Senin, 01 Agustus 2011

DISASTER LOVE - Chap 6 - Fanfiction Super Junior -

CHAPTER 6



- Studio 7 - Lokasi shooting -   

“Aku sama sekali tidak memiliki perasaan pada adikmu. Aku yang—“ Dong-hae terdiam, mengingat-ingat dialognya.

“CUT!” seru Bong-soo. Pria itu menghela napas. sejak tadi Dong-hae terus melakukan kesalahan dan melupakan dialognya.

“Maaf, aku lupa,” keluh Dong-hae sambil meringis bersalah. sejak semalam ia merasa kurang sehat, dan menyebabkan dirinya tak dapat berkonsentrasi.                            

Hea-in menjauh dari jendela tempatnya berpose sejak tadi sambil bersedekap dan menatap tajam Dong-hae. “Tolong seriuslah,” katanya tegas dan dingin. “Sejak tadi kau terus membuang-buang waktuku dan yang lain!”

Dong-hae tersentak. Ia sama sekali tak menyangka akan mendengar perkataan seketus itu dari Hea-in yang selama ini selalu bermulut manis padanya.

“Maaf,” ucap Dong-hae penuh rasa bersalah. “Aku sedang tidak sehat. Tapi aku tahu seharusnya itu tidak menjadi alasan keteledoranku. Sekali lagi, maafkan aku. aku akan berusaha lebih baik.”

Ganti Hea-in yang terkejut. memang Dong-hae terlihat sedikit aneh sejak awal shooting tadi, tapi tak disangka olehnya itu disebabkan karena pria tersebut sedang sakit. ia menggigit bibir bawahnya. Sejak pagi ia bersikap dingin, acuh, dan seperti tadi, sedikit ketus pada Dong-hae. sengaja, demi mencuri perhatian pria itu, karena sikap manis merayunya selama ini jelas tak berpengaruh pada Dong-hae. tapi seandainya Hea-in tahu Dong-hae sedang sakit, tidak mungkin ia akan bicara seperti tadi.

Ki-bum yang berdiri di belakang sutradara, sedang menanti gilirannya, tersenyum geli melihat sedikit rasa panik dan bersalah yang selintas terlihat di wajah Hea-in saat mengetahui Dong-hae kurang sehat. Melihat sikap dingin dan acuh Hea-in pada Dong-hae sejak pagi tadi, ia sudah bisa menduga bahwa hal tersebut karena perkataannya waktu itu. rupanya Kang Hea-in ingin segera mempraktekkannya, batin Ki-bum, lalu tertawa geli, membuat Bong-soo menengadah menatapnya.

“Ada yang lucu?” tanya sang sutradara.                                 

“Hmm.” gumam Ki-bum tanpa benar-benar menjawab, dan terus mengamati pergantian emosi di wajah Hea-in. Lucu, batinnya.




- KK Entertainment - Ruang rekreasi -     

Kyuhun bersandar santai di salah satu kursi sambil mengetukkan jemari panjangnya di lengan kursi tersebut. Sejak tadi matanya menatap lurus ke ambang pintu, menanti seseorang. Kang Hyun-in.

Awas kau, gadis sialan, maki Kyu-hyun dalam hati. Setelah aku berbaik hati menghiburnya, bahkan sampai menyamar sebagai perempuan agar lebih leluasa dan tak diganggu, dia justru membongkar penyamaranku di depan begitu banyak orang dan meninggalkanku begitu saja di mall tanpa kendaraan. Brengsek!

Seringai licik Kyu-hyun mengembang saat melihat kedatangan gadis yang telah dinantinya sejak sejam lalu itu.

Hyun-in berjalan menghampiri Kyu-hyun sambil mencoba menjaga ekspresi wajahnya tetap tenang. ia sadar dirinya bersalah. walau menyebalkan, Kyu-hyun sudah berbaik hati menolongnya dan berusaha menghiburnya, tapi ia justru mengerjai pemuda itu dan meninggalkannya begitu saja di mall. Seharusnya aku tidak bersikap kekanakan seperti itu, keluh Hyun-in dalam hati.

“Nah, coba lihat siapa ini…” sindir Kyu-hyun. “Oh ya, ini orang yang meninggalkanku di mall dan—“

“Maafkan aku,” ucap Hyun-in tulus sambil membungkukkan tubuh. “Seharusnya aku berterima kasih karena kau sudah menolong dan menghiburku, tapi aku justru membalas kebaikanmu seperti itu. aku minta maaf.” Sekali lagi ia membungkukkan tubuhnya.

“Eh…” gumam Kyu-hyun jengah. Ia sudah siap bertempur, beradu mulu, atau apapun sebutannya, tapi Hyun-in justru menyerah lebih dulu. Meminta maaf dan membuatnya tak bisa marah.

“Mungkin ini tidak sebanding dengan kerepotan yang kusebabkan padamu kemarin,” kata Hyun-in. “Tapi aku tulus membuatkan ini untukmu sebagai permintaan maaf. kumohon terimalah,” tambahnya sambil menyodorkan sebuah kotak makanan.

Duduk Kyu-hyun menjadi lebih tegak. “Apa ini?” tanyanya curiga sambil menerima kotak tersebut. “Ini semacam hadiah jebakan? Kau mau mengerjaiku lagi? Apakah isinya binatang-binatang menjijikan?” tuduhnya.

“Bukan. Mana mungkin aku melakukan itu—“

“Mengapa tidak, buktinya kau bisa meninggalkanku begitu saja di tengah keramaian dan tanpa alat transportasi?” sindir Kyu-hyun sengaja mengungkit.

Hyun-in menghela napas. “Aku benar-benar minta maaf. Aku menyesal.”

Selama beberapa detik yang rasanya berabad-abad bagi Hyun-in, Kyu-hyun terus menatap gadis itu penuh selidik.

“Kau tak sepenuhnya menyesal,” ucap pemuda itu kemudian. “Kau pasti merasa senang berhasil mengerjaiku seperti itu.”

Hyun-in berdeham dan menutupi mulutnya dengan tangan untuk menyamarkan senyumnya. “Tidak begitu,” elaknya.

Setelah melayangkan lirikan tak percaya pada gadis di depannya itu untuk terakhir kalinya, Kyu-hyun membuka tutup kotak makanan yang dibawakan Hyun-in, dan tersenyum girang saat melihat isi kotak makan besar tersebut; beragam makanan laut seperti udang, ikan dan cumi-cumi.

“Kudengar kau suka makanan laut,” kata Hyun-in, merasa perlu menjelaskan.

Kyu-hyun mengangguk antusias sambil mengambil sepotong udang goreng tepung dan berniat menyuapkan ke mulutya, sebelum terhenti dan kembali melayangkan tatapan curiga pada Hyun-in. “Apakah kau memberiku racun di makanan ini? Atau kau mencampur bahannya dengan sesuatu yang menjijikan? Sesuatu yang tidak sehat?”

Kesabaran Hyun-in tergerus habis kali ini. Ia melotot pada Kyu-hyun sambil bersedekap. “Cukup sudah! Bila kau memang tidak ingin, tak usah dimakan, buang saja!” katanya galak.

Walaupun sempat terkejut melihat kemarahan Hyun-in, dengan cepat Kyu-hyun mengendalikan diri. “Hei! Kenapa keadaan menjadi terbalik seperti ini, hah!? Bukankah seharusnya aku yang marah padamu!?” omelnya, lalu menggigit udang tepung yang sudah membuatnya tergiur sejak awal itu.

“Memang, tapi kau juga terus—“

“Hmmm! Enak sekali!” ucap Kyu-hyun setengah kaget, menyela rentetan kemarahan Hyun-in. “kau membuatnya sendiri!?”

Seketika, amarah Hyun-in seolah lenyap tak berbekas. “Ya,” jawab Hyun-in sambil tersenyum lega dan puas karena Kyu-hyun menyukai masakan yang dibuatnya sebelum berangkat kuliah tadi.

“Kebetulan sekali aku memang sedang lapar,” kata Kyu-hyun, lalu dengan lahap memakan bekal buatan Hyun-in. Namun tiba-tiba pemuda itu menghentikan kegiatan makannya dan melirik Hyun-in yang duduk di seberangnya. Senyum licik terukir di bibirnya. “Terima kasih atas makanannya. Aku memaafkanmu.”

“Terima kasih—“

“Tapi…” sela Kyu-hyun cepat. Digigitnya sepotong udang lain, lalu menyeringai. “Bukan berarti aku tak akan membalas perbuatanmu kemarin.”

Hyun-in terbelalak. “Eh!?”



- Studio 7 - Lokasi shooting -    

“Ini,” kata Hea-in, menyodorkan botol vitamin C miliknya pada Dong-hae. “Bukankah sudah pernah kubilang kau harus rajin meminum vitamin untuk menjaga daya tahan tubuhmu?”

Dong-hae mendongak, menatap Hea-in sambil tersenyum. “Terima kasih,” katanya dan menyambut botol pemberian wanita itu. “Aku memang selalu meminum vitamin dan berusaha tetap sehat, tapi mungkin belakangan ini aku kerja terlalu berlebihan dan tubuhku memberiku peringatan,” lanjutnya ramah.

Hea-in mengamati wajah Dong-hae dan melihat keletihan yang terpampang jelas di sana. “Hmm. Kalau begitu ingatlah untuk lebih banyak beristirahat,” katanya datar—masih berusaha menjalankan taktik “wanita dinginnya” untuk menarik perhatian Don-hae—lalu bergerak menjauh.

“Maaf,” ucap Dong-hae, membuat langkah Hea-in terhenti.

“Apa?” tanya Hea-in sambil membalikkan tubuh menghadap Dong-hae kembali.

“Sepertinya hari ini kau sedang kesal padaku,” terang Dong-hae. “Aku sadar telah melakukan banyak kesalahan selama shooting hari ini dan menghambat proses shooting. Aku minta maaf,” lanjutnya dengan senyum menyesal

Hea-in sempat terdiam sesaat sebelum bergumam tak jelas tentang tak usah memikirkan hal itu, lalu bergegas pergi. Lagi-lagi Hea-in merasa ada sesuatu yang aneh dengan hatinya. Kenapa hatinya tergerak hanya karena senyuman Dong-hae? Apa yang berbeda dari senyum itu dibanding pria-pria lain?

Karena terburu-buru dan tak melihat jalan, Hea-in menabrak Ki-bum yang baru masuk ke studio.

“Maaf,” ucap Hea-in singkat, lalu melanjutkan langkahnya.

“Kau pikir itu akan berhasil?”

Perkataan Ki-bum menghentikan langkah Hea-in. “Apa maksudmu?”

Ki-bum tersenyum pada wanita cantik di hadapannya. “Perubahan sikapmu pada kak Dong-hae. Taktik barumu untuk mencuri perhatiannya.”

Hea-in mengibaskan rambutnya dan tersenyum licik. “Kau menebaknya dengan cepat.”

“Aku bukan bermaksud tak sopan atau ingin menghancurkan rencanamu yang bahkan belum sampai sehari berjalan ini, tapi, pernahkah terpikir olehmu bahwa saat kau menjauhi dan bersikap dingin pada kak Dong-hae, dia justru akan menjadi semakin dekat dengan adikmu?” tanya Ki-bum dengan terus tersenyum, lalu berjalan pergi meninggalkan Hea-in dengan langkah santai.   

Dia ada benarnya, batin Hea-in. bagaimana bila selama aku melakukan rencanaku ini, Dong-hae justru tak memperhatikannya karena menjadi lebih dekat dengan Seo-min? cepat-cepat Hea-in menggelengkan kepalanya. Tidak. Tidak mungkin begitu. Seperti katanya, ini bahkan belum satu hari penuh, aku tak mungkin membatalkan rencanaku begitu saja. Aku pasti berhasil.



- KK Entertainment -    

“Selamat pagi,” sapa Hyun-in pada Dong-hae. 

“Selamat pagi,” sahut Dong-hae ramah. Hari ini walau masih sedikit lemah, namun ia merasa lebih sehat dibanding kemarin setelah beberapa kali meminum obat dari dokter. “Aku dengar Tuan Kang dan keluarga juga akan berlibur di sekitar lokasi shooting. Benarkah?”

“Benar. Pasti akan menyenangkan,” jawab Hyun-in sembari tersenyum.

Dong-hae menjulurkan kepalanya, mencari sesuatu di belakang Hyun-in. “Di mana Seo-min?”

Senyum Hyun-in memudar. “Dia tak jadi ikut,” jawabnya kaku. “Awalnya dia memang bersedia ikut, tetapi kemarin dia membatalkannya karena ingin berkonsentrasi mengerjakan naskah dramanya.”

“Begitu? Sayang sekali,” kata Dong-hae kecewa.

“Oah…” Tiba-tiba Kyu-hyun dan Sung-min datang menghampiri Dong-hae dan Hyun-in sambil menguap. “Kapan kita berangkat? Hah… aku mengantuk sekali,” keluh si member termuda itu sambil duduk di kursi di sebelah kanan Dong-hae, bersandar, lalu memejamkan matanya.

Sung-min meringis memegangi perutnya. “Ada apa?” tanya Dong-hae.

“Entahlah, sepertinya aku salah makan atau apa, sejak pagi tadi perutku mulas,” jawab Sung-min.

“Sung-min, ini obat yang kau pesan!” asisten Sung-min yang baru datang dari apotek bergegas menghampiri pria itu untuk memberikan obat.

“Terima kasih,” kata Sung-min. “Ouh, aku tidak tahan lagi. Permisi.” ia buru-buru pergi ke toilet.

“Kasihan kak Sung-min,” kata Dong-hae dengan menyeringai geli, sementara Kyu-hyun telah tertidur di sampingnya.

“Boleh aku duduk di sini?” tanya Hyun-in, menunjuk kursi di sebelah kiri Dong-hae, dan mendapat anggukan persetujuan dari idolanya tersebut.

Hea-in melintas di hadapan mereka, Dong-hae dan Hyun-in sama-sama memandang wanita itu, tetapi Hea-in mengacuhkan mereka dan duduk di sisi lain ruangan. Melihat sikap kakak pertamanya itu membuat Hyun-in heran. Tak pernah sebelumnya dilihatnya Hea-in mengacuhkan Dong-hae seperti ini.

Apakah kakak sudah tak berminat lagi dengan kak Dong-hae? batin Hyun-in penuh harap. Mungkinkah?

“Ah, itu Ki-bum baru datang bersama manager kami,” kata Dong-hae, memecah lamunan Hyun-in. “Maaf, aku permisi dulu.”

“Oh, ya, silakan. eh, aku juga ingin menemui ayahku,” kata Hyun-in, menutupi kekecewaannya tak dapat berlama-lama dengan Dong-hae.

Saat tiba waktunya keberangkatan, Kang Ha-jong yang mengetahui perasaan Hyun-in pada Dong-hae, menyuruh putri bungsunya itu ikut di bus, sementara keponakannya yang juga sutradara Disaster Love, Ahn Bong-soo, pergi bersamanya menggunakan mobil pribadi. Tentu saja Hyun-in amat senang, karena ia ingin duduk bersama Dong-hae di dalam bus.

Namun rencana tinggallah rencana. Hyun-in tak dapat duduk bersama Dong-hae karena Ki-bum telah lebih dulu duduk di sisi pria itu.

Hea-in yang baru memasuki bus, segera melakukan pengamatan, mencari keberadaan Dong-hae, dan mendapati pria itu duduk di baris ketiga sebelah kiri. Di baris yang sama di sisi kanan, berseberangan dengan tempat duduk Dong-hae, masih tersisa satu bangku kosong, di sisi artis wanita yang berperan sebagai kakak Hea-in dalam Disaster Love. Tak menyia-nyiakan kesempatan, terlebih saat dilihatnya Hyun-in juga tengah mengincar kursi terdekat dengan Dong-hae itu, Hea-in bergegas maju, mendorong tubuh adik bungsunya itu menjauh dan mengambil tempat duduk tersebut sembari tersenyum puas.

Hyun-in yang terkejut didorong begitu tiba-tiba nyaris saja jatuh bila tidak berpegangan di bangku lain. Dadanya terbakar amarah karena Hea-in. namun ia tak dapat berbuat apa-apa. Tak pernah sekali pun ia melawan saat Hea-in merebut sesuatu darinya. Begitu pula kali ini. Ia lebih memilih mengalah dan mencari bangku kosong lain. Dan sialnya hanya ada satu bangku kosong yang tersisa… di sebelah Kyu-hyun.



Sung-min mencuci tangannya di wastafel dan mengamati penampilannya di cermin sambil mengembuskan napas.Ia sudah meminum obatnya, tapi masih saja perutnya terasa mulas. Ini yang ke tiga kalinya ia bolak-balik ke toilet karena hal itu.

Saat berjalan keluar, Sung-min heran melihat suasana lobi yang sepi. Kemana semua orang? pikirnya. Sebuah pikiran mencurigakan dan mencemaskan melintas di benaknya. Didatanginya resepsionis.

“Di mana yang lain?” tanyanya.

“Eh, itu—“

“Nona!” sebuah suara lain menyela. Sung-min menoleh dan melihat Kang Seo-min berlari mendekat, terlihat sangat terburu-buru. “Di mana rombongan Disaster Love?” tanyanya.

Sang gadis resepsionis memandangi Sung-min dan Seo-min bergantian. “sekitar setengah jam lalu rombongan telah berangkat—“

“Tanpa aku!?” sergah Sung-min kesal, lalu mengutuk. “Sialan! Kyu-hyun! Aku sudah berpesan padanya untuk menyampaikan pada yang lain untuk menungguku sebentar… argh!”

“Apa kau tahu ke mana mereka pergi?” tanya Seo-min pada si resepsionis, mengacuhkan kekesalan Sung-min. “Bisakah kau memberiku alamatnya?”

Resepsionis itu mengangguk, lalu menuliskan alamat vila yang akan dijadikan lokasi shooting itu. Seo-min menggangguk puas sambil berbalik menuju pintu keluar lagi. Walaupun dulu pernah ke vila pribadi keluarganya itu, namun Seo-min sudah tak ingat lagi alamatnya.

Kemarin ia memang membatalkan rencananya untuk ikut karena harus menyelesaikan beberapa episode naskah drama yang tengah dikerjakannya untuk di serahkan pada pihak production house, tapi ternyata ia bisa menyelesaikannya lebih cepat dan memutuskan untuk menyusul ayah dan saudari-saudarinya.

“Tunggu!” tahan Sung-min. “Kau mau ke sana? Ke vila? Lokasi shooting?”

“Ya,” jawab Seo-min singkat tanpa berhenti berjalan.

“Aku ikut!” seru Sung-min.

Kali ini Seo-min sedikit menelengkan kepalanya untuk melirik sung-min. “Aku tidak membonceng orang tanpa helm.”

Si resepsionis yang mengerti betapa pentingnya Sung-min untuk datang ke lokasi shooting, mengambil helm-nya sendiri dari dalam laci mejanya, dan memberikannya pada pria itu. “Ini, silakan pakai punyaku,” katanya ramah.

Sung-min menyeringai lebar. “Terima kasih! Terima kasih! Kau penyelamatku!” katanya girang sambil menerima helm tersebut, lalu bergegas lari mengejar Seo-min yang telah naik ke motor besarnya. “Kang Seo-min! tunggu!”



- Perjalanan menuju Vila, di dalam bus -  

Hea-in diam-diam melirik Dong-hae, dan berdecak kesal saat dilihatnya pria itu tengah asyik mengobrol dengan Ki-bum tanpa sedikit pun terlihat memperhatikannya. Apa memang sudah terlalu terlambat untuk mengubah imageku menjadi wanita dingin seperti yang disukainya? Apa karena dia sudah terlanjur menyukai Seo-min? batin Hea-in kesal.

Ki-bum yang tertawa menanggapi lelucon Dong-hae, menangkap lirikan Hea-in yang ditujukan pada Dong-hae, dan dilihatnya juga bagaimana kesalnya wanita itu karena tak sedikitpun sejak tadi Dong-hae menghiraukannya. Itu semua membuatnya tertawa geli.  Sebenarnya kak Dong-hae benar-benar tak sadar atau memang tak peduli? batinnya bertanya-tanya.

Sementara itu, beberapa baris dibelakang mereka, Hyun-in dengan wajah murung dan semendung langit di luar sana, memandangi air hujan yang membasahi jendela bus, lalu beralih memandang wajah Kyu-hyun yang tidur pulas sejak awal keberangkatan tadi.

Sepertinya dia sangat kelelahan, pikir Hyun-in. Memang tak mudah menjadi bintang terkenal sepertinya dengan segudang aktivitas…

Citttt… tiba-tiba bus mengerem mendadak, membuat semua penumpang tersentak, dan Kepala Kyu-hyun membentur jendela, menyebabkannya terbangun sambil mengomel.

“Kita sudah di mana, kak?” tanyanya, masih setengah terpejam sembari mengusap kepalanya.

Hyun-in hanya memandangi pemuda di sebelahnya tanpa berkomentar, karena sudah jelas Kyu-hyun tidak bicara padanya.

Tak mendapat jawaban, Kyu-hyun menoleh ke samping, dan segera terbelalak kaget. “Kau!? Di mana kak Sung-min?”

Hyun-in mengankat bahu acuh tak acuh. “Aku tidak tahu, mungkin duduk di kursi lain…”
      “Permisi,” ucap Kyu-hyun sembari melangkah melewati Hyun-in. “Kak sung-min!” panggilnya. Tak ada sahutan, dan hanya kepala-kepala yang menoleh.

“Kenapa kau meneriakkan nama kak Sung-min?” tanya Dong-hae heran.

“Di mana dia?” tanya Kyu-hyun cepat.

Dong-hae dan Ki-bum, juga penumpang lain menoleh ke sana ke mari. “Eh, aku tak melihatnya…”

“Apa mungkin di bus satunya?” tanya Hyun-in polos.

“Sepertinya tidak mungkin, bus yang satu lagi khusus untuk kru,” jawab Ki-bum.

“Ya Tuhan… tidak… kak Sung-min tertinggal!” seru Kyu-hyun.  



“Ini semua gara-gara kau!” omel Seo-min marah sambil mengelap wajahnya yang basah karena air hujan. “Kalau saja tadi kita tidak berhenti di  dua pom bensin, mungkin tak akan kehujanan seperti ini!”

Sung-min meringis sembari mengelap matanya yang terasa pedih kemasukan air hujan. “Bukan mauku untuk merasa mulas!” protesnya.

“Argh… sial sekali!” gerutu Seo-min sambil menambah laju kecepatan motornya, membuat Sung-min di belakangnya tersentak kaget dan buru-buru memeluk gadis itu. “Apa yang kau sentuh, hah!?” bentak Seo-min, membuat Sung-min buru-buru menjauhkan tanganny dengan cepat.

Tapi tiba-tiba, sesaat sebelum naik gunung, motor Harley itu melambat hingga akhirnya benar-benar berhenti.

“Kenapa berhenti di sini—“

“Siapa yang mau berhenti di sini!?” sergah Seo-min emosi. “motorku mogok! Argh… sebenarnya apa dosaku hari ini!?”

Sung-min turun dari motor, mengamati Seo-min yang masih terus berusaha menyalakan kembali motornya. “Lalu bagaimana ini? Kau bisa memperbaikinya?”

Seo-min mendelik kesal saat usaha terakhirnya menyalakan motornya tetap gagal. “Tidak,” sahutnya dingin dan ketus.

“Astaga…” keluh Sung-min sambil meraih ponsel dari saku celananya, berniat menghubungi asistennya, namun ia mengumpat saat ponselnya mati. “Aku lupa mengisi bateraiku semalam,” katanya kesal. “Coba kau hubungi ayahmu,” usulnya.

Tanpa bicara Seo-min merogoh saku celananya, lalu jaketnya, dan wajahnya semakin keruh saat mencoba mencari di dalam tas ranselnya. “sial! Ponselku ketinggalan di ruangan direktur— argh!“

Brmmmmm…. Kedua anak manusia yang tengah putus asa itu menoleh cepat saat mendengar suara kendaraan mendekat. Ternyata seorang pria yang mengendarai skuter tua. Segera saja mereka melambai-lambaikan tangan meminta bantuan.

“Mogok?” tanya pria itu ramah.

“Benar, Tuan,” jawab Sung-min. “Apakah di dekat sini ada bengkel?”

Pria itu menggeleng. “Tidak, tapi aku biasa memperbaiki kendaraan. Rumahku tak jauh dari sini, bawa saja motor kalian ke rumahku,” tawarnya.

“Terima kasih, Tuan,” kata Seo-min tulus sambil membungkukkan tubuhnya. “Ah, apa aku boleh ikut dengan Anda?” tanyanya.

“Tentu saja, silakan,” kata pria itu.

“Eh? Bagaiamana denganku?” tanya Sung-min dengan wajah memelas.

“Kau tuntun motorku mengikuti kami,” jawab Seo-min santai.

“Eh? Tapi ini kan motormu!?”

“Tapi kau kan laki-laki, aku perempuan. Masa kau ingin pergi bersama Tuan ini, dan membiarkanku hujan-hujanan menuntun motor mogok?” omel Seo-min. “Ayo, tuan, kita jalan sekarang saja.”

“Baik,” sahut pria itu sambil terkekeh geli.

“Kang Seo-min sialan! Motor sialan! Hujan Sialan!” Sung-min terus memaki-maki sepanjang jalan, mengikuti motor di depannya yang berjalan lambat. Ia menengadah ke langit gelap. “CHO KYU-HYUN! AWAS KAU NANTI—!“

“Berhenti berteriak seperti orang gila!” bentak Seo-min nyaring. “Cepat jalan!”



To Be Continued...

By Destira ~Admin Park~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar