Senin, 23 Januari 2012

I’M SORRY I LOVE HIM -Chap 5- (ENDING)

AUTHOR: FITRIA PRIMI APRILIA

- Chapter 5 -



Cast :
Shin Hyo Rin
Kim Hyun Joong
Kim Hyung Joon
Lee Yoo Hee

Cameo :
Yoon Ah Ra
Lee Dong Hae


Cerita sebelumnya (Chap.4)

Hyo-rin bertengkar dengan Hyun-joong karena Hyun-joong lebih memilih menemani Paris Hilton dan mengacuhkannya. Hyorin pergi meninggalkan Hyun-joong dengan perasaan marah, dia berjalan hingga halte bus. Tanpa disengaja Hyorin bertemu dengan idolanya, Ryeowook dan Kyuhyun Super Junior yang memberinya sarung tangan dan syal. Saat kuatir tidak bisa pulang, datanglah Hyung-joon.


-Shin Hyo-rin, Halte Bus-

“Hyung-joon...” Namja didepanku itu hanya diam. Setelah memastikan mantelnya sudah terpakai dengan benar di badanku, Hyung-joon menatapku tajam. “Bagaimana kau tahu aku disini?” Tanyaku penasaran. Diam-diam aku bersyukur atas kehadirannya. Aku tidak tahu apa jadinya nanti jika yang aku temui adalah orang jahat.

“Tadi aku ke rumahmu. Ibumu bilang kau keluar dengan kak Hyun-joong.” Hyung-joon berhenti sejenak, “Aku sengaja menunggu di depan hotel kalian melakukan pertemuan. Tak kusangka aku akan melihatmu keluar sendirian dengan berjalan kaki. Aku mengikutimu hingga halte ini.” Ya Tuhan… Sebegitu perhatiankah namja ini padaku?

“Terima kasih..” Ucapku tulus.

“Kenapa kau keluar sendiri? Mana kakakku?”

“Dia−“ Aku terdiam karena tidak menemukan kata-kata yang tepat.

“Apa dia mencampakkanmu?” Tuntutnya.

“Bukan begitu, dia hanya−“ Kenapa kau malah membelanya Hyo-rin? Dasar bodoh!

“Lebih mementingkan gadis berambut pirang itu dari pada dirimu.” Apa? Bagaimana dia tahu tentang gadis bernama Paris Hilton itu? “Selang beberapa saat setelah kau keluar, aku melihat kakakku bersama seorang gadis berkebangsaan asing.”

“Oh.. Jadi kau melihatnya..” Sahutku lemah sambil menundukkan kepala.

“Ayo, kau akan membeku kedinginan kalau terus disini.” Kemudian Hyung-joon menarikku menuju motornya. Aku menurut saja saat dia menyuruhku berpegangan dengan memeluk pinggangnya. Aku benar-benar linglung memikirkan sikap kak Hyun-joong padaku malam ini.


-Kim Hyung-joon pov-

Aku mengikuti gadis ini hingga ke sebuah halte bus. Hyo-rin benar-benar terlihat lesu, saat di halte aku bahkan melihatnya menangis. Hhh.. Entah apa yang sudah dilakukan kakakku padanya. Masih teringat pesan singkat yang dikirim kak Hyun-joong padaku beberapa saat lalu. “Tolong aku, jemput Hyo-rin. Aku harus menemani kolegaku. Aku sadar terlalu berlebihan padanya tadi, hingga membuatnya marah. Aku akan meminta maaf padanya nanti. Saat ini aku harap aku bisa mempercayaimu seperti janjimu waktu itu.

Yah, aku sudah berjanji pada kakakku untuk melepaskan Hyo-rin dan tidak mengganggu hubungan mereka. Aku sadar aku hanya orang ketiga. Aku tahu kakakku sangat mencintai Hyo-rin, begitu juga Hyo-rin. Gadis itu pasti sangat mencintai kakakku. Aku akan mengalah demi melihat kakakku dan Hyo-rin bahagia.



-Kim Hyung-joon, Sungai Han-

“Eh, kenapa kau membawaku kesini?” Tanya Hyo-rin saat kami sudah sampai di tepi sungai Han.

“Luapkan dulu perasaanmu disini sebelum kita pulang. Kau bisa menceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi, mungkin itu bisa meringankan bebanmu.” Tawarku.

“Terima kasih Joonie.. Kau benar-benar perhatian..”

“Aku rela jadi tempat pelampiasanmu, sungguh..” Ujarku terkekeh.

“Sudahlah.. aku tidak apa-apa.. Aku hanya bersikap sedikit berlebihan pada kak Hyun-joong tadi.”

“Kau yakin sudah tidak apa-apa?”

“Kau ini terlalu khawatir Joonie..” Ujarnya sambil mendorong pundakku. Aku lihat dia sudah bisa tersenyum. Syukurlah..

“Hei..”

“Apa?”

“Kau masih menyimpan cincin pemberianku?” Mendengar pertanyaanku dia menjadi sedikit tegang. “Lupakan tentang tawaranku, anggap saja itu hadiah biasa dari seorang temen, oke?”

“Apa maksudmu?” Tanyanya penasaran.

“Tidak ada maksud apa-apa, pokoknya lupakan aku pernah menyatakan perasaanku padamu. Mulai sekarang kita berteman, bagaimana?”

“Hmm.. Baiklah..” Gadis itu sepertinya masih sedikit bingung. Lebih baik seperti ini. Biarkan saja perasaan ini aku sendiri yang menyimpannya. Cukup aku tahu, kau juga pernah menyukaiku Hyo-rin. Itu sudah cukup. Aku ingin melihatmu bahagia dengan kakakku..


-Shin Hyo-rin pov-

Namja ini menawarkan pertemanan denganku.

Hmm… Mungkin ini memang yang terbaik. Aku memang pernah menyukaimu Hyung-joon, walaupun hanya perasaan sesaat. Tapi di dalam lubuk hatiku, aku masih sangat mencintai kakakmu. Apapun yang dia lalukan biarpun menyakitkanku, aku tetap mencintainya. Mungkin kau akan bilang ini cinta buta, tapi memang beginilah kedaannya. Maafkan aku Hyung-joon, aku tak bisa membalas perasaanmu..

“Apa Yoo-hee belum kembali dari Daegu?” Tanya Hyung-joon padaku.

“Belum, entahlah.. Dia bilang tak akan lama, tapi ini sudah seminggu. Sini pinjam ponselmu, aku akan menghubunginya. Milikku lowbat.” Kemudian aku ambil ponselnya dan mengirim pesan singkat pada sahabatku itu.

To : Lee Yoo-hee. Hya! Lee Yoo-hee! Ini aku Hyo-rin, aku pakai ponsel milik Joonie. Kapan kau akan kembali ke Seoul? Kalau kau tak juga pulang kesini, aku akan pergi jauh dan tidak menemuimu lagi!

Selang beberapa saat balasan pesan Yoo-hee datang. “From : Lee Yoo-hee. Tunggu saja, aku masih ada urusan disini. Memangnya kau akan pergi kemana hah?

To ; Lee Yoo-hee. Ke Surga! Hahahah..

From : Lee Yoo-hee. Hya! Jangan mengatakan sesuatu yang menakutkan seperti itu! Sudah dulu, aku mau tidur. Oh iya, salam untuk kak Hyun-joong dan adiknya. Bye..

Aku tertawa kecil membaca balasan Yoo-hee. “Dia tidak bilang kapan kembali, katanya masih ada urusan di Daegu. Ada salam darinya untukmu dan kak Hyun-joong.”

“Oh, begitu. Kita pulang sekarang?”

“Yah, ini sudah larut. Omma pasti khawatir.” Kamipun segera menuju ke tempat motor Hyung-joon diparkir dan segera pulang.

Jalanan saat itu sudah sedikit sepi, sehingga Hyung-joon melajukan motornya dengan kecapatan tinggi. Saat mendekati perempatan jalan, tiba-tiba saja muncul sebuah truk besar yang membelok tanpa mengindahkan rambu-rambu lalu lintas.

“Joonie, awas!” Teriakku. Karena kejadiannya begitu tiba-tiba, Hyung-joon tidak bisa mengendalikan motornya. Tabrakan keraspun tidak bisa terelakkan. BRAKK!!

Seketika aku hilang kesadaran, bahkan tanpa merasakan rasa sakit!


-Kim Hyung-joon pov-

BRAKK!!

Motor kami menabrak sebuah truk besar. Kurasakan darah hangat mengalir keluar dari tubuhku. Di kepala, tangan, kaki. Aku juga merasakan rasa sakit yang teramat sangat. Hyo-rin, tiba-tiba aku ingat yeoja itu. Dimana dia? Dengan sisa-sisa kesadaranku aku melihatnya tergeletak tak bergerak tak jauh dariku. Astaga… Tubuhnya penuh dengan darah! Ya Tuhan…

“Hyo-rin…” Ucapku lemah sebelum aku jatuh pingsan.


-Lee Yoo-hee, Daegu-

Aku bangun dari tidurku karena tenggorokanku terasa kering. “Aissh.. kenapa aku tak menyiapkan air dimeja kamar? Kalau begini aku harus repot pergi ke dapur dulu!” Aku mengutuk pelan diriku sendiri.

Sesampainya di dapur, aku menuju lemari es dan mengambil sebuah botol air. Setelah itu aku menghampiri meja makan dan mulai menuangkan air itu di gelas. Saat hendak meletakkan botol air di meja, secara tidak sengaja aku menyenggol gelas itu hingga jatuh. Prang!

“Aissh..” Aku berdecak kesal melihat pecahan gelas yang berserakan di lantai itu. Tetapi tiba-tiba perasaanku menjadi tidak enak. Entah mengapa aku merasa sebuah hal buruk tengah terjadi. Ada apa ini?

“Yoo-hee, kau tidak apa-apa? Aku dengar ada suara sesuatu yang pecah.” Tiba-tiba kakakku Lee Dong-hae menghampiriku.

“Ah...Dong-hae.. Tidak ada apa-apa, gelasku cuma jatuh..”

“Oh, kau pasti sudah sangat mengantuk hingga tak konsentrasi begitu. Biar aku saja yang membersihkannya.” Tawar Dong-hae.

“Tidak apa-apa, aku saja. Tiba-tiba aku merasa tidak enak tadi, entahlah..”

“Memangnya kau ada masalah?” Tanyanya.

“Tidak.. Tapi entah kenapa tiba-tiba aku ingin segera kembali ke Seoul.”

“Hmm.. begitu.. Baiklah, secepatnya kita kembali.”

“Terima kasih..”


-Kim Hyun-joong pov-

Kak Hyun-joong, aku mencintaimu, sangat mencintaimu..

Aku terbangun dengan kaget. Sepertinya aku tadi memimpikan Hyo-rin. Hmm.. Kenapa perasaanku jadi resah begini? Apa terjadi sesuatu padanya? Ku ambil ponselku dan mencoba menghubunginya. Nihil, ponselnya tidak aktif. Hyung-joon juga belum pulang. Sebenarnya kenama adikku itu?

Aku merebahkan diri lagi dan memcoba memejamkan mata, tapi tetap saja aku tidak bisa tidur. Bayangan Hyo-rin yang muncul dalam mimpiku tadi benar-benar membuatku gelisah. Hyo-rin, kau tidak apa-apa kan?


-Kim Hyung-joon, Seoul Medical Center-

Aku tersadar. Aku rasa saat ini aku ada di rumah sakit. Disekelilingku banyak perawat berlalu lalang yang entah sedang melakukan apa pada tubuhku. Aku merasakan banyak selang dan alat-alat medis lain sedang dipasang. Sepertinya kondisiku sangat kritis. Aku melihat seorang dokter wanita yang sibuk memeriksaku dan memberikan intruksi pada para perawat.

“Dokter−“ Kataku sambil memegang tangannya. “Yeoja−yang kecelakaan bersamaku−dimana dia?”

Dokter bernama Yoon Ah-ra itu terlihat kaget karena tiba-tiba aku sadar dan memegang tangannya. “Jangan banyak bicara, kalau tidak anda akan semakin banyak kehilangan darah.”

“Yeoja itu−dimana?” Tanyaku semakin memaksa.

“Maaf. Jantungnya mengalami trauma berat akibat kecelakaan itu. Saat ini kondisinya antara hidup dan mati, tinggal menunggu waktu. Mungkin dia sudah tak bisa tertolong kecuali dilakukan tranplantasi jantung”

Apa? Hyo-rin tak tertolong? Ya Tuhan.. Ini salahku.. Bagaimana dengan kak Hyun-joong kalau terjadi apa-apa dengan Hyo-rin? Bagaimana dengan keluarganya? Aku tak akan bisa memaafkan diriku sendiri.

“Dokter−katakan padaku, tentang kondisiku. Jujurlah.” Aku punya ide gila.

“Ehm.. kritis.. Biarpun anda bisa selamat menghadapi kondisi saat ini, kemungkinan besar anda akan mengalami kelumpuhan bahkan koma pasca operasi.” Hah! Itu sama saja dengan mati, batinku.

“Dokter, aku−punya satu permintaan. Jantungku masih−baik-baik saja kan? Tolong−transpantasikan pada yeoja itu!”

“Apa?”  Dokter Ah-ra tertihat terkejut dengan permintaanku.

“Aku memaksa, Dokter.”

Ini adalah jalan terbaik. Lebih baik aku yang pergi. Toh biarpun aku selamat, aku sama saja dengan orang mati karena tidak bisa melakukan apa-apa. Lebih baik Hyo-rin yang selamat  dan meneruskan hidupnya.

Tiba-tiba aku merasa sulit bernafas dan mulai kejang. Para perawat dan dokter mulai panik melihat kondisiku. Aku yang tahu kondisiku sendiri, sepertinya aku akan segera mati. Perlahan pandangan mataku kabur,kesadaranku mulai hilang.

“Siapkan obat dan peralatan operasi transplantasi jantung! Kita akan transplantasikan jantung pasien ini pada pasien Hyo-rin yang ada disana. Ini permintaan pasien sendiri, cepat!” Samar-samar aku mendengar perintah dokter Ah-ra pada perawat dan dokter lain yang ada diruangan itu. Tuhan, kalau memang ini sudah akhir waktuku, ijinkan aku berguna untuk orang lain untuk yang terakhir kali. Terlintas bayangan orang-orang yang aku sayangi, Omma, Appa, hyung, maafkan aku, aku pergi lebih dulu, aku menyangi kalian. Hyo-rin, teruskan hidupmu dan berbahagialah selalu, aku mencintaimu..


Beberapa hari kemudian…

-Shin Hyo-rin, Seoul Medical Center-

Hei pemalas, bangunlah…kau sudah tidur terlalu lama..

Ergh.. erangku pelan. Aku bermimpi mendengar suara kak Hyun-joong yang menyuruhku bangun. Hmm.. aku memang merasa sudah tidur terlalu lama. Perlahan aku mencoba membuka mataku. Berat sekali...

Setelah berhasil membuka mata, aku mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke mataku dengan sedikit mengerjab-ngerjab. Yang pertama kali kulihat adalah langit-langit berwarna putih. Aku dimana?Batinku. Aku melihat sekeliling, semua serba putih. Apa aku disurga? Sepertinya bukan. Saat aku mencoba menggerakkan tangan kananku, saat itulah aku sadar ada seseorang yang sedang duduk tertidur dengan meletakkan kepalanya diranjangku, sambil memegang tanganku.

“Kak Hyun-joong?” Ucapku pelan. Awalnya Kak Hyun-joong tetap saja tertidur. Kemudian aku mencoba mengggerakkan tanganku. Merasakan gerakan tanganku yang dia genggam, dia sedikit terbangun. “Kak Hyun-joong..” Panggilku sekali lagi.

Mendengar suaraku dia terbangun dengan kaget. “Hyo-rin, Chagi, kau sudah sadar! Tuhan.. Syukurlah..” Dia sedikit berkaca-kaca saat mengatakan itu.

“Aku dimana Kak? Kenapa aku disini?” Tanyaku.

“Kau di rumah sakit Chagi.. Kau mengalami kecelakaan..” Jelasnya. “Sebentar, aku akan memanggil dokter dan menghubungi keluargamu. Jangan banyak bergerak yah!” Kak Hyun-joong berbegas keluar dari ruangan tempatku dirawat.

Kecelakaan? Kapan? Batinku. Aku sedikit mengingat-ingat. Tiba-tiba saja memoriku tentang malam itu terlintas dibenakku. Hyung-joon dan aku naik motor, ada truk besar, dan kami menabraknya.

“Errgh!” Aku mengerang sambil memegang kepalaku yang tiba-tiba sakit saat mengingat kejadian itu. Bertepatan dengan itu dokter masuk diiringi keluargaku.

“Omma…Appa…” Entah kenapa aku merasa sangat merindukan mereka. Aku merasa sudah lama sekali tidak bertemu kedua orang tuaku itu.

“Sayang… Kau sudah sadar…” Omma berlari dengan menangis dan langsung memelukku.

“Kami semua sangat mengkhawatirkanmu sayang… Syukurlah kau sudah kembali di antara kami.” Ucap Appaku sambil mengelus kepalaku.

“Maafkan aku..” Kataku lemah.

“Maaf Tuan, Nyonya. Kami harus memeriksa kondisi pasien terlebih dahulu.” Sela seorang dokter wanita.

“Oh, iya tentu saja dokter Ah-ra, silahkan.” Kemudian dokter wanita bernama Ah-ra itu mendekatiku dan mulai memeriksaku.

“Annyeong Hyo-rin ssi, aku Yoon Ah-ra, panggil saja dokter Ah-ra.”

“Ah.. Annyeong dokter Ah-ra. Apa dokter yang selama ini menanganiku? Terima kasih.” Aku menggangguk hormat padanya.

“Tidak perlu begitu, itu sudah kewajiban kami. Bagaimana perasaanmu? Apa kau merasakan sesuatu yang tidak nyaman terutama di daerah dada kirimu?” Tanya dokter Ah-ra. Dada kiri? Memangnya  aku kenapa?

“Tidak dokter, aku merasa nyaman-nyaman saja.”

“Baiklah. Aku akan memeriksa kondisi umummu.” Dokter Ah-ra kemudian memeriksa tekanan darahku, detak jantungku, juga pernafasanku. “Aku rasa semuanya normal. Sebentar lagi kau pasti akan segera diperbolehkan pulang.”

“Terima kasih dokter.” Ucapku. Setelah dokter Ah-ra dan perawat pergi, akhirnya aku mengatakan apa yang aku pikirkan dari tadi. “Kak Hyun-joong, Joonie mana?”

Deg.. entah kenapa jantungku berdebar lebih keras saat mengingat Hyung-joon. Kuperhatikan wajah orang tuaku dan kak Hyun-joong sedikit menegang. Setelah tidak ada yang berkata, kak Hyun-joonglah yang bicara.

“Joonie sudah pulang. Nanti kalau kau sudah sembuh, kita akan menemuinya. Sekarang beristirahatlah.” Kak Hyun-joong kemudian mengusap kepalaku dan mencium keningku. Entah kenapa aku melihat kegetiran di wajahnya saat kak Hyun-joong berbicara. Sepertinya ada sesuatu yang tak beres. Tapi aku diam saja. Aku yakin kalau memang terjadi sesuatu mereka pasti akan memberitahuku.

“Ya, baiklah. Aku harap dia baik-baik saja.”

“Dia memang sudah tidak apa-apa. Jangan terlalu dipikirkan.” Ucapnya. Sekali lagi aku menangkap kesan kesedihan diwajah kekasihku itu. Ada apa sebenarnya?


-Kim Hyun-joong pov-

 “Kak Hyun-joong, Joonie mana?” Tanya Hyo-rin.

Akhirnya dia menanyakan itu padaku. Pertanyaan yang sebisa mungkin ingin aku hindari. Bagaimana aku harus menjawabnya? Tidak mungkin aku mengatakan pada Hyo-rin kalau adikku meninggal dan jantungnya ditransplantasikan padanya. Tidak untuk saat ini. Akhirnya aku hanya menjawab bahwa Hyung-joon sudah pulang.

Aku masih sangat depresi saat mengingat hari itu. Hari ketika aku bertengkar dengan Hyo-rin, hari kecelakaan mereka.

Flash back
“Yoboseyo?” Sapaku pada seseorang yang menelpon ke rumah tengah malam.

“Apakah benar ini kediaman Kim Hyung-joon?”

“Ya, benar. Aku kakaknya. Apakah terjadi sesuatu?” Tiba-tiba perasaanku menjadi tidak enak.

“Kami dari Seoul Medical Center. Adik anda mengalami kecelakaan di jalan raya dan saat ini sedang menjalani perawatan.”

“Mwo? Kami akan segera kesana. Terima kasih.” Aku bergegas menutup telepon dan membangunkan kedua orang tuaku. Kami segera menuju ke rumah sakit. Astaga… Hyo-rin! Hyo-rin sedang bersama adikku karena aku meminta adikku menjemput Hyo-rin. Jangan-jangan mimpiku tadi… Aku semakin panik! Ya Tuhan…selamatkan mereka berdua…

Sesampainya di rumah sakit, semua sudah terlambat. Saat kami panik di depan meja resepsionis rumah sakit, ada sesorang dokter wanita menghampiri kami.

“Permisi, aku dokter Yoon Ah-ra. Apa kalian keluarga dari Kim Hyung-joon?”

“Ya, benar. Saya ayahnya. Bagaimana keadaan anak saya dokter?”

“Mari, kita bicara diruangan. Silahkan ikuti saya.” Kemudian kami bertigapun mengikuti dokter bernama Ah-ra itu. Ibuku tidak bisa berhenti menangis dan menanyakan dimana Hyung-joon padaku. Dia terus saja memegang tanganku dengan gemetar. Setelah kami semua duduk, Dokter Ah-ra mulai berbicara.

“Maafkan kami, kami sudah berusaha tapi kami tidak bisa menyelamatkan Hyung-joon. Saat dibawa kesini kondisinya sudah sangat parah dan kritis. Dan atas permintaan terakhirnya, kami telah mentransplantasi jantungnya pada seorang yeoja bernama Hyo-rin yang kecelakaan bersamanya. Yeoja itu mengalami trauma berat di bagian dada dan jantungnya hampir berhenti berdatak. Kami sangat menyesal dan turut berduka cita.”

Setelah mendengar penjelasan dokter Ah-ra ibuku langsung histeris dan jatuh pingsan. Ayahku mencoba terlihat tegar, tapi aku tahu dia syok. Sedangkan aku? Jangan tanya perasaanku. Aku telah kehilangan adikku, dan hampir kehilangan kekasihku juga. Adikku itu telah menyelamatkan kekasihku dengan memberikan jantungnya..
Flash back end


-Shin Hyo-rin-

Malam ini kak Hyun-joong menemaniku lagi di rumah sakit. Dia memaksa kedua orangtuaku pulang untuk beristirahat.

“Kak, apa kau tak capek? Pulanglah.”

“Aku tak mungkin meninggalkanmu sendirian disini Chagi.. Aku akan menemanimu..” Ucapnya sambil tersenyum menenangkanku. Aku senang sekali dia disini.

“Kak, maafkan aku. Waktu itu aku terlalu kekanakan hingga marah padamu.”

“Sudahlah, aku tidak marah lagi. Saat itu aku juga salah. Sekarang tidurlah yang nyenyak.” Kemudian kak Hyun-joong mencium keningku sebagai ucapan selamat malam. Setelah itu akupun jatuh tertidur.

Dalam tidurku aku bermimpi bertemu dengan Hyung-joon. Wajahnya terlihat begitu bahagia. Namja itu menganakan kaos polos berwarna putih dan celana jeans biru favoritnya.

“Hei yeoja bodoh!” Panggilnya sambil tertawa kapadaku. Kurang ajar sekali namja ini, enak saja memanggilku bodoh!

“Hya! Kemari kau, enak saja mengataiku begitu!”

“Hahahah..” Dia hanya tertawa. “Kemarilah, duduk disampingku.”

“Dimana ini?” Tanyaku sambil memandang berkeliling. Kami seperti berada di sebuah ruangan sangat besar berwarna putih. Aku tidak bisa menemukan dinding, pintu, ataupun benda lain disekitarku. Hanya ada kursi berwana biru yang saat ini aku duduki bersama Hyung-joon.

“Menurutmu dimana?” Ucapnya sambil terkekeh. “Maaf baru sekarang aku mengunjungimu. Bagaimana kabarmu?”

“Hya! Kau bilang ini mengunjungi? Datanglah ke rumah sakit bodoh! Kakakmu saja tiap hari menemaniku.” Olokku.

“Hahahah.. Maafkan aku, aku tidak bisa datang begitu saja ke rumah sakit sekarang..”

“Memangnya kenapa?” Tanyaku penasaran.

“Sudahlah, hal itu tidak penting. Sekarang katakan padaku, apa kau bahagia?” Dia bertanya sambil menatap lurus padaku. Aku merasa sedikit aneh dengan pertanyaan itu.

“Ya−yeah, aku bahagia.” Namja itu masih saja menatapku.

“Kau yakin?”

Okeh.. dia mulai bertingkah aneh. Aku mulai takut. “Tentu saja, kenapa aku harus tidak bahagia?” Ucapku mencoba meyakinkannya.

“Syukurlah kalau begitu, benar-benar melegakan.” Namja itu kemudian bersandar pada kursi.

“Hya! Sebenarnya ada apa? Kenapa kau bertanya begitu?” Aku mulai sedikit sebal karena sepertinya Hyung-joon menyembunyikan sesuatu dariku.

“Tidak apa-apa Hyorin… Aku hanya begitu senang mendengarmu bahagia.” Hyung-joon menatapku sembari tersenyum. “Kalau kau bahagia, aku tidak menyesal memberikan itu padamu.”

“Memberikan apa?”

“Memberikan itu..” Katanya sambil menunjuk dada kiriku.

“Apa maksudmu? Aku tidak−“ Ucapanku  terhenti karena mendengar bunyi alarm dari suatu tempat. “Suara apa itu?”

“Sial! Waktuku sudah habis Hyo-rin, aku harus segera pergi.” Hyung-joong terlihat sedih.

“Tapi kau mau kemana?” Aku benar-benar bingung. Pertama, perkataannya yang tidak jelas. Kedua, tiba-tiba saja dia harus pergi hanya karena sebuah suara alarm.

“Ke tempat dimana aku seharusnya berada.” Kemudian dia memelukku. “Selamat tinggal Hyo-rin. Hiduplah untukku dan berbahagialah. Jaga jantungku baik-baik, aku mencintaimu..” Hyung-joon melepas pelukannya, tersenyum padaku, dan kemudian berjalan menjauh dariku.

“Hya! Kim Hyung-joon! Kembali kesini dan jelaskan semuanya padaku! Hya!” Dia semakin jauh. Aku mencoba menggerakkan kakiku untuk mengejarnya tetapi tidak bisa. Aku seperti menempel dilantai tempatku berdiri. “Hya!” Teriakku sekali lagi padanya, tapi Hyung-joon terus saja berjalan tanpa menoleh sedikitpun padaku. Dan kemudian, perlahan semuanya menjadi gelap…

Aku terbangun. Aku berusaha mengingat mimpi itu. Mengingat perkataan Hyung-joong mengenai, jantung. Dan kemudian, seakan ada seseorang yang tiba-tiba menyalakan lampu dibenakku, aku mengerti semuanya. Perlahan aku menggerakkan tanganku dan menyentuh dada kiriku. Kurasakan detak jantungku. Bukan, bukan jantungku, tapi jantung Hyung-joon yang berdetak dalam tubuhku. Tanpa sadar air mataku mengalir, aku tidak bisa menahannya lagi.

“Chagi.. Kau tidak apa-apa? Kenapa kau menangis?” Kak Hyun-joong menghampiriku. Wajahnya terlihat begitu cemas.

“Kak, katakan padaku, dimana Hyung-joon?” Aku memberikan penekanan pada setiap kata-kata dalam pertanyaanku. Mendengar itu kak Hyun-joong terlihat tegang.

“Hyung-joon−dia ada di−“

“Katakan padaku yang sejujurnya kak!” Bentakku. Aku benar-benar sudah tidak tahan karena tidak tahu apa-apa. “Apa benar dia sudah meninggal?”

Kak Hyun-joong terlihat benar-benar terkejut. “Dari mana kau−“

“Katakan saja iya atau tidak?”

“Yah benar, Joonie sudah meninggal. Dia sudah tidak ada.” Akhirnya kak Hyun-joong menyerah.

“Jantung ini, jantungnya kan?” Tanyaku lagi.

“Iya. Jantung Joonie ditransplantasi padamu karena jantungmu sendiri mengalami trauma berat dan tidak bisa diselamatkan.”

“Jadi−seharusnya aku mati. Kalau bukan karena jantung Hyung-joon, aku mati kak.. Aku mati…” Kemudian tangisku pecah. “Kalau bukan karena aku, Hyung-joon pasti masih hidup. Aku yang membuat Hyung-joon mati kak..” Aku menangis semakin menjadi-jadi, bahkan sampai berteriak. Kak Hyun-joong hanya memelukku, mencoba menenangkanku.

“Tenanglah Hyo-rin, Joonie tahu apa yang dia lakukan.” Aku masih saja berteriak dan menangis seperti orang gila. Kegilaanku baru mereda setelah seorang perawat datang dan menyuntikkan obat penenang padaku.

“Kak, semua salahku. Hyung-joon mati karena aku..” Kataku lemah. Sepertinya obat itu mulai bekerja, kurasakan aku sedikit mengantuk.

“Jangan bicara yang tidak-tidak. Yang penting sekarang kau selamat, kau hidup. Dan aku bahagia karena itu Chagi.. Sekarang tidurlah.” Kurasakan kak Hyun-joong menggenggam tanganku. Perlahan mataku menutup dan akupun tertidur.


1 bulan kemudian…

-Shin Hyo-rin,  Seoul University-

Hari ini hari upacara kelulusanku. Duduk disampingku adalah sahabatku, Yoo-hee. Bukan hanya menjadi sahabatku, sejak keluar dari rumah sakit, yeoja itu berfungsi ganda sebagai pengawas sekaligus perawatku saat diluar rumah seperti saat ini. Karena transplantasi jantung itu, aku menjadi mudah lelah. Dan ketika itu terjadi aku pasti langsung sesak dan pingsan. Karena itulah Yoo-hee selalu mengingatkanku untuk tidak terlalu banyak melakukan pekerjaan.

“Hei, apa aku terlihat cantik?” Yoo-hee memandangku dan meminta pendapatku. Dia kemudian sibuk merapikan rambutnya.

Aku tertawa geli melihat tingkah sahabatku itu. “Hya! Sejak kapan kau jadi genit begini? Kau sudah cantik dari dulu Yoo-hee..”

“Ini kan upacara kelulusan, aku harus terlihat sempurna.” Sahutnya.

“Astaga.” Aku hanya bisa tertawa. Aku menoleh kebelakang, disana aku menemukan kekasihku sekaligus tunanganku, kak Hyun-joong, tersenyum cerah padaku. Disampingnya ada kedua orang tuaku. Mereka berdua juga terlihat bahagia, syukurlah..

Ya, aku memang sudah bertunangan dengan kak Hyun-joong. Hari aku keluar dari rumah sakit adalah hari dia melamarku. Aku senang sekali, benar-benar senang. Tapi aku punya permintaan kecil untuknya. Sebagai cincin tunangan, aku ingin memakai cincin bermata bintang yang dulu Hyung-joon berikan padaku. Dan kak Hyun-joong setuju. Dengan begitu aku berharap kami akan selalu mengingatnya.

Kuperhatikan cincin yang kini melingkar di jari manis tangan kiriku itu. Cincin bermata bintang, yang dulu dibeli Hyung-joon untuk kekasihnya atas rekomendasiku. Tapi akhirnya cincin itu diberikan padaku, saat dia menyatakan perasaannya padaku. Joonie, apa kau melihatnya dari sana? Aku memakai cincin pemberianmu. Apa kau juga ingat? Kau menyuruhku memakainya kalau aku memang ada perasaan yg sama terhadapmu. Ku akui, saat ini aku memang mempunyai perasaan cinta untukmu.. Jantungku berdetak lebih keras, aku rasa Hyung-joon memang merasakannya.

Kalau bukan karena Hyung-joon, aku tidak akan berada disini, ikut upacara kelulusan ini. Kalau bukan karena Hyung-joon, aku tidak akan bersatu dengan orang yang aku sayangi. Kalau bukan karena Hyung-joon, aku tidak akan hidup!

Terima kasih Joonie, kau rela memberikan hidupmu untukku, memberikan jantungmu. Aku ingin kau tahu kalau aku juga mencintaimu.

Kak Hyun-joong, maafkan aku.. Aku memang sangat mencintaimu, sangat menyayangimu. Kau adalah cinta pertamaku. Tapi ijinkanlah aku menyisakan sedikit bagian ruang hatiku untuk adikmu, untuk mencintainya, mencintai penyelamat hidupku. Sekali lagi maafkan aku..

“Chagi, kau tidak apa-apa? Apa kau capek? Kau terlihat lesu dari tadi.” kak Hyun-joong menghampiriku di tempat dudukku. Upacara kelulusan sudah selesei dan saat semua orang sedang sibuk berfoto.

“Aku tidak apa-apa kak, aku baik-baik saja.” Ucapku menenangkannya. Tunanganku itu terlihat masih ragu, aku hanya tersenyum sambil menggenggam tangannya. “Aku baik, sungguh..” Saat itulah dia baru terlihat sedikit rileks.

“Apa kau ingin kita pulang sekarang?” Tawarnya

“Hya! Ini hari kelulusanku. Tidak setiap hari aku seperti ini.. Masak kakak tega mengajakku pulang. Biarkanlah sebentar lagi aku menikmati saat-saat ini..”

“Hahahah.. Baiklah, maafkan aku.. Berkumpulah dengan teman-temanmu, Yoo-hee akan menjagamu untukku. Bukan begitu Yoo-hee?”

“Tentu saja, aku kan babysitternya.” Yoo-hee berkata menyombongkan diri.

“Kau pikir aku bayi hah?” Olokku.

“Kapan kalian menikah? Aku harus menjadi pendamping mempelai wanita, kau tahu? Awas saja kalau tidak.” Ancam Yoo-hee padaku.

“Entahlah..” Jawabku sekenanya.

“Secepatnya!” Sahut kak Hyun-joong. “Aku sudah tidak sabar menjadikan yeoja ini sebagai istriku.” Kemudian dia merangkul pundakku.

“Hya! Aku masih ingin menikmati masa lajangku kak!”

“Untuk apa? Aku sudah punya semuanya, kau hanya perlu menjadi Ny. Kim dan menikmatinya.”

“Cih, yang benar saja!” Kami bertigapun tertawa lepas. Yah, aku ingin menikmati saat-saat ini. Saat-saat indah yang Hyung-joon berikan padaku. Terimakasih Joonie, terima kasih atas kesempatan hidup yang kau beri untukku. Aku akan menjaga jantungmu baik-baik..Oh iya, aku mau mengatakan ini, aku mencintaimu..


FIN


Fiuuh…akhirnya selesai juga #author kipas-kipas.
Maaf kalo endingnya gaje, keluarnya juga lama. Maklum author amatir, suka labil.. :p
Terima kasih buat keluarga elfanfic yang sudah mw baca walaupun castnya bukan anak Suju #sekali lagi, emang dasarnya author labil,wkwkwkwk.. :D
Buat sesepuh Lee Yoo-hee, terima kasih wejangan2nya. Tak lupa buat senior Park Dae-jia am sist Kang Hea-in, kalian inspirasiku. Sekali lagi terima kasih banyak, jeongmal gomawo.. ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar