CHAPTER 8
- Vila -
“Berhentilah membuang-buang energy memarahiku,” saran Kyu-hyun santai pada Sung-min selagi mereka ia, Sung-min, dan Ki-bum berjalan keluar dari rumah setelah berganti kostum dan didandani di ruang rias.
Sung-min mendelik kesal ke arah Kyu-hyun sedetik sebelum tangannya terayun untuk memukul kepala pemuda tersebut. Namun karena sudah melihat gelagat pria itu, dengan cepat Kyu-hyun menghindar dan menertawakan Sung-min.
“Awas kau, ya!” geram Sung-min. “gara-gara kau, aku kehujanan, mendorong motor berat yang mogok, menginap bersama si monster wanita itu dan terpaksa mendengar orang—“
“Orang apa?” tanya Kyu-hyun, justru penasaran, dan bukannya takut dengan kemarahan Sung-min.
Mendengarkan orang bercinta. Itu yang nyaris dikatakan Sung-min, namun dengan cepat ia mengehentikan diri. Ia sudah cukup sial tanpa harus mengundang si iblis kecil itu mengolok-oloknya tentang hal tersebut.
Cepat-cepat Sung-min melepas sepatu yang dikenakannya dan melemparnya pada Kyu-hyun yang lagi-lagi dengan cepat menghindar, tapi sialnya justru punggung Ki-bum yang tak berdosa yang menjadi korban.
“Maaf, maaf, sasaranku Kyu, bukan kau!” kata Sung-min buru-buru saat Ki-bum berputar untuk memelototinya dan Kyu-hyun.
Kyu-hyun si biang kerok tertawa terbahak-bahak, benar-benar terhibur melihat kakak-kakaknya. Tapi tawanya segera terhenti saat ia memandang keluar dari pintu yang terbuka dan melihat Dong-hae tengah menyudutkan Seo-min di mobil, terlihat seperti akan menciumnya…
“Apa itu!?” serunya kaget, menunjuk Dong-hae dan Seo-min, lalu bergegas keluar rumah diiringi Sung-min dan Ki-bum yang penasaran.
“Astaga!” seru Sung-min dan Kyu-hyun kompak dalam kehebohan. “Apa yang kalian lakukan siang-siang begini!?”
Seo-min tersentak. Seketika kesadarannya kembali. Cepat-cepat ia mendorong Dong-hae dan pergi dari tempat itu untuk menenangkan debaran jantungnya. Sekilas ia melirik Kyu-hyun, Sung-min, dan Ki-bum yang berdiri di teras dan tengah mengamatinya. Wajahnya merona. Rasa malu membuat Seo-min mempercepat langkahnya.
Dong-hae memandangi kepergian Seo-min dengan sedikit kecewa. Tapi, ia tetap senang telah berhasil memojokkan dan menggoda gadis itu. Walau tak sampai berciuman, tapi ekspresi Seo-min yang dilihatnya tadi sudah cukup untuk membuat Dong-hae tersenyum lebar. Namun senyum itu perlahan memudar saat ketiga saudara Super Junior-nya datang menghampiri. Gara-gara mereka ia gagal menciumnya!
“Kau! tengah hari begini! Apalagi ini waktu shooting!” omel Sung-min.
Kyu-hyun tersenyum licik. “Aku baru tahu kau seagresif ini dengan wanita,” komentarnya.
Ki-bum mengamati Seo-min yang masuk ke vila sebelum menatap Dong-hae. “Sepertinya Nona Kang malu sekali.”
“kalian ini pengganggu, tahu!?” gerutu Dong-hae.
“Tenang, tenang, yang tadi itu Dong-hae dan Seo-min hanya sedang latihan untuk adegan berikutnya,” kata Bong-soo santai dari kursi sutradaranya. “Sudahlah, kita sudah terlalu lama membuang waktu. Ayo mulai lagi!” perintahnya.
“Oh, hanya latihan…” gumam Sung-min. “kupikir…”
Kyu-hyun menyikut pinggang Sung-min. “Eh, semalam berduaan dengan Nona Kang Seo-min, apa terjadi sesuatu? Apa mungkin seperti adegan di film-film? Kehujanan, tersesat, masuk ke sebuah pondok tak berpenghuni, lalu terjadilah perbuatan maksiat— Aww!“ Kyu-hyun terhenti dari khayalan gilanya dan berteriak karena kedua kakaknya, Sung-min dan Dong-hae bersama-sama memukul kepalanya.
Jelas sekali kepuasan di wajah Sung-min yang akhirnya berhasil menganiaya Kyu-hyun setelah sebelumnya berkali-kali gagal. “Kau kebanyakan menonton koleksi film biru Eun-hyuk, ha? kau pikir aku pria macam apa!?” omelnya,
Sementara itu Dong-hae memasang wajah cemberut pada Kyu-hyun. “Jangan bicara yang tidak-tidak seperti itu tentang dia!” katanya memperingatkan.
“Aish… dasar pemarah,” gerutunya. “Aku kan hanya bercanda.”
“Cari lelucon lain yang lucu,” saran Ki-bum tenang sambil menarik kemeja yang dikenakan Kyu-hyun untuk membawa pemuda itu menyingkir bersamanya menunggu giliran shooting.
Ketiganya duduk di belakang sang sutradara, menonton proses shooting Dong-hae. Sosok Hea-in yang duduk tegang di bawah tenda yang tak jauh dari tempatnya duduk, menarik perhatian Kyu-hyun. Dia pasti kesal melihat kak Dong-hae dan Kang Seo-min tadi, pikirnya, mengamati wajah masam Hea-in dan mulutnya yang terkatup rapat.
Ia sudah berdiri dan berniat untuk menghampiri wanita itu ketika melihat sosok Hyun-in bersandar di mobil ayahnya dengan wajah sedih dan tengah meremas saputangan yang dipegangnya. Entah kenapa, saat ini dorongan untuk mengganggu gadis itu lebih kuat dibandingkan dorongan untuk merayu Hea-in.
Kyu-hyun ikut bersandar di mobil Tuan Kang, sembari melirik Hyun-in yang menundukkan kepalanya menatap tanah. Terlihat begitu menyedihkan. Juga lucu, batin Kyu-hyun sambil menyeringai.
“Terkadang cinta bukan berarti harus memiliki,” katanya dengan sengaja. Namun tak ada reaksi dari Hyun-in. “Kau bilang kakakmu tidak suka pada Kak Dong-hae, tapi dari yang kulihat tadi sepertinya tidak begitu—“
“Bisakah kau tutup mulutmu!?” sela Hyun-in tajam.
“Hei, aku kan berbaik hati ingin menyadarkanmu bahwa tak ada gunanya mengejar-ngejar pria yang sudah jelas tak ada hati sedikit pun padamu—“ seketika Kyu-hyun terdiam ketika melihat Hyun-in sudah hampir menangis. Hanya sedikit menggoda, itu maksudnya tadi, bukannya ingin membuat seorang gadis menangis. Sial, batinnya kesal.
Yang membuat Kyu-hyun semakin tak enak hati adalah ketika Hyun-in menangguk pelan. Terlihat begitu rapuh dan patah hati. “Kau benar,” bisiknya dengan suara serak, lalu berjalan pergi.
“Hei, tunggu dulu, aku tadi tidak serius, hei!” ditangkapnya lengan Hyun-in, tapi dengan tenaga yang mengejutkan Hyun-in melepaskan diri dan mendorong Kyu-hyun menjauh.
“Aku tak mau bicara denganmu,” katanya dengan suara pelan.
“Jangan membuatku merasa bersalah begini—“
“Dasar egois!” raung Hyun-in tiba-tiba, mengejutkan Kyu-hyun, juga semua orang di sekitar mereka. “Kau terus menggangguku, menyakiti hatiku semakin jauh, dan yang kau pikirkan hanya perasaanmu sendiri!” dengan emosi, tanpa mempedulikan sekelilingnya, Hyun-in memukuli dada Kyu-hyun, mencakar, bahkan membuat gantungan ponsel Kyu-hyun yang merupakan pemberian Ye-sung putus. Saat melihat ponsel yang jatuh di jalanan itulah baru Hyun-in berhenti.
“Ada apa ini?” tanya Bong-soo khawatir sambil menghampiri mereka. “Kau apakan Hyun-in?” tanyanya tajam. Hyun-in si manis dan lembut dalam keluarga belum pernah terlihat seperti ini.
“Kyu-hyun, kau apakan Hyun-in?” desak Dong-hae yang juga ikut menghampiri.
Tapi Kyu-hyun tak menghiraukan keduanya. Ditatapnya Hyun-in yang menunduk dengan napas terengah-engah setelah melampiaskan amarahnya. “Maaf,” ucapnya tulus.
Hyun-in melepaskan diri dari rangkulan kakak sepupunya, berusaha menahan diri untuk tidak melirik Dong-hae. “Aku… mau istirahat di dalam,” katanya dengan suara serak sebelum beranjak pergi.
“Aku tak tahu apa masalah kalian berdua, tapi kuperingatkan untuk tidak mengganggunya lagi,” Bong-soo memperingatkan Kyu-hyun dengan tajam setelah kepergian Hyun-in.
Sung-min berdecak memperhatikan para kru yang berbisik-bisik di sekitar mereka. “Kau ini selalu buat masalah,” omelnya pada Kyu-hyun saat pemuda itu kembali duduk di bangkunya tadi.
Kyu-hyun mendesah. “Aku hanya ingin bercanda…“
“Sudah jelas selera humormu patut dipertanyakan,” komentar Ki-bum.
Untung bagi Kyu-hyun, Kang Ha-jong tak melihat pertengkaran Hyun-in dengannya. Padahal sebelumnya ia berdiri di balkon lantai dua, mengawasi latihan adegan Seo-min dan Dong-hae. Dan karena amat mengkhawatirkan hal itulah maka ia masuk ke dalam, menunggu Seo-min yang dilihatnya berjalan menuju rumah.
“Seo-min,” panggilnya saat sosok putri ke duanya itu muncul. Dilihatnya rona kemerahan di pipi gadis itu, juga binar bahagia di matanya. Sangat jarang ia dapat melihat rasa senang Seo-min di setiap kunjungannya ke Korea. Binar-binar bahagia seperti itu biasanya hanya dilihatnya ketika Seo-min bersama keluarganya di Amerika. Apakah dia benar-benar menyukai pemuda itu? bagaimana dengan Hyun-in? batin Kang Ha-jong cemas.
“Ya?” tanya Seo-min, menghampiri ayahnya yang duduk di sebuah kursi goyang.
“Ada yang ingin ayah tanyakan padamu,” katanya.
“Ada apa?” tanya Seo-min lagi sembari mengerutkan kening.
“Duduklah,” kata Kang Ha-jong. “ini tentang Lee Dong-hae,” lanjutnya setelah putrinya itu menuruti permintaannya.
Seketika tubuh Seo-min menegang dan wajahnya memerah. “Kau dan dia… maksudku, tadi aku melihat kalian… apakah kalian menjalin hubungan?”
“Tidak,” jawab Seo-min kelewat cepat. Wajahnya bahkan semakin merona. “Itu tadi hanya latihan.”
Ha-jong mengamati wajah putrinya lekat-lekat. “Tapi apa kau menyukainya? Lee Dong-hae?”
Seo-min terdiam dan tak dapat langsung menjawab. Gadis itu duduk diam dengan tatapan menerawang, seolah hanya raganya yang berada dalam ruangan itu sementara jiwanya terbang bebas. Setelah semenit berlalu tanpa jawaban, Kang Ha-jong mengehela napas dan menyerah untuk mencari tahu, namun dengan tak terduga Seo-min mengeluarkan suara.
“Kurasa… aku agak tertarik padanya,” ucapnya pelan, masih dengan melamun.
Langsung terbayang di benak Ha-jong wajah putri bungsunya yang dimabuk cinta pada Lee Dong-hae. Ha-jong menghela napas sembari memijat kepalanya yang mendadak pusing. Kedua putrinya menyukai pria yang sama. Bagaimana ia harus bersikap dalam hal ini? tak mungkin ia mendukung yang satu dan melarang yang lain untuk menyukai pria itu. tapi juga mustahil ia dapat diam saja melihat awal dari pertengkaran antar saudari tersebut. Padahal tujuannya justru ingin mengakrabkan ketiga putrinya, tapi bila mereka menyukai pria yang sama seperti ini…
Hah… Lee Dong-hae. Mungkin seharusnya dia tak usah muncul dalam kehidupan putri-putriku, pikir Kang Ha-jong muram.
- Kantor Pemerintahan, Gangnam-gu -
Saat ini jam istirahat telah usai, namun masih banyak karyawan yang belum kembali ke kantor, dan sebagaian yang telah kembali setelah beristirahat, nyatanya masih bersantai-santai. Seperti yang dilakukan para member Super Junior ini.
“Aku menang lagi!” seru Kang-in puas, senang, dan bangga sambil tertawa nyaring karena berhasil mengalahkan teman-teman sekantornya dalam bermain kartu. “Ayo, bayaranku, bayaranku.”
Salah seorang pria yang dikalahkan Kang-in berdecak kesal sambil mengeluarkan uang dari dompetnya. “Kau ini benar-benar idola atau bukan? Masa mengeruk harta orang miskin sepertiku!?” gerutunya.
“Hei, siapa yang tak mengenalku? Kang-in, si pria tampan nomor satu di Korea!” katanya narsis. “Lagi pula, aku sedang tidak bekerja di dunia entertain sekarang, jadi anggap saja ini pekerjaan sampingan. Sudah, jangan banyak alasan, bayar, bayar!” perintahnya.
Berhalat tiga meja dari tempat Kang-in dan para karyawan pria tengah berjudi kecil-kecilan, duduklah Hee-chul yang dikelilingi para pegawai wanita yang melayaninya bak seorang sultan dengan harem-haremnya.
“Hmm… lezat,” puji Hee-chul saat salah seorang wanita menyuapinya dengan buah strawberry berbalut cokelat cair.
“Minum dulu, biar kerongkonganmu tidak kering,” bujuk seorang wanita lain dengan nada merayu.
“Ah… kurasa di kehidupan sebelumnya aku berjasa pada negeri ini, sampai-sampai bisa sekantor dengan seorang idola terkenal yang sangat tampan sepertimu…” desah wanita lain sambil membelai rambut halus Hee-chul.
Lee-teuk duduk di meja kerjanya sambil terkekeh geli melihat tingkah kedua adik Super Junior-nya. Bagaimana kabar yang lain? pikirnya sambil meneruskan pekerjaannya mengetik surat. Karena member lain sibuk dengan aktivitas masing-masing, sudah cukup lama mereka tidak bertemu walau tetap saling mengabari lewat SMS dan situs jejaring social.
“Serius sekali,” kata seorang pegawai wanita yang duduk berseberangan dengan tempat Lee-teuk. “Apa butuh bantuanku?”
“Oh, tidak usah, terima kasih, aku masih bisa mengatasinya,” kata Lee-teuk dengan tersenyum ramah.
“Park Jung-soo!” seru seorang karyawan pria yang baru kembali dari makan siangnya. “Ini, ada kiriman untukmu,” katanya sambil melambai-lambaikan sebuah kotak berbungkus kertas kado mengkilat warna silver.
Semenjak ia, Hee-chul, dan Kang-in melaksanakan wajib militer, kebanyakan fans mengirimkan hadiah untuk mereka ke kantor.
“Apa isinya?” tanya Kang-in, yang segera menghampiri Lee-teuk karena penasaran.
Tanpa menjawab, Lee-teuk membuka kertas kadonya dengan perlahan agar tidak robek, lalu terlihatlah sebuah kotak beledu biru di dalamnya.
“Wah, apa isinya itu? ayo cepat buka!” desak Kang-in.
“Jam tangan,” ucap Lee-teuk saat melihat isinya. Sebuah jam Rolex. “Wah, bagus sekali!” katanya girang.
“Hadiah semahal ini, pasti dari fans yang benar-benar menyayangimu,” komentar Hee-chul. “Apa ada nama pengirimnya?”
“Tak ada… ah, ada, eh… hanya inisial,” kata Lee-teuk sambil mengamati kertas yang dimasukkan ke dalam kotak beledu jam tersebut. “Ah… aku benar-benar terharu…”
“Coba baca ini, ‘Hadiah kecil dariku yang sangat mengagumimu, sang Malaikat Tanpa Sayap-ku. Sangat menantikan hari saat dapat melihatmu lagi. A J R.’” baca Kang-in. “Woah! Siapa ini!? dari kalimat terakhirnya sepertinya dia sudah pernah bertemu denganmu secara langsung sebelumnya!?”
“Eh, entahlah…”
“Mungkinkah si gadis Jepang itu?” tebak Hee-chul sambil berpikir.
“Benar! Sepertinya memang dia!” timpal Kang-in antusias. “Woah, apa dia benar-benar serius akan menikahimu setelah kau selesai wajib militer?”
“Hah, jangan bicara yang tidak-tidak,” protes Lee-teuk. “Belum tentu itu dia. Mungkin saja fans lain.”
“Aku seratus persen yakin itu dia,” kata Kang-in ngotot. “A J R? hmm… singkatan dari nama apa itu? Ayako? Ayame? Kak, apalagi nama-nama gadis Jepang yang berawalan A?” tanyanya pada Hee-chul
“Amitabh Bhachan,” sahut Hee-chul santai, yang langsung dihadiahi pukulan oleh Kang-in.
“Itu nama actor India!” serunya sewot.
“Kau berani memukulku!? Cari mati, hah!?” bentak Hee-chul, dan mulai menyerang Kang-in, tapi apa daya, kekuatan dan postur tubuh adiknya itu lebih besar dibandingkan dirinya, alhasil, ia berakhir dalam petengan Kang-in.
“Jangan mengasari Hee-nim seperti itu!” protes para karyawan wanita yang membuat Kang-in tambah sewot.
“Hei! Aku ini si pria tampan nomer satu! Kenapa tak ada yang mengkhawatirkanku!?”
Kesal melihat keributan Hee-chul dan Kang-in, Lee-teuk mengambil sebuah buku tebal dan memukulkannya ke punggung dan bokong kedua adiknya itu. “Berhenti berkelahi!” omelnya.
Setelah pertengkaran mereda, Kang-in mengamati jam tangan yang telah dipakai oleh Lee-teuk itu. “Hmm… sekarang jam tangan… apa mungkin nanti dia akan mengirimimu cincin pertunangan?”
“Sudah kubilang, belum tentu ini pemberian si gadis Jepang,” protes Lee-teuk, tapi merasa ingin meyakinkan opininya dengan bertanya pada Hee-chul. “Hee-chul, bagaimana menurutmu?”
Yang ditanya hanya mengangkat bahu acuh tak acuh. “Bisa dia, bisa siapa saja,” jawabnya. “Tapi itu tidak penting, kan? Yang pasti dia fansmu. Lagipula, kalaupun iya, bukankah dulu kau pernah bilang akan memilih seorang ELF untuk menjadi istrimu? Dan si gadis Jepang itu cantik. Tak ada ruginya bila kau memang menikah dengannya,” katanya santai.
Lee-teuk diam saja sambil mengamati jam tangan barunya. Kang-in memeluk leader grupnya itu dari belakang dan menumpangkan kepalanya di pundak Lee-teuk. “Kalau kau tak menyukainya, buatku saja, akan kuterima dengan senang hati,” godanya.
Hee-chul menendang bokong Kang-in cukup keras hingga kursi yang diduduki Lee-teuk terdorong ke depan dan hampir menjatuhkan orang yang mendudukinya. “Mana mau si gadis Jepang itu pada rakun sepertimu!” ejeknya, menggunakan julukan yang diterima Kang-in sejak shooting Super Junior Full House.
Lee-teuk hanya bisa menghela napas lelah melihat pertarungan Kang-in vs Hee-chul ronde kedua. Dia bosan terus mengingatkan mereka bahwa saat ini mereka berada di kantor, bukan asrama Super Junior, karena toh tetap tak didengarkan kedua orang itu.
- Vila -
Malam ini, sekalian untuk melaksanakan niatnya untuk lebih dekat dengan keluarganya, Kang Ha-jong memerintahkan untuk melanjutkan shooting besok pagi dan mengadakan pesta barbeque di halaman belakang vila.
Setelah tenang, Hyun-in merasa tak enak hati pada Kyu-hyun yang menjadi pelampiasan amarahnya siang tadi, dan langsung meminta maaf pada pemuda itu. Kyu-hyun yang juga merasa bersalah sudah menggoda gadis itu, menerima permintaan maaf tersebut dengan canggung.
Permasalahannya dan Hyun-in dengan cepat terlupakan oleh Kyu-hyun saat ia duduk di seberang Hea-in di depan api unggun bersama beberapa pemain lain. diberikannya senyum maut pada wanita itu, tapi sialnya Hea-in hanya meliriknya sekilas sambil mengangkat sebelah alis dengan gaya meremehkan.
Tak putus asa, Kyu-hyun meminjam gitar seorang kru dan berniat memamerkan bakat bermusiknya. Dengan terus menatap tajam wajah cantik Hea-in, Kyu-hyun mulai menyanyikan Love Light dari CN Blue yang sedang disukainya belakangan ini.
“When i look at you my face gets red. when i see you my heart goes thump thump. I talk with shyness like a kid. when I look at you I just smile out of nowhere. like a fool I keep doing that. I think love came to me…”
Akhirnya, Kyu-hyun berhasil menarik perhatian Hea-in. wanita itu mendengarkan dengan seksama sambil mengamati Kyu-hyun memainkan gitarnya. Orang-orang disekitar mereka pun mengamati pertunjukan Kyu-hyun penuh minat, apalagi sebelumnya memang sudah sempat heboh berita mengenai rasa tertarik Kyu-hyun pada Hea-in yang disampaikan pemuda itu lewat Twitter.
“You’re a darling. You’re more beautiful than the stars above in the night sky. The shining thing deep inside my heart…” senyum merekah di wajah Kyu-hyun saat melihat akhirnya Hea-in tersenyum manis padanya.
“Aku menunggu-nunggumu sejak tadi.” Mendengar suara Dong-hae, seketika perhatian Hea-in teralihkan. Ia setengah berputar di tempatnya duduk untuk mencari sosok pria itu, dan mendapatinya tengah bersama Seo-min.
Suasana hati Hea-in yang sudah membaik terlebih setelah mendengar nyanyian Kyu-hyun, kembali buruk. Tangannya mengepal saat melihat Dong-hae tertawa karena omelan Seo-min yang menyuruhnya jauh-jauh darinya. Apa bagusnya Seo-min!? aku lebih cantik darinya. Tubuhku lebih bagus. Aku lebih menggoda. Tapi kenapa dia!? batin Hea-in marah. teringat kembali olehnya penolakan Dong-hae malam kemarin, dan hal tersebut membuatnya meradang. Lihat betapa berbedanya sikap pria itu padanya dan pada Seo-min!
Tak tahan dekat-dekat pasangan memuakkan itu, ia memilih pergi meninggalkan pesta. “Hea-in, kau mau ke mana? Tidak makan?” tanya Kang Ha-jong saat putri sulungnya itu melintas dengan cepat.
“Tidak lapar,” sahut Hea-in singkat.
Kyu-hyun menghentikan permainan gitar dan nyanyiannya sembari terus mengamati punggung Hea-in hingga menghilang ke dalam rumah. Suasana hatinya langsung memburuk. Kang Hea-in, Kang Seo-min, dan Kang Hyun-in, kenapa semua menyukai kak Dong-hae? Apa keistimewaan yang dimiliki kak Dong-hae tapi tidak kumiliki? pikirnya kesal.
Seo-min sendiri heran kenapa dia menurut saja ketika Dong-hae membimbingnya duduk bersama dengan Ki-bum dan Sung-min. padahal sebelumnya ia berencana makan bersama ayah dan kak sepupunya, juga kedua saudarinya—yeah, tapi memang kedua gadis itu tak terlihat olehnya di mana-mana. mungkin mereka masih di dalam, pikir Seo-min.
Sung-min menguap lebar. “Ngantuk sekali,” keluhnya.
“Memangnya semalam tidurmu kurang?” tanya Ki-bum.
“Bagaimana aku bisa tidur kalau terus mendengar suara-suara—“ Sung-min terdiam seketika dengan canggung. Lagi-lagi ia nyaris menyebut-nyebut soal si pasangan baru. Tanpa sadar, ia dan Seo-min saling bertukar pandang sesaat, sebelum masing-masing membuang muka.
Dong-hae dan Ki-bum pun melihatnya. Berbeda dengan Ki-bum yang jadi penasaran, Dong-hae merasa sedikit cemburu karena Sung-min dan Seo-min sepertinya menyimpan rahasia yang tak ingin mereka bagi dengan orang lain.
“Suara apa?” tanya Ki-bum.
“Suara nyamuk,” jawab Seo-min cepat.
“Ya, benar, banyak sekali nyamuk disana! Bunyi dengingannya mengganggu tidur kami. Bukan begitu, Nona Kang?” timpal Sung-min.
“Ya. Sangat menggangu,” sahut Seo-min setuju, dengan penekanan dalam dua kata terakhirnya.
“Kalian… tidur sekamar?” tanya Dong-hae, berusaha menahan kecemburuannya.
“Tentu saja tidak!” seru Sung-min dan Seo-min kompak. “Erhm… kami berdua tidur di ruang tengah,” lanjut Sung-min.
“Kenapa? Apa tidak ada kamar lebih?” tanya Dong-hae.
“Eh, itu—“
“Sudahlah, apa-apaan ini?” sela Seo-min. “Kau ini wartawan atau apa? Kenapa terus bertanya yang tidak penting?” gerutunya. “Tak usah kau jawab bila mereka banyak bertanya,” katanya pada Sung-min.
“Kalian terlihat mencurigakan,” komentar Ki-bum santai.
“Mencurigakan apanya? Berlebihan,” bantah Sung-min .
Dong-hae sangat setuju. Sepertinya memang ada yang disembunyikan Sung-min dan Seo-min dari yang lainnya. Tapi apa? Tidak mungkin mereka…. Tidak, tidak, tidak, mereka tak mungkin macam-macam, Dong-hae meyakinkan dirinya sendiri dalam hati.
Setelah kepergian Hea-in, Kyu-hyun yang sedang tak ingin bergabung bersama para kakak Super Junior-nya, terutama Dong-hae, memilih menyingkir ke teras depan vila seorang diri dengan membawa beberapa botol soju. Siapa yang menyangka ia akan bertemu Hyun-in yang juga sedang menyendiri di sana.
Walau awalnya masing-masing saling diam dan mengacuhkan yang lain, tapi kemudian keduanya justru duduk dan minum-minum bersama.
“Hah… aku ini tampan, kan? Banyak yang bilang begitu… hik…” perkataan Kyu-hyun terputus cegukan. “katanya… aku salah satu member yang memiliki fans wanita terbanyak… tapi kenapa kakakmu tak melirikku sama sekali?” gerutunya. Setelah meminum empat botol soju, dan tiga kaleng bir yang baru beberapa menit lalu diambilnya dari dapur, Kyu-hyun tampaknya sudah mulai mabuk.
Sedangkan Hyun-in yang baru menghabiskan beberapa gelas soju terlihat sudah mabuk berat.
“kenapa… aku selalu kalah? Kenapa… hik…” Hyun-in cegukan. “…pertama kak Hea-in… sekarang… kak Seo-min… kenapa… kenapa aku…” keluhnya tak jelas.
Kyu-hyun meminum birnya sambil melirik Hyun-in. “Kenapa kau tidak menyatakan perasaanmu pada kak Dong-hae saja?” sarannya asal. “buat dia tahu… hik… perasaanmu…”
Hyun-in menggeleng lemas. “Itu memalukan… hik…”
“Kalau begitu… jangan sedih bila kakakmu mendapatkannya…” kata Kyu-hyun.
Hyun-in menatap pemuda di sebelahnya yang sosoknya terlihat berbayang. “…tentu saja aku akan sedih…” protesnya.
“Hah… hik… kalau begitu nyatakan cintamu… sebelum terlambat,” dorong Kyu-hyun.
Kali ini Hyun-in mengangguk lemah. “Hmm… ya,” gumamnya setuju. “aku akan menyatakan perasaanku… hik…” dengan sempoyongan gadis itu bangkit berdiri.
“Sekarang?” tanya Kyu-hyun sedikit terkejut.
“Sekarang…”
Makan malamnya terasa menyenangkan. Entah karena makanannya, atau karena aku bersama Dong-hae, batin Seo-min bertanya-tanya. Desakan untuk buang air kecil memaksa Seo-min meninggalkan teman-teman makan malamnya yang sedang mengeluarkan lelucon yang sangat lucu. Setelah keluar dari kamar mandi, Seo-min singgah di dapur untuk meminum air mineral sambil mengamati Dong-hae yang sedang tertawa bersama Sung-min dan Ki-bum lewat jendela dapur yang menghadap ke halaman belakang.
Saat itulah ia melihat Hyun-in bergerak mendekati Dong-hae dengan langkah terseok-seok, dengan Kyu-hyun yang mengiringi tak jauh di belakangnya.
“Hyun-in? kau mabuk?” tegur Kang Ha-jong, seketika beranjak dari kursinya.
Tapi Hyun-in tak mendengarkan. Konsentrasinya sepenuhnya terpusat pada Dong-hae yang duduk di depannya saat ini.
“Lee Dong-hae,” ucapnya nyaring sambil tersenyum.
“Ya?” tanya Dong-hae.
Kyu-hyun yang sudah semakin mabuk, tertawa di belakang Hyun-in saat melihat ekspresi waswas di wajah kakaknya itu.
“Berapa banyak kau minum kali ini?” Sung-min mengomeli si member termuda itu, tapi tak dihiraukan Kyu-hyun.
“Kau…” kata Hyun-in sambil menunjuk Dong-hae. “Aku menyukaimu!”
“Eh?” cetus Dong-hae terkejut, tak menyangka akan mendapat pernyataan semacam ini dari Hyun-in yang selama ini dianggapnya sebagai fans biasa.
Seo-min yang berada di dapur pun dapat mendengar pernyataan adiknya itu. seketika tubuhnya menegang kaku.
“Aku sangat… sangat… sangat menyukaimu!” kata Hyun-in lagi.
“Hyun-in, kau mabuk, Sayang,” kata Ha-jong, menangkap lengan putrinya itu. “Ayo, kita masuk.”
Sekuat tenaga Hyun-in melepaskan diri dari pegangan ayahnya. “Aku menyukaimu, Lee Dong-hae!” jerit Hyun-in marah. Lalu, sesuatu yang tak disangka-sangka terjadi. Hyun-in membungkukkan tubuhnya ke arah Dong-hae, melingkarkan kedua tangan di lehernya dan mencium bibir pria tersebut.
Kaleng bir di tangan Kyu-hyun jatuh ke tanah. Mulutnya terbuka lebar melihat keagresifan Hyun-in yang tak pernah diperkirakan olehnya ini.
Hea-in, yang menonton semua itu dari balkon lantai dua, mencengkram susuran pagar balkon kuat-kuat. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang dipaksakan. “Si kecil itu sudah berani mengeluarkan taringnya rupanya,” desisnya. “Kali ini kau berhasil menduluiku. Tapi lihat saja nanti…” bila sebelumnya semangatnya mendekati Dong-hae sempat meredup, melihat keberanian adik bungsunya itu mengembalikan tekad kuat Hea-in.
Dong-hae terlalu terkejut untuk bereaksi. Ia bahkan tak bergerak maupun berkedip sedikitpun setelah Kang Ha-jong menarik Hyun-in menjauh darinya. Semua terlalu tiba-tiba dan tak disangka… beberapa detik kemudian, setelah akhirnya tersadar, yang bisa terpikir olehnya hanya; untunglah Seo-min tak ada disini untuk melihat semua itu…
Sayangnya, perkiraan Dong-hae tersebut salah besar. Dengan langkah pelan Seo-min meninggalkan dapur menuju kamar mandi kembali. Semua yang dilihatnya tadi… sungguh sulit untuk diterimanya…
Mengunci dirinya dalam ruangan itu, Seo-min membasahi wajahnya dengan air dari wastafel. Hyun-in menyukai Dong-hae. Hyun-in menyukai Dong-hae. Hyun-in menyukai Dong-hae. Pikiran tersebut terus menghantuinya.
Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya? batin Seo-min. Kupikir Hyun-in hanya mengidolakannya… bagaimana bisa aku…
Tiba-tiba bayangan ciuman Hyun-in dan Dong-hae melintas di benaknya lagi. Sesuatu yang terasa pahit dan mengecewakan melanda hatinya. Kecemburuan.
Memang bukan Dong-hae yang mencium Hyun-in… dan memang Hyun-in yang menyukai pria itu, bukan sebaliknya… Dong-hae menyukai dirinya, Seo-min menyadari itu. tapi… situasi ini… bagaimanapun Hyun-in adiknya. Mereka memang tidak dekat selayaknya adik dan kakak, tapi… Seo-min tak mungkin tega menyakiti hati Hyun-in dengan menjalin hubungan dengan Dong-hae. Walaupun aku menyukainya, aku tidak bisa… batin Seo-min kecewa. Bila Hyun-in menginginkan Dong-hae, aku akan mengalah, putusnya.
To Be Continued...
By Destira ~Admin Park~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar