park Jung-ho membuat Ah-ra tak bisa berkata apa-apa. ia tak menyangka ternyata Ayahnya juga sudah berada di sana dan tengah sibuk memanggang daging dan menu pelengkap lainnya. “Ayah, kenapa kau tak bilang padaku kalau kau ada di sini juga?” tanya Ah-ra pada Tuan Yoon yang saat ini sedang sibuk mengoleskan bumbu pada daging yang dipanggangnya. Tuan Yoon hanya tersenyum menjawab pertanyaan Ah-ra. Karena merasa tak diacuhkan oleh Ayahnya ia merebut kuas di tangan Tuan Yoon dan mulai membantu mengoleskan mentega ke mentimun dan sayur lainnya yang ditusuk menjadi satu.

Tiba-tiba dr. Park Jung-ho datang menghampiri mereka, “Sudahlah dr. Yoon, biar aku dan Ayahmu yang melanjutkan memasak, pergilah temani Jung-soo,” saran dr. Park, “lagipula sudah lama sekali aku tak mengobrol dengan Ayahmu.”

Ah-ra mengangguk sopan pada dr. Park dan berjalan mendekati Park Jung-soo yang saat ini sedang duduk di sebuah kursi taman panjang sedang memainkan gitarnya. Melihat Ah-ra mendekat, Jung-soo menghentikan kegiatannya memetik gitar. “Kenapa berhenti? Aku suka alunan musiknya,” kata Ah-ra sembari mengambil tempat di sebelah Jung-soo.

Jung-soo pun melanjutkan memainkan gitar, hingga berakhir satu lagu. Keheningan selama beberapa saat sempat tercipta, namun tiba-tiba Jung-soo memulai pembicaraan di antara mereka, “Maaf,” cetusnya membuat Ah-ra menoleh.

“Maaf?” tanya Ah-ra bingung.

“Kau tidak ingat kejadian malam itu?” pancing Jung-soo, “saat aku mengaku bernama Kim Hee-chul.” Seketika Ah-ra menunduk malu. “kau tidak marah padaku kan?” tanya Jung-soo penasaran.

Ah-ra menggeleng, “Tidak,” gumamnya pelan.

“Sebenarnya aku melakukan itu karena aku tak menyangka bahwa malam itu kau tiba-tiba masuk ke ruangan Hee-chul,” Jung-soo mencoba menjelaskan, membuat Ah-ra mengangkat wajahnya untuk memperhatikan, “karena setahuku, Dokter yang menangani Hee-chul bukan dirimu, dan kebetulan saat itu Hee-chul sedang di kamar mandi. Makanya, aku memanfaatkan waktu itu untuk mengenalmu,” jelas Jung-soo panjang lebar.

“Jadi, kau sengaja melakukan itu? sedangkan kau sendiri tau, seharusnya bukan aku yang memeriksa Tuan Kim Hee-chul?” tanya Ah-ra malu. “Ya Tuhan! Kau membuatku malu!” gumamnya lalu menyembunyikan wajahnya dalam kedua telapak tangannya. Jung-soo tertawa geli melihat tingkah Ah-ra. Gadis itu tampak semakin manis saat sedang malu, batinnya. “Kau tertawa?” tuntut Ah-ra, “sungguh kau tertawa?” Ah-ra memukul bahu Jung-soo pelan sambil menggerutu, “teganya kau!”

Sementara dari jauh, kedua orang pria setengah baya tengah memperhatikan keduanya dengan tersenyum senang, menyaksikan keakraban putra-putrinya.



-Kantor OK Group-

Hea-in sudah menduga, pasti suara-suara menjengkelkan yang terdengar dari bibir ke bibir para karyawan di perusahaan itu akan segera sampai di telinganya. Ia benar-benar merasa jengah mendengar gunjingan orang-orang tentang dirinya. Ada yang mengatakan dirinya sengaja merayu Taec-yeon untuk mendapatkan kekayaan dari Tuan Ok, bahkan yang paling ekstrim ada yang menuduh Hea-in sebagai wanita penggoda. “Sialan!” maki Hea-in membanting pulpen di tangannya, begitu mengingat semua itu. “Belum lagi selesai masalah yang satunya, kini sudah menyusul masalah yang lainnya.”

Ia pun menghentikan kegiatannya menulis bahan apa saja yang perlu ditambahkan dalam formula roti terbarunya, dan melangkah keluar ruangannya untuk menemui manajer Pengembangan Produk  untuk memulai mencobakan formula yang dibuatnya. Namun di tengah jalan, ia kembali mendengar selentingan-selentingan yang membuat telinganya panas.

“Kau sudah dengar? Gadis desa itu akan segera menikah dengan Tuan Ok,” ujar salah seorang karyawan yang tengah duduk bersantai dengan temannya. “Aku heran, ilmu apa yang dia miliki hingga mampu membuat Tuan Ok bertekuk lutut di hadapannya.”

“Ya, aku juga benar-benar tak menyangka, Tuan Ok akan menjatuhkan pilihan pada gadis itu. bahkan, sebelumnya aku mendengar kabar bahwa Tuan Ok sampai mengejarnya ke Mokpo, untuk memintanya kembali bekerja di sini,” timpal gadis yang satu lagi.

“Benarkah? Aku justru belum mendengar berita yang itu,” gumam gadis yang lain lagi.

“Jangan-jangan, ia telah melakukan sesuatu hingga membuat Tuan Ok tak bisa lepas darinya,” seru gadis itu menerka-nerka. Membuat Hea-in semakin geram dan marah. Hea-in terkesiap saat merasakan seseorang menyentuh pundaknya lembut dan seketika berputar.

“Tuan Song?”

“Sshh...” Song Seung-hun memberi isyarat pada Hea-in, “Sebentar,” katanya lirih, lalu menghampiri gadis-gadis yang sedang bergosip itu. “Inikah yang kalian lakukan saat sedang bekerja?” tegurnya, membuat gadis-gadis itu segera menghentikan kegiatannya bergosip dan berpura-pura menekuri dokumen dan komputer di meja-nya masing-masing. Song Seung-hun menggeleng-gelengkan kepalanya kesal, “Lanjutkan pekerjaan kalian, aku tak ingin mendengar lagi kalian berbicara yang tidak-tidak tentang Nona Kang Hea-in,” perintahnya tegas.

“Baik Tuan Song!” gumam ketiganya kompak dan menunduk bersalah.

Begitu selesai memperingatkan karyawan-karyawan itu, Song Seung-hun kembali menghampiri Hea-in yang bersembunyi di ujung dinding. “Nona Hea-in, kau tak perlu khawatir lagi,” katanya sembari menunjukkan senyum menawannya.

Hea-in mengangguk penuh syukur, “Terima kasih Tuan Song,” sambut Hea-in sopan.

“Aku ingin menanyakan sesuatu padamu,” tukasnya serius.

“Apa itu Tuan Song?”

“Gosip yang sedang beredar itu tidak benar kan?” tanyanya, membuat Hea-in menjadi tegang. Kenapa ia menanyakan hal ini?, tanyanya dalam hati. “Nona Hea-in?” ulang Seung-hun saat tak mendapat jawaban dari Hea-in, “Kau tidak akan menikah dengan Ok Taec-yeon bukan?”

“Eh, itu—“

“Semua itu benar!” tiba-tiba mereka berdua menoleh ke sumber suara, rupanya Taec-yeon sedang menuju ke arah mereka. Taec-yeon merangkul pundak Hea-in, dan kembali berkata, “Aku dan Nona Hea-in akan segera menikah!” katanya tegas.



~To Be Continued.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar