Senin, 23 Januari 2012

FF PROTECT MY NAMJA- Chap. 1 Subtittle : Getting Trouble

Hallow para Cassie…. Para JYJ lovers tepatnya.

Sebenernya ini FF request-an yang udah sekian lama di request tapi baru terealisasi sekarang. Biasanya author yang selalu berkutat sama FF bercast member Super Junior tapi dengan segala keberanian hati #halahh kaya apa aja… akhirnya berani juga bikin yang dari JYJ….
tapi perlu diingatkan karena saya bukan Cassiopea atau JYJ lovers jadi ngga ngerti bener-bener character mereka…
terutama para Herotic

sooo kl ada yang ngga sreg sama charanya salahkan yang minta request yaa…. Hahaha
*dicekek Jae Joong*

Yang lainnya, yang ada disini hanyalah khayalan liar author…jd kl digoogling juga ngga bakalan ada….

Ywdh cekidot ajalah….hasil observasi sama penulisan saya,,,mudah2an bisa tergerak menjadi Cassie mengingat author dan Yunho sudah saling kesetrum
#apadeh
Happy Reading All ^^



FF PROTECT MY NAMJA- Chap. 1

Subtittle : Getting Trouble
Genre : Romance, Action

Cast :

Kim Jae Joong
Julian Han

Special Appearance :
Park Seung Mi
Won Bin

Rated : PG 17



****


~ Seoul, Roof top Samsung-Dong Building, Friday 22 July 2011, 21.20 PM
Seorang wanita memakai leather suit hitam, rambut coklatnya tersisir rapi kebelakang tengah keluar dari pintu akses menuju atap gedung ini. Dia menenteng sebuah koper persegi panjang pipih dan segera berjalan menuju tepi atap.

Gadis ini menyimpan kopernya kemudian mengeluarkan sebuah teropong jarak jauh dengan penglihatan infra merah untuk ‘night vision’ kemudian mengamati keadaan sekitar dengan teropongnya. Dia memperhatikan setiap sudut pandangan dengan teliti, mengamati situasi sebelum melaksanakan pekerjaannya.

Setelah dirasakan situasinya aman, kemudian dia membuka isi koper pipih tersebut dan mengeluarkan bagian-bagian senjata sniper PSG-1 yang masih terpecah-pecah. Dengan mudah dia menyusun satu persatu bagian senjata hingga semuanya terbentuk sempurna.

Terakhir dia memasang peredam suara dan lensa jarak jauh di senapannya.
‘klik…crek… ‘
isi peluru dalam magazin telah dipasang sempurna ke badan senjata.
Ia mengeluarkan ponsel mini lalu memijit sebuah tombol…

“I’m ready” ucapnya singkat kemudian memutuskan kontak.

Si gadis mulai membidikkan senapan ke arah sasaran, lokasinya berada di seberang gedung tempatnya menembak, menuju ke sebuah pintu lobby di bawahnya. Dengan penuh kesabaran dia menunggu seseorang keluar dari sana.

****


Lantai 53
Seorang pria memakai berpakaian casual berblazer putih, baru saja masuk ke dalam ruang apartemen yang didominasi warna kayu coklat tua dan merah. Interior yang modern yang sengaja didesain khusus, yang diperuntukkan untuk tempat tinggal seorang pria single yang mapan dan kaya.

Pria itu menunjukkan wajah yang lelah saat menyimpan sembarangan kunci mobilnya di meja ruang tengahnya. Dia membuka blazer yang dikenakannya, hingga menyisakan kaos sleeveless warna abu yang masih melekat di tubuhnya.

Merasa penat dan memerlukan sentuhan angin, dia membuka lebar jendela apartemennya hingga udara malam yang sejuk masuk dengan leluasa ke ruangan itu. Ia menghirup nafas beberapa menit untuk memenuhi paru-parunya dengan udara luar.

Ia berjalan menuju bar mini dan membuka kulkas khusus yang terletak disebelahnya, lalu mengambil sebotol soju dingin, ditempelkannya botol tersebut ke pipinya untuk sedikit memberikan efek segar diwajahnya.

Lalu dengan santai dia menghempaskan tubuhnya di empuknya sofa dan duduk senyaman mungkin, menikmati soju dingin seraya memandang ke arah jendela yang menyajikan pemandangan kota Seoul saat malam.


****


 - Roof Top -
Memicingkan mata siaga, si gadis ini masih bertahan dengan posisi snipernya. Seolah menunggu waktu yang tepat untuk menangkap mangsanya. Sesaat kemudian ia memantapkan posisinya, saat yang ditunggu-tunggu sedari tadi telah muncul di bawah sana.

Sementara itu, sang gadis tidak menyadari bahwa ponsel mininya berkedip tanda ada pesan masuk….

Merasa arah target telah dikunci, tanpa ragu dan berwajah dingin serta sangat fokus, gadis ini menarik kokang senjata dan…..

“aaaaarrrgghhh……” suara jeritan samar terdengar di bawah seberang gedung, dan terlihat seorang pria gendut berpakaian jas rapi tengah memegang dadanya, peluru jarak jauh yang ditembakkan gadis itu berhasil menembus jantungnya.

Beberapa  bodyguard yang melindungi sang korban, mengeluarkan senjata api tanda siaga. Mereka mengedarkan pandangan setajam elang berusaha menebak tempat asal tembakan.

Setelah menyelesaikan eksekusinya, si gadis menoleh pada ponsel mini yang tergeletak disampingnya.

Dibacanya pesan tersebut “Abort the mission. Your location detected. Plan B”

Sesaat setelah membaca pesan tersebut, si gadis tampak terkejut tapi tetap tenang melaksanakan kegiatan yang telah diatur rapi, “Plan B” tersusun dalam benaknya tentang langkah yang harus dilakukan sesudah eksekusi.

Dia mengeluarkan sebuah bola sekuran kelereng besar dalam tas selempangnya, lalu dimasukkan semua senjata berikut bola tersebut dengan cepat. Setelah itu dia mengeluarkan alat semacam sarung tangan tebal yang di bagian telapak  telah dipasang karet khusus agar si pemakai dapat menempel pada sebuah kaca dan bergerak seperti cicak.

Dia memasang alat tersebut di tangan berikut lututnya lalu segera loncat dari atap gedung menuju ke bawah.  Bersamaan dengan lompatan si gadis, kotak senjata yang sengaja ditinggalkannya tersebut meledak di dalam, suaranya tidak terlalu memekakkan telinga karena benda itu adalah bom redam.

Koper tersebut hanya melontar ke atas sekitar satu meter tapi tidak merusak penampilan koper itu dari luar. Hanya saja bisa dipastikan isi dari koperlah yang hancur melebur.

Pondasi gedung yang memiliki dak berlapis membuat si gadis tersebut dengan mudah melompat ke setiap dak lantai. Hingga akhirnya dia berhasil menemukan dinding gedung yang dilapisi kaca. Dia mulai merayap dengan cepat menuju ke bawah, tapi dari arah gedung lain, sebuah titik merah mengenai punggungnya.

Gerakan si gadis yang cepat membuat titik merah itu meleset dan dalam hitungan sedetik, sebuah peluru yang berasal dari senjata sniper  menembus pinggang gadis itu. Merasa sesuatu mengoyak pinggangnya, si gadis tampak kesakitan tapi ia mampu bertahan.

Sebelah tangannya terlepas dan menyisakan setengah badannya masih menempel di dinding kaca. Dengan segenap kekuatan fisik yang masih dimilikinya si gadis dengan cepat merayap ke bawah. Keringat dingin dengan cepat menjalar di sekitar dahinya, dia mengigit bibirnya bawahnya tanda menahan sakit.

ppssstt… jleb…

sebuah peluru kembali dilesatkan namun kali ini meleset, peluru nyaris mengenai telinga kirinya. Wajah si gadis pun berubah panik.  Dengan segala kekuatan untuk mempertahankan diri dia bergerak cepat menuju ke bawah gedung. Tapi kali ini pemikiran lain menghantui pikirannya ‘bagaimana bila si sniper itu terus menembaknya? Dan mengenai punggungnya?’ dan kemudian dia melihat disampingnya ada celah untuk menyelamatkan diri, sebuah jendela kamar apartemen yang terbuka lebar….

****

- Lantai 53 -


Oh baby tell me why you act so strange

But tonight I don’t need a damn explain
hajiman, imi nan, modu algo isseosseo nan…. Ponsel milik Kim Jae Jong berdering….

“Ne…Jun Su-ah, tidak…aku ada di rumah, wae?” jawab Jae Joong

“Jungie…kau yakin tidak ingin ikut kita ke Gwangju? Aku dan Yoon Chun berangkat besok pagi”

“Tidak…aku akan menyelesaikan aransemen laguku. Paling aku akan berkunjung ke rumah eomma. Kalian berliburlah, lumayan kan 2 hari”

“Ya sudah kalau begitu, susul kami ya..”

“Ne…selamat bersenang-senang…” ucap Jae Joong mengakhiri pembicaraannya.

Masih dengan tersenyum dia membalikkan badannya untuk menuju ke arah dapur, dan alangkah terkejutnya dia saat seorang gadis dengan wajah kusut serta nafas tersengal-sengal setengah membungkuk dengan sikap siaga---berdiri di depan matanya!!

“Kau…kau…siapa?” tanya Jae Joong heran.

Alih-alih menjawab gadis itu malah semakin masuk ke dalam ruangan dengan raut tampak kesakitan.  Tangan kirinya menahan luka di pinggangnya, wajahnya sudah berubah pucat dengan butiran keringat sebesar biji jagung menetes di dahinya.

“Tolong aku…” pinta si gadis itu lirih.

Jae Joong yang masih terpaku dalam keterkejutannya hanya bisa diam dengan binggung, dia menatap gadis itu tak berkedip bagai melihat sesosok hantu. Dia hantu atau manusia? Bagaimana dia bisa masuk ke dalam kamar, ini ada di lantai 53. Apa dia masuk kesini dengan melayang? Jae Joong tanpa sadar bergidik.

“Kau…kau punya antibiotik?” tanya gadis itu, tak perduli dengan tatapan heran Jae Joong.

“Heh?” Jae Joong tersadar…sejurus kemudian dia malah berjalan menuju jendela dibandingkan dengan memenuhi permintaan gadis itu. Kepalanya dijulurkan ke luar jendela untuk memeriksa jendelanya yang terbuka lebar secara seksama, berusaha mencari petunjuk penting bagaimana si gadis ini bisa masuk. Apa gadis ini terjatuh dari helikopter? Tapi dia tidak mendengar suara helikopter terbang.

Atau memakai parasut? Tapi dia tidak melihat bekas parasut berada disana. Masih dengan heran bercampur terkejut, dia membalikkan badan untuk bertanya pada gadis itu. Tapi keterkejutannya bertambah kala gadis itu sudah berada di bar mini, lalu membuka jaket leather suitnya dan menarik ke atas kaos sleeveless hitamnya.

Tersibaknya pakaian gadis tersebut menampakkan kontras kulit perutnya yang berwarna putih dengan darah yang deras membanjiri luka pinggangnya. Si gadis tampak kesakitan namun ia tidak mengeluh dan tanpa mengeluarkan sebuah erangan pun.

Bahkan dia cenderung tenang, dia meraih botol brandy di dalam lemari bar tempat menyimpan minuman milik Jae Joong, lalu menguyurkan cairan alcohol itu ke atas lukanya.
Dia mengigit bibir bawahnya menahan sakit dan perih kala alcohol itu meresap ke dalam lukanya.

“Agashi? Gwenchanayo?” tanya Jae Joong mendekati gadis itu.

Gadis itu mendonggak seraya meringgis “kau punya antibiotik?” tanyanya.

“Apa perlu ku telepon ambulance? Rumah sakit?” sergah Jae Joong.

“Tidak… Anti biotik, tolong…”

“Ehh…tapi kau harus ke rumah sakit”

Gadis itu melayangkan tatapan sedingin mungkin membuat Jae Joong mengigil ngeri. Ada aura dingin yang melingkupi gadis ini, seolah manusia tanpa nurani. Merasa harus menghindari tatapan gadis itu Jae Joong segera beranjak dan memenuhi permintaan gadis itu untuk mencari obat antibiotik.

Masih dengan perasaan tak masuk akal yang memenuhi pikirannya, bagaimana mungkin seorang gadis yang sedang terluka tiba-tiba memasuki ruang apartemennya. Dan dia dengan santai berusaha mengobati lukanya sendiri, tanpa mau di bawa ke rumah sakit. Kecuali kalau memang dia itu sangat anti rumah sakit…atau…jangan-jangan dia adalah seorang penjahat yang melarikan diri?


Gadis ini tampaknya sangat berbahaya tapi mengapa perasaanku mengatakan bahwa gadis ini tidak akan mencelakanku. Ia hanya sedang terluka dan membutuhkan pengobatan sesegera mungkin. Tapi masih saja kejadian ini sangat mengejutkannya, kejadian langka yang membuatmu binggung setengah mati dan membuatmu gemetar tidak jelas.
Akhirnya ia memutuskan meraih kotak obat yang terdapat di dapurnya dan mulai mencari. Biasanya ia tidak pernah melakukan hal ini, mencari-cari obat. Semuanya dilakukan oleh asistennya Yan Soo, termasuk menyuplai vitamin-vitamin untuk daya tahan tubuhnya.

“Cari yang belakangnya, xil, lin, min….” seru gadis itu tak sabar dia menekan lukanya dengan tissue yang sudah berubah warna menjadi merah. Entah berapa lembar tissue kini berserakan di lantai barnya. Semuanya berwarna merah, membuat pemandangan berubah mengerikan.

Dengan gelagapan Jae Joong berhasil menemukan tabung obat yang bertuliskan cefadroxil… “xil…sepertinya ini, belakangnya xil…” gumamnya. Lalu dengan cepat dia menyerahkan tabung itu pada si gadis.

Dia menyambar cepat lalu membaca tulisan di tabungnya, tanpa ucapan terima kasih yang diharapkan Jae Joong---yang masih dikuasai panik. Dia membuka tabung tersebut dan melepaskan kaplet pembungkus menjadi dua bagian, sehingga serbuk nya dapat disebarkan ke bagian yang luka.

“Bantu aku…” perintah gadis itu menyerahkan tabung obat. Jae Joong masih linglung.

“Taburkan lagi! ini akan mengurangi infeksi” tambahnya.

“Bukankah lebih baik bila ku panggilkan dokter atau ke rumah sakit” tawar Jae Joong, seraya kembali menaburkan obat dengan pandangan ngilu, seolah dia merasakan sakit yang menusuk kala melihat lubang bekas peluru tersebut.

“Berani kau membawaku ke rumah sakit, atau menelepon siapapun juga…Kau Mati!!” ancam gadis itu sebagai balasan tawaran Jae Joong.

“Heh?” reaksi Jae Joong, tidak menduga mendapatkan ancaman seperti itu.

Gadis itu menarik tabung obat dari tangan Jae Joong lalu bangkit berdiri---walau masih tertatih tapi dia mempunyai daya tahan sakit yang cukup hebat sehingga dapat berdiri tegap.

“Dimana kamar mandimu?” tanyanya dingin.

Jae Joong menunjukkan sebuah ruangan di sebelah kirinya dan si gadis itu menuruti berjalan kesana. Di balik punggung gadis itu Jae Joong mencoba menghubungi rumah sakit, tanpa sepengetahuan gadis itu.

“Yoboseyo..ya..rumah sakit---“

Sepersekian detik hubungan telepon Jae Joong putus, ponsel yang semula masih berada di tangan Jae Joong ternyata sudah terlempar jauh beberapa meter dari tempatnya berdiri. Dan sang ponsel tergeletak merana di lantai. Seingat Jae Joong, matanya sempat menangkap sebuah lemparan benda mengkilat yang sangat cepat telah menghantam ponselnya sehingga terlepas dari genggamannya.

Dia menurunkan sedikit tangannya dan memandang heran pada arah sang pelempar. Gadis misterius itu!! Dia menatap wajah sang gadis yang menyiratkan mimik tidak suka. Kemudian Jae Joong menoleh ke ponselnya yang jatuh di lantai dan sebuah pisau lipat kecil.

“Kau….kau…mau..membunuhku?” tanya Jae Joong gemetaran.

“Tidak. Aku hanya mencegahmu berbuat bodoh”

“a..apa..?”

“sudah kuperingatkan, kau tidak boleh menghubungi siapapun!”

“sebenarnya kau ini siapa? Apa yang terjadi padamu?” tanya Jae Joong akhirnya berani bertanya setelah beberapa menit yang lalu hanya dikuasai ketegangan dan kebinggungan maksimal.

“kau tidak perlu tahu!” sahut si gadis itu ketus.

“Kau terluka…dan aku khawatir kau kehabisan darah. Kalau kau mati di tempatku, nanti aku yang repot” sergah Jae Joong.

“Antar aku ke suatu tempat” perintah gadis itu tegas dan nadanya menyiratkan permintaannya tidak boleh dibantah.

“Kemana?”

“Bukankah kau mau menolongku? Hah?”

“Tapi---“

“Kau punya mobil bukan?”

“Aku…tentu saja”

“Kalau begitu…cepatlah, aku sudah tidak tahan. Antar aku!”

****

“Kau yang nyetir” perintah gadis itu lagi saat mereka sampai di basement, tempat parkiran.

“Tentu saja, mana bisa kau bawa mobil dengan keadaan seperti itu?”

Jae Joong tidak habis pikir bagaimana dia bisa mengikuti dan menuruti perintah si gadis sok dingin dan ketus seperti itu.  Ia bahkan tidak mengetahui siapa namanya, dan bagaimana si gadis bisa kena luka tembak separah itu. Enggan berlama-lama berhubungan dengan gadis yang memiliki aura aneh ini, Jae Joong akhirnya menghidupkan mesin dan mereka berkendara di jalanan.

“Kau mau kuantar kemana?”

Alih-alih menjawab, si gadis mengeluarkan mini ponselnya dan sebuah kabel data tipis. Dia segera memasangkan kabel tersebut ke system GPS mobil Jae Joong, dan menghubungkannya dengan ponsel.

“Ikuti jalur yang bertanda merah di layar, kesanalah kita akan pergi. Dan jangan menyetir mobil seperti nenek-nenek”

“Heh?” Jae Joong mulai memandang sebal pada gadis sok di sampingnya, yang seenaknya memberi perintah dengan galak. Memangnya dia siapa? Dia tidak tahu siapa aku ini sebenarnya? Atau pura-pura galak?

“Sayang sekali mobil sebagus ini hanya dijalankan seadanya. Tancap gas sedikit! Lamborghini marchielago lp640, tidak pantas mendapatkan perlakuan semanis ini” sindirnya.

Jae Joong mengacuhkan sindiran gadis ini, bibirnya berkedut menahan kesal. Darah ego dan kelelakiannya bangkit, ia menekan gas lebih dalam sehingga mobil meluncur mulus di jalanan malam yang tidak terlalu ramai. Jae Joong melirik kecepatannya mobilnya hampir 120km/jam.

“Wah…mahir juga” puji si gadis menampilkan senyum tipisnya. Membuat Jae Joong terkesiap, dikiranya urat senyum gadis ini sudah putus semenjak lahir.

“Namamu? Siapa namamu?”

“Kau cukup memanggilku Julie. Kau?” Julie mengerdikkan dagunya.

“Kau tidak tahu siapa aku?”

“Memangnya kau siapa?”

“Aish…sudah kuduga kau tidak tahu siapa aku ini. Karena sikap dinginmu. Kau tidak pernah nonton berita, tv atau media entertainment?”

“Sampah…” gumam Julie sarkastis. “Kau orang terkenal?”

Jae Joong mengangguk. Ia segan meladeni ucapannya Julie lebih lanjut, ya..mungkin saja tidak semua orang harus mengenal JYJ, grup idola yang tengah digilai para fans fanatik yang mendunia. Dan Jae Joong sebagai orang yang mempunyai paling banyak herotic diantara member lainnya.

“Sudahlah, tidak penting. Sebenarnya ada apa denganmu? Bagaimana kau bisa mendapatkan luka seperti itu?”

“Sudah kubilang kau tidak perlu tahu!!” jawab Julie mendelik.

Mendapat jawaban yang semakin membuatnya emosi akhirnya dia menepikan mobilnya secara tiba-tiba, bunyi decit rem memekakkan telinga dan mobilpun tersentak berhenti. Tubuh Julie ikut terantuk ke depan dan sukses membuat kepalanya terbentur kaca.

“eerrgghhh…” erang Julie, kala tubuh Julie terdorong ke depan, membuat posisi duduknya jadi berubah membungkuk. Ia terlihat sangat menahan sakit dan seketika wajahnya yang pucat menjadi semakin pucat. Ia terus menekan pinggangnya.

Melihat Julie yang tampak kesakitan seperti itu mebuat Jae Joong menyesali perbuatannya. Takut gadis itu semakin parah dan akhirnya pingsan---atau mati.

“Kau…kau…tidak apa-apa?” tanyanya panik.

Julie kembali meringgis… “apa yang kau lakukan? Mau membunuhku?” tanyanya ditengah-tengah kesakitannya. Peluru dalam pinggangnya terasa semakin menusuk ke dalam. Kini dia mulai khawatir karena paha kirinya sudah mati rasa, tampaknya darah tidak mengalir sempurna ke daerah itu.

“Maaf..maafkan aku...tapi---“ sergah Jae Joong merasa bersalah.

“Sudah, jalankan saja mobilnya cepat, aku harus sampai kesana”

Jae Joong hanya menelan ludah, mati akal karena tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Yang ada di dalam pikirannya sekarang adalah mengantarkan gadis ini ke tempat itu lalu kabur sesegera mungkin.

****

“Tempat apa ini?” tanya Jae Joong memandang gerbang baja yang tertutup rapat sehingga ia tidak dapat melihat kondisi di dalamnya.

Dengan susah payah Julie mencopot kabel data yang menjadi penghubung ponsel mini dan system GPS mobil Jae Joong. Ia menekan beberapa nomor dan mengatakan “Julian Han, 0709” di ponselnya.

Jadi namanya adalah Julian Han, simpul Jae Joong.

Kemudian gerbangpun terbuka secara otomatis. 2 orang bersenjata lengkap berdiri di samping pos jaga untuk memeriksa tamu yang datang.
 “Silakan tempelkan tangan anda disini” perintah penjaga pos, menunjukkan sebuah alat pemindai identitas. Julie menurunkan kaca mobil dan menempelkan telapak tangannya disana untuk di-scan.

Sang petugas tersenyum kala lampu alat pemindai berwarna hijau artinya bahwa identitas sang tamu adalah legal dan ia termasuk orang yang dapat masuk ke kawasan ini.

“Dia tamuku” ucap Julie singkat kala petugas itu menatap Jae Joong dengan pandangan menyelidik.

“Baiklah, silahkan Nona Han”

mobilpun bergerak maju menyusuri jalan setapak menuju bangunan utama, pohon-pohon perdu tumbuh berjejer di sepanjang jalan ini. Dan mereka tiba di sebuah bangunan kantor semi modern.

“Tempat apa ini?” tanya Jae Joong.

“Markas besar” jawab Julie. “Ayo turun” ajaknya.

****

Jae Joong sedang mengamati jendela besar di lantai 2, dia diperintahkan menunggu kala Julie sedang diperiksa dan ditangani oleh klinik markas. Sedari tadi Jae Joong hanya disibukkan oleh berbagai pertanyaan mengenai markas ini, tidak ada seorangpun yang dengan senang hati memberitahukan dia tempat apa ini sebenarnya.

ia berpikir politis bahwa mungkin saja ini adalah markas rahasia pemerintah yang menangani kasus-kasus besar dan rahasia mengenai skandal pemerintah atau semacam badan intelejen khusus. Seandainya benar, bukankah itu bagus? Tidak semua bintang hallyu seperti dia bisa memasuki markas ini, dan tersisip kebanggaan sendiri bahwa dia mengetahui sedikitnya tentang kawasan rahasia Negara. Ini mirip dengan pentagon yang sering dilihatnya di film-film action, Jae Joong menyunggingkan sedikit senyum bangga.

Jae Joong segera menoleh ketika, pintu klinik terbuka dan keluarlah 2 orang yang memakai jas putih yang sepertinya seorang dokter  dan seorang suster.

Suster ini mengajak Jae Joong bicara “Masuklah, Nona Han ingin bicara sesuatu denganmu”

Jae Joong memasuki ruangan klinik yang mirip seperti ruang ICU kecil di rumah sakit. Klinik ini memiliki peralatan kesehatan lengkap, seolah sengaja difasilitasi oleh peralatan yang memadai sekelas rumah sakit besar.

“Aku disini…” ucap Julie ketika Jae Joong tampak kebinggungan mencari gadis itu di salah satu satu bilik dari 4 bilik yang berada disana. Bilik sederhana yang hanya dibatasi tirai sebagai pembatas.

Gadis itu tengah memunggungi Jae Joong kala dia memasuki bilik tersebut, dia tengah mengancingkan pakaian piyama klinik. Pakaian serba hitam yang tadi dipakainya tengah teronggok di sebuah box di lantai.

Dia memutarkan tubuhnya untuk melihat ke arah Jae Joong, seulas senyum tergambar diwajahnya yang mampu membuat Jae Joong terpaku, karena sikap dingin dan ketus serta meringgis kesakitan yang selalu diperlihatkan Julie sepanjang malam, seolah hilang lenyap ditelan oleh senyuman sederhana seperti itu.

Entah mengapa Jae Joong merasa Julie begitu berbeda, aura cantik seorang wanita seolah muncul terkuak begitu saja, apa karena piyama klinik yang berwarna putih yang menularkan aura cerah pada gadis ini, atau karena aku mataku terasa lelah hingga kurang fokus. Benar…aku akui bahwa sepanjang malam ini aku lelah, juga kejadian aneh yang menimpaku tadi itu sukses membuat jantungku dipacu karena terkejut terus-terusan.

“Kau baik-baik saja?” tanya Jae Joong, berusaha mengalihkan pikirannya.

“Luka kecil, tidak masalah buatku” ucapnya meremehkan.

“Ah..iya…luka kecil yang hampir menguras seluruh darahmu”

Julie meraih sebuah mangkuk stainless yang berisi proyektil peluru seukuran 1cm, dan menunjukkannya pada Jae Joong. “Ini baru ukuran yang kecil, tapi ia cukup membuatku kesakitan karena pisau bedah mengorek-korek isi pinggangku demi mengeluarkan si mungil cantik ini”

Jae Joong mendesah, gadis ini gila…dia menyebut benda itu, benda yang hanya bisa dimiliki orang-orang tertentu karena bisa mematikan, benda yang menyakiti tubuhnya dengan sebutan si mungil cantik. Ya..kupikir dia adalah gadis yang bergelut dengan maut dan sangat mengagumi kekerasan. Memikirkan hal ini membuat Jae Joong sedikit bergidik.

“Kalau kau baik-baik saja, berarti aku sudah boleh pulang”

“Kurasa tidak semudah itu”

“Ehh….” Jae Joong kembali terkejut.

“Aku terpaksa menahanmu semalaman disini demi keselamatanmu”

“Apa??!!” kali ini suara Jae Joong naik 3 oktaf. “Keselamatanku? Kenapa?”

Julie menghela nafas seolah pertanyaan Jae Joong menganggunya. “Karena---“

“Julie..!!!” panggil seorang gadis lain mendekati mereka berdua.

“Kudengar mereka membatalkan misi dan kau terluka” sergah Park Seung Mi, salah satu teman dekat Julie di markas ini.

“Mereka terlambat memberitahuku, bagaimana kabar selanjutnya?”

“Komandan, akan menemuimu” jawabnya. “Ehh..kau..bukankah kau Jae Joong? DBSK? JYJ?” ucap Seung Mi kala melihat Jae Joong berada diantara mereka.

Jae Joong mendesah lega, akhirnya ada seseorang yang mengenali dirinya, setidaknya orang itu tahu bahwa dia adalah seorang artis top di negeri ini. Ia tidak habis pikir bagaimana Julie tidak mengenalnya, padahal wajahnya terpampang seantero negeri. Apakah Julie termasuk gadis kurang gaul atau memang membenci musik?.

“Aku Kim Jae Joong” katanya tersenyum ala superstar yang biasa dia layangkan. Jae Joong sempat menangkap di ekor matanya bahwa Julie mencibir saat melihat dia tersenyum.

“Benarkah? Bagaimana bisa? Julie? Dia?” Seung Mi menatap Julie dan Jae Joong bergantian dengan ekspresi tak percaya dan senyum lebar mengembang, persis seperti seorang fans fanatik yang tiba-tiba bertemu dengan idolanya. Ekspresi yang biasa dinikmati Jae Joong saat berhadapan dengan para Herotic.

“Kau mengenalku? Tapi tampaknya temanmu ini tidak, apakah kau seorang Cassie atau JYJ lovers?”

Istilah apa itu? Aneh, para idola dan fansnya selalu membuat nama-nama aneh. Pikir Julie dalam hati melihat interaksi Seung Mi dan Jae Joong.

“Aku mengidolakan Kim Junsu, Xiahtic…tapi aku suka kalian, JYJ. Aku juga seorang Cassie…kalian, kalian benar-benar keren” puji Seung Mi mengacungkan kedua jempolnya.

Pemandangan ini membuat Julie mual, ia tidak habis pikir bagaimana para yeoja-yeoja negerinya begitu tergila-gila dengan salah satu idola dan nyaris mendewakan idolanya itu, seolah tidak ada pria lain dalam hidupnya.

“Tempat apa ini?” tanya Jae Joong pada Seung Mi yang terlihat lebih familiar daripada Julie---gadis yang ditolongnya.

“Ini adalah markas khusus Korean Secret Service Agency (KSSA). Kami berada di bawah pengawasan Militer Korea yang menangani kasus khusus yang tidak bisa ditangani oleh kepolisian”

Jae Joong menggaruk kepalanya sendiri tanda tidak memahami bahwa negerinya mempunyai badan intelejen seperti itu.

“Apakah kerja kalian seperti Secret Service milik Amerika itu?” tanyanya.

“Ya, seperti itulah. Ini adalah badan rahasia, kau tidak akan menemukan kami di peta militer korea”

“Apakah kalian bekerja diam-diam….seperti CIA” Jae Joong menurunkan nada suaranya nyaris berbisik saat mengatakan kata-kata terakhir.

“Kau tahu, kami ini apa?” sergah Julie tak tahan untuk ikut bergabung. “Kami sekelompok orang yang dilatih untuk menangkap seseorang lalu menginterogasi dan menyiksanya. Atau bahkan kalau perlu kami harus membunuh mereka diam-diam. Tanpa seorangpun tahu, tanpa seorangpun yang mampu menyelidiki kematian orang itu---bahkan presiden sekalipun” tambahnya dramatis.

Dan seperti yang diharapkan Julie, Jae Joong terperangah. Astaga! Pria ini, pria yang wajahnya super cantik, bahkan Julie mengambil kesimpulan bahwa wajahnya kalah cantik dengan pria ini. ia selalu tidak menyukai pria yang kelewat cantik, imut dan terkesan seperti wanita. Bagi Julie melihat ekspresi tidak percaya milik Jae Joong merupakan hal yang cukup menghibur karena ia merasa sebagai wanita superior yang suka mendominasi, dan hebat dalam segala hal.

Menurutnya pria ini jauh dari tipenya selama ini, ia menyukai pria yang benar-benar lelaki. Berpostur tegap, berahang tegas, maskulin dan macho. Keahlian dalam material art juga menjadi salah satu kreterianya.

Mengingat bahwa selama ini Julie direkrut dan ditrainee sebagai salah satu anggota KSSA yang paling handal. Ia termasuk pembunuh jarak jauh yang licin, nomor satu dalam hal ketepatan menembak, paling juara dalam hal bela diri dan ia juga sangat pintar dalam menjinakkan bom. Nilai praktek lapangannya selalu A+ dengan predikat Extra Ordinary.

Keahlian inilah yang membuat atasannya Komandan Won Bin, selalu memprioritaskan Julie untuk memerintahkan gadis itu menangkap dan membunuh target yang diincar KSSA.

Dan kasus malam tadi itu adalah salah satunya, Mr. Takuya Tekkei seorang pengusaha Jepang yang disinyalir mempunyai usaha illegal yaitu penyeludupan senjata ke Korea Utara. Ia bekerja sama dengan black market di Korea Utara untuk menjual senjata-senjata militer ke negara utama musuh Korea Selatan.

Ia bergerak selicin belut dan selihai ular, karena berwargakenegaraan Jepang. Badan resmi milik pemerintah mendapatkan kesulitan untuk menangkap orang ini karena kedekatannya dengan beberapa penjabat Jepang. Tentu saja sangat riskan sekali bila pemerintah Korea gegabah dalam menanggani orang ini, bisa-bisa hubungan bilateral kedua Negara akan terancam rusak.

Oleh karena itu, KSSA-lah yang akhirnya mengambil alih dengan mengambil jalan pintas---menembak mati orang itu. Tapi Julie juga merasa heran dengan perintah mendadak dari markas untuk membatalkan misi, dan juga tembakan balasan yang ditujukan pada dirinya.

Bagaimana orang itu bisa tahu tentang misi ini, dan yang lebih mengherankan dirinya bagaimana orang itu bisa tahu dengan tepat dimana posisinya berada. Gairah kepenasaran tingkat tinggi akan kasus ini tiba-tiba memenuhi dirinya sehingga ia tidak sabar untuk menyelidiki kasus ini sampai tuntas.

“Seung Mi, bawa dia ke ruang istirahat. Dia harus menginap malam ini disini?”

“Heh…kenapa aku harus menginap? besok pagi aku harus pergi ke studio dan banyak hal lainnya yang harus aku lakukan” tukas Jae Joong tidak terima dengan perintah seenaknya Julie.

“Kalau kau menyayangi nyawamu yang berharga, sebaiknya kau menurut. Bukankah sudah kubilang ini demi keselamatanmu” sahut Julie.

“Tunggu…tunggu…” sergah Seung Mi. “Bagaimana bisa Jae Joong terlibat dalam misi kita?”

“Dia…dia tiba-tiba masuk kedalam appartemenku dengan keadaan terluka, dan tanpa basa basi sama sekali ia menyuruhku ini itu dan berakhir dengan mengantarkannya kesini. Bahkan ia sama sekali tidak mengucapkan terima kasih” jelas Jae Joong.

“Oh iya, terima kasih” ujar Julie malas.

“Aku paham. Julie betul Jae Joong-shi, sebaiknya kau menginap semalam. Percayalah pada kami” ucap Seung Mi menenangkan. Jae Joong menghela nafas dan akhirnya mengangguk menurut.

“aku akan menelepon manajerku dulu” ujarnya seraya mengeluarkan ponsel.

“Tidak bisa, kau tidak bisa menggunakan ponselmu disini karena frekuensimu tidak terdaftar. Kau akan dianggap penyusup bila menggunakan ponselmu” larang Julie.

“Heh?”

“Markas ini mempunyai sistem pengamanan tercanggih diantara seluruh markas militer lainnya. Pegawai disini hanya menggunakan ponsel yang frekuensinya sudah didaftar di data server kami. Jadi bila ada ponsel berfrekuensi asing yang berada di markas ini, maka akan dianggap penyusup” terang Seung Mi.

“Kalau begitu aku pinjam ponselmu?” pinta Jae Joong pada Seung Mi.

“Itu juga tidak bisa, ponselku hanya bisa melakukan panggilan keluar ke nomor yang sudah dicatat oleh server. Seluruh pegawai KSSA juga begitu”

“Aishh…..kalian membuatku kesulitan begini” keluh Jae Joong. Ia menggaruk kepalanya dengan kesal.

“aku heran bagaimana kalian bertahan diisolasi seperti ini?” tanya Jae Joong asal.

“Asal tahu saja, ini demi keselamatan kami semua disini. Kau tahu, betapa banyak orang-orang yang membenci kami, karena pekerjaan kami yang main bunuh di tempat, otomatis kami memiliki banyak musuh. Jadi markas ini dibuat dengan penjagaan maksimal bahkan kurasa Pentagon juga kalah” sombong Julie.

Jae Joong mengusap wajahnya gusar, ia merasa dijebak….dijebak oleh konspirasi tingkat tinggi! Dan gara-garanya hanya sepele, menolong seorang gadis yang terluka. Astaga….ternyata menolong gadis itu sama saja seperti menyeret dirinya ke masalah besar yang tidak terduga sama sekali oleh pikirannya.

Dan Julie diam-diam tersenyum ditahan, melihat Jae Joong kelimpungan seperti ini, Jae Joong dengan segera menjadi obyek yang menarik baginya. Seolah mendapatkan hiburan baru.

****


~ KSSA Headquarters, Seoul Suburb, Saturday 23 July 2011, 08.06 AM ~


“Jae Joong-shi….” Panggil Seung Mi pelan. Membangunkan Jae Joong yang masih menelungkup di ranjang single yang terbuat dari besi.

“Ahh…kelewat lama” protes Julie. Dia sengaja mengoyangkan ranjang dengan kakinya, membuat ranjang tersebut bergetar heboh.

“Ugghhh…..” Jae Joong akhirnya terbangun seraya mengerjap-gerjapkan matanya yang mencoba menyesuaikan dengan cahaya matahari yang masuk ke kamar tamu. Kamar tersebut sebagian dindingnya hanya berupa kaca.

“Kau tidak bisa membangunkan orang secara manusiawi yah” delik Jae Joong saat melihat kaki Julie menendang ringan ranjangnya.

“Cepat cuci mukamu dan kita akan menemui komandan” perintahnya galak.

“Iya…iya…aku kan baru bangun tunggulah sebentar” sahut Jae Joong menahan pusing di kepalanya. Semalaman ia tidak bisa tidur, tepatnya ia tidak mau tidur. Bangunan asrama tempatnya bermalam, menurutnya tidak memadai. Kamar yang berukuran 4x4m itu hanya berisikan sebuah lemari kecil, sepasang meja kursi dan ranjang single yang terbuat dari besi.

Hiasan satu-satunya yang berada disini adalah foto salah satu bangunan utama markas ini. Seluruh dinding asrama di cat putih untuk menimbulkan efek luas dan bersih, tapi bagi Jae Joong justru itu membuatnya seperti ruangan karantina rumah sakit.

Dirinya yang sudah terbiasa dengan ruangan yang serba luas, lux, mewah dan nyaman. Jelas tidak terbiasa dengan kondisi ini ditambah dengan tidak diperbolehkannya dirinya kontak dengan dunia luar, membuat Jae Joong merasa diintimidasi dan parahnya sekarang ia bagai seorang pasien rumah sakit jiwa yang tengah ditangani dokter yang psikopat bernama Julian Han.

Hingga subuh menjelang ia baru bisa memejamkan matanya karena kelelahan, tapi kemudian si gadis galak ini kembali merusak paginya. Dan cara membangunkannya yang membuatnya naik darah serta emosi.

Hampir saja Jae Joong ingin melupakan rasa kesalnya dengan memaki gadis itu sepuasnya tapi ada sesuatu yang berubah di sosok gadis itu yang menahan bibirnya meluncurkan kata-kata dan membuat lidahnya kelu.

Penampilan gadis itu, sangat berbeda….

Mungkin efek cahaya matahari yang membuatnya tampak berkilau, ia memakai kemeja katun putih yang membalut tubuh rampingnya sempurna. Rambut berwarna coklat muda yang berpotongan pendek membingkai rahang tegas tanpa cacat. Serta matanya yang bergaris tajam tapi memiliki manik yang mempesona, hidung mancung yang mungil serta bibirnya, salah satu bibir yang terseksi yang pernah dilihat Jae Joong. Andai saja bibirnya tidak mengerut ketus seperti itu mungkin Jae Joong tidak akan tahan untuk melumatnya.

Jae Joong mengelengkan kepala untuk mengusir kata pujian yang nyaris seperti pemujaan pada gadis berdarah dingin ini. Ia bukan tipe wanita yang dengan mudah diajak berkencan, bahkan bila kau memohon untuk berkencan dengannya dengan mempertaruhkan nyawamu. Kau ada di antrian nomor seribu. Hah…ini penyiksaan.

“Kau ini lihat apa?” kata Julie membuyarkan lamunan Jae Joong.

“Aku…aku hanya mengumpulkan nyawaku. Aku baru bisa tidur tadi subuh, gilaaa….aku bisa gila kalau kalian menahanku sehari lagi disini” omel Jae Joong.

“Oh mungkin kau belum beradaptasi. Tenanglah, setelah membasuh wajahmu dengan air kau akan segar kembali” ujar Seung Mi menenangkan. Hanya gadis ini yang berlaku normal dan memperlakukan Jae Joong sebagai manusia yang sedang binggung.

“Baiklah, setengah jam lagi antar dia ke ruangan komandan” kata Julie. “Sebaiknya kau makan dulu sebelum kesana…Seung Mi telah membawakan sarapan untukmu, tampaknya dia sangat menjamu tamu kehormatan dengan baik” sindirnya.

“Hey! Kau yang membawaku kemari dan menculikku” sergah Jae Joong.

“Menculikmu?”

“Ya..ini termasuk penculikan. Kau menyekapku sepanjang malam”

“Astaga, omong kosong apa ini?” keluh Julie. “Malas berurusan dengan pria tukang ngomel seperti ini”

“Aku juga malas menghadapi gadis kasar seperti kau. Enak saja!”

“Hey..hey…” potong Seung Mi. “baru ketemu saja sudah seperti anjing dan kucing, apalagi nanti kalau kalian harus tinggal bersama?”

“APA??” teriak Jae Joong dan Julie bersamaan, sama-sama mendelik dan menatap Seung Mi setajam pembunuh.

“Oh…kau belum tahu?” Seung Mi memandang mereka berdua takut-takut kemudian menutup mulutnya segera.

“Ya…Seung Mi! Jelaskan!!” tuntut Julie.

“Tanya Komandan…aku pergi dulu. Silakan sarapan Jae Joong-shi” pamit Seung Mi kemudian buru-buru kabur.

****

Ruang Komandan

“Tidak! Tidak mungkin aku yang menjadi pelindungnya” tolak Julie mentah-mentah kala sang Komandan, Won Bin, memerintahkan Julie untuk melindungi Jae Joong karena berhubungan dengan bocornya misi kemarin malam.

“Aku sudah mengirim tim susulan untuk menolong mengevakuasimu. Tapi kami kalah cepat, kau telah pergi dari apartemen Jae Joong dan menuju kemari. Saat kami menerobos masuk apartemen itu, seseorang telah datang dan mencari jejakmu. Hampir saja kami menangkapnya, tapi dia telah berhasil lolos” papar Kapten Choi, ketua tim yang dikirim Won Bin.

“Jadi maksudnya, kalian menggunakan Jae Joong agar penyusup yang sebenarnya muncul?” simpul Julie.

“Tepat. Ada kemungkinan mereka tidak tahu siapa yang menjadi eksekutor lapangan saat itu sehingga mereka mencari jejakmu. Dan yang jelas mereka sudah tahu apartemen milik siapakah yang kau masuki. Aku hanya khawatir akan keselamatan Jae Joong karena mereka pasti mengincar Jae Joong-shi” tambah Won Bin.

“Aku?” tukas Jae Joong, yang sedari tadi berusaha memahami arah pembicaraan Julie dan atasannya.

“Benar. Mereka akan berusaha mengorek informasi darimu, tapi mereka tidak dapat berbuat banyak karena kau adalah seorang superstar. Kehadiranmu dimanapun dapat mudah dikenali, dan kejadian sekecil apapun akan diendus media. Jadi kukira penyusup itu tidak akan bertindak gegabah. Satu-satunya jalan untuk melindungi dan memancing para penyusup adalah kau yang harus bertindak sebagai bodyguardnya” Won Bin memandang ke arah Julie dengan tegas, jelas sekali perintahnya enggan dibantah.

“Bukankah ada agent yang lain?” Julie kembali berusaha menolak.

“Apakah kau tidak ingin mengetahui siapa dalang dari gagalnya misi ini?” pancing Won Bin.

“Tidak ada yang lebih penasaran dari aku, mereka telah menghadiahi luka di pinggangku, bukankah aku seharusnya menuntut balas?” komentar Julie, akhirnya menyetujuinya.

“Bagus, sementara kau disana, mengikuti semua kegiatan Jae Joong-shi. Aku akan berusaha mencari siapa penghianat yang berada di balik misi ini” kata Won Bin.

Dan Jae Joong kembali terperangah, Julie menjadi bodyguardnya? Menjadi pelindungnya? Gadis galak seperti dia? Astaga…tampaknya aku akan menderita sepanjang dia berada disampingku.

“Tapi…aku tidak perlu membayarnya kan? Maksudku aku tidak perlu mengajinya begitu? Karena bukan aku yang memperkerjakannya tapi kalian?”

“Dasar hipokrit!” gumam Julie sebal.

“Tentu tidak perlu, Jae Joong-shi. Hanya saja aku harap kau mau bekerja sama dengan memperbolehkan Julie bebas mengakses ke semua tempat pribadi anda, untuk memperlancar kerja kami”

“Kira-kira sampai kapan?” tanya Jae Joong, berharap bahwa dia tidak perlu menghabiskan selama mungkin waktu dengan gadis ini.

“Sampai kami dapat menangkap penghianat itu” jawab Won Bin.

“Sebaiknya kau persiapkan diri, karena aku akan selalu menghantuimu seperti bayangan” desis Julie dramatis pada Jae Joong yang duduk disampingnya. Membuat mata Jae Joong mendelik gusar. Sampai-sampai Jae Joong berpikir bahwa lebih baik dia terjun ke jurang daripada membiarkan gadis ini mengcampuri urusannya.

Ya Tuhan……...


- T B C - 

By Mila ~Admin Heain~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar