Minggu, 15 Mei 2011

Big Family Gathering (Kim’s Family) -GeJeh Edition-

Annyeong!! aku kembali dengan edisi GeJeh ^^

Big Family Gathering (Kim’s Family)





-Kediaman keluarga Kim, kamar Eun-hee-

“Oee....oee...!!” Yoo-hee kebingungan, karena putrinya tak mau berhenti menangis sejak tadi. Padahal ia sudah mengganti pampers-nya, dan sudah menyusuinya. Tapi Eun-hee tak mau berhenti menangis juga.

“Oh Tuhan! Bagaimana ini?” Yoo-hee mengangkat bayi berusia 6 bulan itu ke dekapannya dan mencoba untuk menghentikan tangisnya dengan menepuk-nepuk punggungnya lembut. “Eun-hee-ah, uri Agi. Uljimayo! Omma Yeogisseo,” tapi tak berhasil, Eun-hee tetap saja menangis. “Ah, bagaimana kalau Omma menyanyi buat Eun-hee?” Yoo-hee berdeham singkat sebelum memulai menyanyi layaknya seorang penyanyi profesional *preeeet*. “Dengarkan Omma Eun-hee-ah, Chaiya...chaiya....chaiya...chaiya...chaiya....challi chaiya...chaiya...chaiya...chaiya...” *jiaaah....malah nyenyong lagu ini?* “Eh, Mian Eun-hee-ah, kasetnya salah. Ehm...Timang-timang anak Bang Nam-gil, jangan menangis Omma di sini.” Yoo-hee bernyanyi dengan merdunya *wkwkwkwk*

“Oeee....oeee....!” Eun-hee tetap tak mau berhenti menangis. Aiiisshh...Sebenarnya ada apa dengannya?, batin Yoo-hee dalam hati. Biasanya ia tak pernah begini. Apakah ada yang sakit? “Mungkin aku bisa bertanya pada Hea-in Onnie,” tiba-tiba Yoo-hee teringat pada salah satu temannya itu. Sambil menggendong Eun-hee yang masih saja menangis, Yoo-hee meraih ponsel yang terletak di meja di dekat boks bayi. Dan mulai mencari nama Hea-in di daftar nama dalam ponselnya. Namun, belum sempat ia memencet tombol dial, tiba-tiba sebuah panggilan masuk. “Hea-in Onnie? Baru saja—“

“Yoo-hee, ada kabar mengejutkan!” Hea-in menyela perkataan Yoo-hee.

“Kabar mengejutkan? Apa itu?” tanya Yoo-hee penasaran, seolah-olah ia lupa bahwa Eun-hee yang berada dalam gendongannya masih tak berhenti menangis *dasar Ibu-ibu Arisan, kalo udah ngobrol pasti lupa ama anaknya wkwkwk*


“Yuri dan Zhoumi bercerai!”

“Mwo? Chincha?”

“Ne, aku mendengarnya langsung dari Yuri.”

“Tapi, kenapa begitu mendadak? Bukankah mereka belum satu tahun menikah?”

“Hmm....sebentar, aku telepon Dae-jia dulu, kita conference call saja,” saran Hea-in.

“Oke,” setuju Yoo-hee. seolah baru sadar dengan keberadaan anaknya, Yoo-hee baru ingat bahwa dia harusnya bertanya pada Hea-in. “Hah...babo!” Yoo-hee menepuk jidatnya, “Mianhae Eun-hee ah, Omma pasti tanya pada Hea-in Omma.”

“Onnie!” sebuah suara membuat Yoo-hee menoleh ke arah pintu.

“Ah! Young-in-ah, syukurlah kau datang.” Yoo-hee memperlihatkan wajah penuh syukur dan buru-buru menyerahkan Eun-hee ke dalam gendongan Young-in.

“Tapi Onn—“

“Sshh...aku mau telepon Hea-in Onnie dulu,” kata Yoo-hee lalu melanjutkan mengobrol dengan Hea-in dan Dae-jia yang kini telah bergabung bersama mereka. Hingga membuat Yoo-hee kembali lupa pada bayinya itu *dasar*.

“Aiiissh!!! Dasar Onnie, kalau sudah bergosip, pasti autis. Padahal aku datang ke sini mau curhat,” gerutu Young-in kesal, sambil menimang-nimang Eun-hee yang tak mau berhenti menangis *kuat banget dia nangisnya* :p

“Hah...iya benar, kasian Zhoumi di hari ulang tahunnya harus menerima kado perceraian dari Yuri,” gumam Yoo-hee menanggapi perkataan teman-temannya di ponsel.

“Onnie! Bagaimana dengan Eun-hee?” Young-in mengeraskan suaranya di dekat Yoo-hee agar Yoo-hee memperhatikannya.

“Ah, Mian. Chamkanman!” Yoo-hee berkata pada Young-in yang mulai gelisah. “Hea-in Onnie, kau tau kenapa kalau anak-anak tak mau berhenti menangis?”

“Siapa? Eun-hee?”

“Iya, siapa lagi anak kecil di rumahku kalau bukan Eun-hee,” Yoo-hee menjawab sedikit kesal.

“Yaah, siapa tau tiba-tiba kau melahirkan seorang anak lagi, tanpa diketahui kapan kau hamil.”

“Kau menyindirku?” timpal Dae-jia merasa tersindir, karena dirinya yang tiba-tiba saja mengabari kepada teman-temannya itu bahwa ia baru saja melahirkan. Yang mengejutkan bukan hanya satu bayi, melainkan tiga bayi kembar berbeda jenis kelamin, dua laki-laki dan satu perempuan. Tentu saja berita kelahiran ketiga bayi itu sangat mengejutkan, mengingat Dae-jia tak pernah diketahui kapan hamilnya *Aneh kan? Aku juga bingung tuh.. hahaha*.

“Haiishh...mana mungkin. aku juga kaget tuh saat mendengar kau melahirkan,” Yoo-hee ikut menimpali dan kembali lupa pada bayinya yang masih menangis.

“Hya! Onnie!” Young-in mulai kesal karena selalu diacuhkan.

“Eh, oh...ne, Young-in ah,” Yoo-hee mencoba menenangkan adiknya itu *ribet banget sih, udah anakku nangis, si Young-in juga ngambek hahaha, salah siapa coba? :p* “Hya, Hea-in Onnie, kau belum menjawab pertanyaanku.”

“Hmm...apakah anakmu demam?” Yoo-hee menggeleng. “Hya! Yoo-hee-ah, aku bertanya padamu!” karena sangat bingung, Yoo-hee lupa kalau dia sedang bicara di telepon dan Hea-in tak mungkin mengetahui kalau dia menggeleng.

“Eh, mian Onnie,” Yoo-hee nyengir, “Tidak Eun-hee tidak demam.”

“Hmmm...mungkin, giginya mau tumbuh. Makanya dia menangis terus.”

“Oh iya, benar juga. lalu aku harus bagaimana?”

Dan pembicaraan pun berlanjut seperti di puskesmas antara seorang Ibu yang saling berkonsultasi dengan Ibu-Ibu yang lain *wkwkwk*.


-It’aewon, Seoul-

Sementara itu, di sebuah kawasan Shopping center terkenal di kota Seoul, It’aewon. Sepasang laki-laki dan perempuan tengah bergandengan tangan mesra di tengah-tengah kerumunan orang yang memadati daerah pusat perbelanjaan terkenal itu, sembari memilah-milih barang-barang yang dijajakan dengan harga yang relatif murah dan berkualitas baik.

“Hyun Oppa, Otteyo?” ujar Yuri bergaya bak peragawati saat mencoba sebuah topi pesta ala gadis-gadis Eropa kepada kekasih barunya itu. Soo-hyun menempelkan jarinya di dagu, bergaya seolah seorang komentator profesional sembari memperhatikan Yuri. “Jangan lama-lama Oppa, gigiku kering nih,” gerutu Yuri, saat Soo-hyun tak juga menjawab pertanyaannya.

Soo-hyun tertawa geli, “Kau cantik sekali kalau cemberut begitu Jhagiy,” goda Soo-hyun mencubit kedua pipi Yuri gemas.

“Aiish...kalau begitu aku cemberut saja terus.”

“Hya...ya! begitu saja marah. Ne, ne...beli saja kalau kau suka.”

Seketika Yuri menyeringai senang, “Chincha?”

Soo-hyun mengangguk. “Ne, Olmaeyo Ahjumma?” Soo-hyun menanyakan harganya pada si penjual.

“Aaa! Saranghae Hyun Oppa,” seru Yuri senang lalu memeluk kekasihnya itu *ihiiy...pasangan baru seneng-seneng terus nii*.

Di tengah kegirangannya *kata-kata yang aneh*, tiba-tiba ponsel Yuri berbunyi. “Yeoboseyo Onnie,” sapanya riang pada kakaknya, Hea-in.

“Kau keliatan senang sekali?”

“Eh? Darimana Onnie tau? Onnie peramal ya? Onnie kan tak tau aku sekarang dimana? Atau jangan-jangan sekarang Onnie ada di sini, membuntutiku?” cerocos Yuri.

“Aiiissh....untuk apa aku mengikutimu, dasar babo!” gerutu Hea-in, seandainya Yuri ada di dekatnya saat ini, pasti ia sudah menoyornya *wkwkwk*.

“Lalu? Darimana Onnie tau?”

“Dari suaramu, ah...sudahlah, capek menjelaskannya *kapan ngejelasinnya?*,” sergah Hea-in kesal.

“Sebenarnya ada perlu apa Onnie meneleponku?” tanya Yuri.

“Aku mau mengabari, kalau nanti sore kita diundang ke rumah Dae-jia dan Si-won untuk merayakan kelahiran ketiga bayi kembarnya,” Hea-in menjelaskan.

“Oh, Ne, Gomawo Onnie.”

“Kau mau datang?”

“Hmm...sebentar, aku tanya Hyun Oppa dulu,” kata Yuri, lalu bertanya pada kekasihnya yang kini sedang melihat-lihat lapak sepatu. “Ah..Ne Onnie, Hyun Oppa akan mengantarku ke sana nanti sore,” sahut Yuri, sesaat setelah ia bertanya pada Soo-hyun.

“Oh oke, eh? Memangnya kau ada dimana sekarang?” tanya Hea-in penasaran.

“Di It’aewon,” Yuri menyebutkan salah satu tempat paling digemari oleh para shopping mania di Seoul.

“Mwo? Kau ke It’aewon tak bilang-bilang pada kami?”

“hehe..” Yuri nyengir kuda dan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal *banyak ketombe-nya ya Mbak? Wkwkwk*.


-Kediaman Keluarga Choi-

“Oaa...Oaa!” Choi Si-na satu-satunya bayi perempuan pasangan Dae-jia—Si-won yang kini sedang dalam timangan Ayahnya menangis.

“Yeobo, mungkin dia lapar,” Si-won menyerahkan bayi perempuannya itu pada Dae-jia yang kini sedang menyusui Kim-won.

“Hya, Seobangnim. Aku sedang menyusui Kim-won, bagaimana aku bisa menyusui Si-na juga?” Dae-jia memprotes.

“Lalu? Masa’ aku yang harus menyusuinya?” *wkwkwkwk*

“Haiissh....ya,ya, letakkan kepalanya di sebelah sini, tolong ambil bantal dulu,” perintah Dae-jia yang segera dituruti Si-won. Untungnya anak ketiga-nya Son-dae saat ini sedang tidur, mereka tak tau lagi kalau sampai Son-dae juga menangis. *salah siapa sekali lahir, mak jebruut langsung 3, kalo kucing sih enak, t*t*k-nya banyak hahaha*.

Baru selesai Si-won meletakkan Si-na dengan hati-hati di pangkuan Ibunya. Hal yang dikhawatirkan terjadi. Son-dae bangun dan menangis cukup keras. Si-won dan Dae-jia saling bertukar pandang. Bagaimana ini?, pikir keduanya bingung *kapok!*.



“Kenapa kau tak memberinya susu formula saja?” kata Hea-in, saat Dae-jia menceritakan kejadian yang dialaminya tadi pagi itu.

“Mereka kan baru berumur satu bulan Onnie, jadi tak mungkin aku memberinya susu formula. Usia segitu kan cuma boleh diberi ASI ekslusif,” keluh Dae-jia.

“Hmm...benar juga,” gumam Hea-in, “Tapi kalau memang terpaksa, ya, tidak apa-apa.”

Saat ini, mereka berdua tengah mengobrol di ruang keluarga rumah Dae-jia, sembari menunggu kedatangan teman-temannya untuk merayakan pesta kelahiran putra-putrinya.

“Annyeong!” Yoo-hee yang baru saja tiba, menyapa kedua temannya itu dan ikut duduk di sofa bersama mereka dengan Eun-hee dalam gendongannya. “Di mana yang lainnya?” Yoo-hee mengedarkan pandangan ke sekeliling mencari kehadiran teman-temannya yang lain.

“Shin-woo sedang dalam perjalanan ke sini bersama Eun-hyuk, sedangkan Yuri, katanya masih sibuk berbelanja di It’aewon bersama kekasih barunya,” jelas Dae-jia.

“He? Benarkah? Berarti nanti dia ke mari bersama kekasih barunya itu?” tanya Yoo-hee penasaran, karena memang ia belum pernah bertemu dengan kekasih baru Yuri. Dae-jia dan Hea-in mengangguk mengiyakan. “Kalau tidak salah, menurut yang kau katakan kemarin, bahwa hari ini Zhoumi juga akan hadir, apa itu benar?”

“Hmm...benar, teman-teman dari Suju dan Suju M juga akan hadir sore ini.”

“Ya Tuhan! Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Zhoumi saat melihat Yuri bersama Soo-hyun,” gumam Hea-in.

“Yeah, yang aku tak habis pikir. Kenapa dia sampai menceraikan Zhoumi. Kenapa tak menjalani pernikahan seperti kita saja?” pikir Dae-jia.

Yoo-hee tersenyum tanpa rasa humor, “Hya! Itu tandanya Yuri gadis normal.”

“Mwo?” Dae-jia dan Hea-in berkata kompak.

“Jadi, maksud Onnie aku tidak normal?” Yoo-hee hanya menyeringai menjawab protes dari Dae-jia dan Hea-in.

“Eh? Ngomong-ngomong, dimana anak-anak kalian?” Yoo-hee mengalihkan pembicaraan.

“Mereka sedang tidur,” jawab Dae-jia ketus, masih kesal dengan kata-kata Yoo-hee.

“Kalau Min-jae, sedang bermain bola bersama Appa tiri-nya, Dong-hae di kebun belakang,” sahut Hea-in, “Ah...dan itu mengingatkan aku, kalau aku harus ke sana sekarang. Dae-jia, Yoo-hee, aku ke belakang dulu ya!” pamit Hea-in dan menghampiri suami kedua dan anaknya yang kini sedang bermain Bola di kebun belakang rumah Dae-jia.



“Ayo! Tendang bola-nya Min-jae!” seru Dong-hae pada anak tirinya itu, yang kini sedang berdiri di sebelah bola plastik kecil di hadapannya. Bocah berusia 2 setengah tahun itu menurut dan menendang bola kecil itu hingga melayang menuju Dong-hae yang berdiri tak jauh darinya. Dong-hae yang berakting sebagai penjaga gawang pura-pura menangkap bola itu. “Ahh...” Dong-hae berseru dengan memperlihatkan tampang kecewa, “kau menang lagi Min-jae-ah.” Sontak, Min-jae melompat-lompat gembira saat melihat bola-nya tak berhasil ditangkap sang Ayah tiri. Dan itu artinya, Ayahnya harus mendapat hukuman, menjadi kuda Min-jae. “Ahh...ayo, naik ke punggung Appa!” Dong-hae berkata sembari merangkak di sebelah Min-jae. Bocah lucu itu pun naik ke punggung Dong-hae yang mulai berjalan merangkak.

Hea-in yang kini berdiri di ambang pintu kaca yang menuju ke taman, tersenyum melihat pemandangan di depannya. Ia bersyukur, memiliki suami seperti Dong-hae yang mau menyayangi Min-jae, anak tirinya, seperti anaknya sendiri. *terharuuu, seneng ni Sist Mil :p*

“Omma!” seru Min-jae saat melihat sosok Hea-in yang kini tengah memperhatikan mereka.

“Oh?” Dong-hae menoleh dan menatap Hea-in yang tengah tersenyum ke arahnya. “Ah, ayo kita ke tempat Omma!” Dong-hae pun berdiri dengan Min-jae yang masih dalam gendongannya, lalu melangkah menghampiri Hea-in.

“Gomawo Jhagiya!” ucap Hea-in tulus pada Dong-hae yang kini sudah berdiri di hadapannya. Ia tak tau lagi kalau seandainya Dong-hae tak mau menemaninya dan Min-jae, karena sekarang suami-nya Min-woo sedang sibuk berkeliling ke berbagai kota.

Dong-hae tersenyum lebar, “Kalau begitu, kau harus memberiku upah,” goda Dong-hae dengan senyuman jahil.

“Mwo? Upah?” Dong-hae menunjuk bibirnya dengan jari. “Hya! Nanti saja, tidak baik kalau Min-jae melihatnya,” kata Hea-in pura-pura malu *padahal mau*.

“Hmm...kalau nanti, berarti upahnya jauh lebih besar.” Dong-hae menyeringai saat melihat wajah merona Hea-in.


Sementara Hea-in pergi menghampiri anak dan suaminya di kebun belakang. Dae-jia dan Yoo-hee memutuskan untuk melihat bayi-bayi Dae-jia yang kini sedang berada di kamarnya. Kalau-kalau mereka sudah terbangun. Ruangan kamar berukuran 10 x 5 x 6 x 7 x 9 *Lho?* yah gak taulah mau ukuran berapa, pokoknya luaaaaaasssssss ajah *Author geblek*. Kamar bercat biru bercampur pink itu sangat indah dan megah dengan berbagai hiasan dan mainan-mainan bayi diletakkan di berbagai sudut. Tiga buah boks lucu berada di masing-masing sisi. Boks berbentuk mobil-mobilan berada di sisi kiri, yang merupakan boks untuk Kim-won si anak sulung. Di tengah, atau di depan mereka, ada boks berbentuk kereta labu—kereta yang digunakan Cinderella, untuk menghadiri pesta—adalah boks Si-na si anak gadis. Dan terakhir di sisi kanan, boks berbentuk helikopter mini untuk anak ketiga-nya, Son-dae. Saat ini, bayi-bayi itu sudah bangun dan menatap langit-langit kamar mereka dengan mata bulat mungilnya.

“Ah, lihat Eun-hee-ah. Itu adik Kim-won, Si-na dan Son-dae. Ucapkan salam pada mereka,” ujar Yoo-hee pada Eun-hee yang kini dalam gendongannya. Seolah mengerti apa yang dikatakan Ibunya, Eun-hee bersuara dengan bahasa bayi yang sulit diartikan dengan kata-kata *yaiyalah*.

Setelah mengganti pakaian anak-anaknya dengan dibantu dua orang babysitter, Dae-jia menggendong Son-dae, sementara Kim-won dan Si-na digendong oleh babysitternya dan menuju ke ruang tengah. “Ayo, Onnie. Mungkin tamu-tamu sudah datang,” ajaknya pada Yoo-hee.

Benar saja, tamu-tamu yang terdiri dari teman-teman suaminya di suju dan suju M bersama kekasihnya masing-masing, sudah memenuhi ruang tengah. “Ah, akhirnya kau turun juga Jhagiy,” Si-won menyambut kehadiran istrinya itu dengan kecupan lembut di bibir Dae-jia. Lalu mengambil alih Si-na dari gendongan sang babysitter.

“Biar aku yang menggendong bayi-nya!” seru Shin-woo lalu menghampiri babysitter satu lagi yang saat ini sedang menggendong Kim-won. “Hai, siapa namanya Dae-jia?” tanya Shin-woo antusias.

“Kim-won,” jawab Dae-jia.

“Ah...hai Kim-won!”

“Jhagiy, dia lucu ya?” Eun-hyuk yang kini telah berada di samping Shin-woo berkata.

“Hmm..”

“Apa kau tak ingin punya bayi juga?”

Shin-woo menatap pria tampan di sampingnya itu. “Hya, apa maksudmu? Dengan Lee-teuk Oppa, suamiku saja aku belum memiliki bayi, bagaimana aku harus memiliki bayi dengan kamu.” Karena sampai sekarang, ia belum juga menikah dengan Eun-hyuk.

“Haiissh...kalau begitu, ayo kita menikah—“ kata-kata Eun-hyuk terpotong saat dirasanya suasana menjadi sunyi senyap. Ada apa?, batinnya. Lalu menoleh ke arah pintu masuk. Dan bergumam pelan, “Oh...pantas!” katanya.

“Sssh...tutup mulutmu!” desis Shin-woo, tak ingin yang lain mendengarnya.

Semua sudah tau, apalagi teman-teman di Suju M kalau Zhoumi baru saja bercerai dengan Yuri, adik tiri Hea-in. Dan kedatangan Yuri dengan kekasih barunya, Kim Soo-hyun lah yang kini membuat suasana yang semula santai menjadi sedikit tegang *berasa Dementor dateng beneran wkwkwkwk*. Terlebih, saat Zhoumi memperhatikan kedatangan mantan istrinya itu. Terlihat sekali ia sangat terpukul, tetapi berusaha ditahannya dengan menampilkan wajah santai yang tak begitu berhasil *poor Zhoumi*.

“Eh, apa kabar semua!” sapa Yuri kikuk, karena diperhatikan seperti itu.

“Apa kabar!” suasana semakin tegang saat Zhoumi bangkit berdiri dan menghampiri pasangan baru itu. Gumaman-gumaman pelan terdengar dari setiap sudut ruangan.

“Baik,” sahut Yuri, “Kau sendiri?”
“Kau bisa melihatnya,” balas Zhoumi. Hening. Mencekam ~lebayyy~.


“Omo! Onnie, ibayo!” semua orang pun menoleh ke arah Young-in yang berteriak, karena penasaran dengan apa yang terjadi. Seketika gemuruh tawa terdengar dari seisi ruangan, saat melihat Eun-hee, anak Yoo-hee yang saat ini sedang duduk di sofa, memakai timun yang ditempelkan di wajahnya. Bayi kecil itu hanya memandang orang-orang yang kini sedang memperhatikannya, gemas.

“Ya ampun, siapa yang melakukannya?” tanya Yoo-hee, sambil menahan senyum memandang putrinya yang sangat lucu dan menggemaskan.

“Aku!” sahut Min-jae polos.

“Min-jae? Benarkah kau yang melakukannya?” tanya Dong-hae sembari menghampiri putra tirinya itu dan berjongkok di hadapannya.

“Eeem..” jawab Min-jae sambil mengangguk mantap.

Menahan senyum, Dong-hae kembali bertanya. “Tapi mengapa kau menempelkan mentimun di wajah adik Eun-hee?”

“Kalena, aku seling meliat Omma juga pake itu di lumah.” Min-jae menjawab dengan wajah polosnya yang menggemaskan. Rupanya, karena terlalu sibuk memperhatikan kedatangan pasangan baru itu, orang tuanya tak mengetahui bahwa secara diam-diam Min-jae naik ke meja makan dan mengambil mentimun di sana, untuk ditempelkan di wajah Eun-hee *kreatif Min-jae hahaha*.

Dan seketika, suasana menjadi santai seiring setiap tawa yang keluar dari masing-masing orang di ruangan itu. Tak lupa, Yoo-hee segera mengabadikan peristiwa itu dengan mengambil ponselnya dan memotret putri kecilnya itu. Appa-nya harus melihat ini, pikirnya senang mengingat suaminya Kim Nam-gil.


Foto-nya dede' Eun-hee >,<

Pasangan baru kita Yuri-Soohyun :)

Foto ketiga bayi Dae-jia & Siwon ^^

Ini foto Dede' Min-jae ^^


FIN

Tunggu FF GeJeh EDISI Selanjutnya ^^ 
Semoga terhibur......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar